19 ▪️ Batas Hubungan

40.7K 6.2K 194
                                    

' Saat lo tetap berusaha baik-baik aja, apa yang membuat lo berpikir kayak gitu? '

✒.Happy reading!

"Kenapa lagi?" Wihel menatap Lentera dengan kening berkerut saat sahabatnya itu datang memeluknya dengan kencang, tidak lupa dengan tangisannya yang amat sangat tidak tenang. Walaupun suasana lapangan sedang sepi karena kebanyakan murid berada di kantin, tetap saja Wihel agak tidak nyaman dengan tatapan yang dilayangkan beberapa orang yang lewat di sana. "Le, tenangin diri lo. Kenapa?" tanyanya mengusap-ngusap punggung Lentera.

"Ka-Kael."

Hanya satu nama, dan rasanya Wihel tidak mau mendengarnya lagi. Lelaki itu benar-benar membuat Wihel geram, ingin sekali mengempaskannya ke dalam jurang agar Lentera tak bisa menemuinya, tapi apa daya? Sebelum lelaki itu mati, mungkin saja Lentera sudah membunuh Wihel terlebih dahulu.

Wihel akhirnya mengusap-ngusap kepala Lentera dalam diam. Rasanya jika ia berceloteh dan memaksa Lentera untuk memutuskan lelaki bejat itu hanyalah sia-sia. Wihel akan dianggap rumput yang bergoyang saja.

"Ya udah, puasin diri dulu." Wihel tidak bermaksud agar Lentera memuaskan diri untuk menangis. Wihel hanya berusaha menyindir sahabatnya agar tersadar dari lelaki bodoh semacam Kael. Memuaskan diri dengan rasa sakit maksudnya. Lagipula, sekuat apa sih hati Lentera sampai bisa tahan banting dari gorila ganas itu?

Sementara di belakang Wihel dan Lentera, Coulo berdiri dengan dua botol air mineral yang tadi ia beli. Ingin menghampiri, tapi Coulo tidak tahu menahu soal cinta. Coulo tidak paham bagaimana bisa seorang gadis mempertahankan lelaki yang menghancurkan perasaannya. Coulo tidak tahu rumus perasaan semacam itu. Sampai akhirnya, seseorang menepuk pundak Coulo dari samping kiri.

"Gue pikir lo masih di laboratorium sama Lentera," ujar North. "Ngapain di sini?"

Coulo menunjuk ke depan dengan dagu. "Berantem sama pacar," jawabnya tanpa ekspresi.

"Detailnya gimana?" kini North menghadap Coulo sepenuhnya.

"Berantem karena cewek lain. Pacarnya bela cewek lain. Gitu aja."

Kening North berkerut, kemudian terkekeh melihat Lentera yang sedang dirangkul oleh seorang gadis. "Lo ke kelas aja, biar gue yang ngomong sama dia."

Tidak banyak bertanya, Coulo menurut dan meninggalkan tempat itu, membiarkan North yang berjalan dan mendudukkan diri di samping kiri Lentera.

Dalam diam, North memperhatikan perlakuan Wihel yang tetap tenang dan mengusap punggung Lentera dengan lembut. Gadis itu tampak tidak mengatakan apa-apa, raut wajahnya terlihat jelas jika Wihel sudah mengalami hal ini berkali-kali, mungkin beratus-ratus kali. North tidak mau menganggunya, jadi ia bersandar ke belakang, memperhatikan lapangan sekolah dari tribun penonton ini.

"Sesuatu itu memang ada yang layak dipertahankan, tapi ada juga yang harus direlakan." Suara North mulai mengudara, membuat isakan Lentera memelan, dan lirikan dari Wihel lelaki itu dapatkan. "Risiko yang didapat memang udah jadi konsekuensi. Tapi apa kalian tahu? Mungkin itu bisa jadi pilihan yang terbaik."

Lentera terkejut dengan kedatangan North tidak ia sadari, ia menoleh ke samping kiri dan benar-benar menemukan lelaki dengan bekas luka sayatan yang khas itu. "Ma-maksud lo?"

"Gini, kata Archeology, dinosaurus itu hewan purba yang kuat. Kalau ada di zaman sekarang, mungkin manusia hampir punah gara-gara hewan kuat itu. Tapi, sebelum manusia muncul, hewan kuat itu justru mati. Iya, 'kan?" North menoleh pada Lentera, namun ia tidak mendapat jawaban, jadinya North memilih untuk melanjutkan. "Sesuatu yang kuat, atau hal yang lo pertahanin dengan anggapan lo itu kuat, sebenernya bisa punah. Mati."

ZWARTWhere stories live. Discover now