5 ▪️ Penjemputan

48.6K 6.8K 173
                                    

' Keindahan gak hanya dipandang lewat mata. Tapi lo bisa merasa kalau hal itu benar-benar indah dan bikin lo terkesan saat tahu arti dan maknanya '
[ Aeste - 05 ]

.Happy reading!

"Dasi lo mana?"

"Cewek gak boleh pakai kalung yang panjang kayak mau ke kondangan gini."

"Tata tertib HZ High School gak bolehin siswi pakai kutek."

"Lo ke sekolah cuman mau abisin makeup?"

Lentera yang duduk di antara bangku Micro-Coulo dan Aeste-Alkena itu hanya bisa menggigit bibir saat mendengar berbagai komentar yang tertuju padanya. Separah apa sih Lentera? Padahal ia merasa menjadi murid normal yang semestinya. Mungkin dengan beberapa pelanggaran tata tertib seperti mengenakan kutek dan makeup berlebihan. Tapi, Lentera memiliki alasan. Wajah tanpa polesannya terlihat mengerikan, ia tidak mau Kael mengeluh jika pacarnya tidak ada bedanya dengan mayat hidup.

"Kalau begitu, Ibu juga harus mengoreksi kamu." Helena ikut-ikutan saat mendengar celotehan hampir semua lelaki di kelas. "Coba, yang lain berdiri dan maju ke depan. Tunjukan bagaimana cara berseragam yang benar dan mengikuti tata tertib HZ High School."

Lentera tersentak begitu melihat sembilan orang lelaki menggeser bangkunya ke belakang dengan serentak, mereka semua langsung melangkah maju dengan percaya diri untuk menunjukkan apa yang seharusnya. Dan benar saja, lelaki dengan pakaian dimasukkan, gesper hitam logo HZ High School, dasi, vest, serta almamater adalah pemandangan yang menakjubkan. Lentera pikir, lelaki dengan pakaian urakan layaknya dalam novel lebih menggoda. Ternyata pikiran Lentera sangat salah. Lihat saja lelaki berkacamata di samping paling kiri, bukannya terlihat culun, malah terlihat kritis dan berkarisma.

Bulu kuduk Lentera jadi berdiri. Ya ampun, apa tidak salah dirinya dipindahkan ke kelas ini?

"Tapi rambutnya warna oranye, tuh!" Lentera menunjuk lelaki yang tak lain adalah Aeste, lelaki yang kini mengangkat alisnya.

"Eh?" Aeste mengerjap, terkejut dengan telunjuk Lentera yang mengarah padanya. "Sorry, hehehe. Ini turunan nyokap gue."

"Iyap! Warna rambut anak itu asalnya dari gen yang diturunin nyokap. Lebih dari 20 gen nyokap berperan dalam mengendalikan protein buat ngebentuk warna rambut anak." Micro membantu menjelaskan, mulutnya terbuka lagi. "Modelan Aeste yang keluar gini juga gara-gara sel sperma yang dapetin sel ovum. Kalau mau protes bentukan Aeste, protes ke sel sperma aja."

"Topik kita jauh dari pembahasan! Frestarsi gue lama-lama." Alkena berdecak, canggung dengan apa yang dibahas Micro.

Kepala Sastra menggeleng. "Gue koreksi, bukan frestarsi tapi frustrasi. Rasa kecewa akibat kegagalan di dalam mengerjakan sesuatu."

Lentera semakin menciut. Pembahasan yang didebatkan membuat kepalanya menyusut dengan kecepatan maksimum. Tangan Lentera kini menopang dagunya, memperhatikan guru matematika--Helena--tengah melerai perdebatan antara Biologi, Bahasa, dan juga pelajaran Kimia yang ikut andil. Sampai mata Lentera menangkap pergerakan di sudut kirinya. Ternyata setelah dihitung, lelaki di depan sana hanya ada sembilan bukan sepuluh seperti yang seharusnya.

Ayolah, Lentera tahu mengenai Zwart karena banyak sekali kabar yang terdengar. Dan ia baru sadar jika salah satu anggota Zwart hanya diam di bangkunya. Memperhatikan ke depan dengan tatapan tajam. Selain itu, mata Lenterja jadi berbinar melihat sosoknya. Lentera pelanggar peraturan 'kan? Lalu apa bedanya dengan lelaki bercat rambut putih itu?

Sontak saja, tanpa berpikir panjang Lentera mengangkat tangan meminta perhatian. "Bu Helena! Lihat, dia juga pake cat rambut. Kenapa dia gak dihukum? Turunan mamanya juga? Kok warnanya putih banget, kalau ada juga pasti pirang."

ZWARTWhere stories live. Discover now