23 ▪️ Kecurigaan

42.2K 5.9K 113
                                    

' Apakah melupakan perlu dengan cara menjauh? Tergantung perasan yang merasa '

✒️.Happy reading!

"Aduh, Le! Kenapa gak bangunin bunda, sih?!"

Lentera yang sedang duduk termenung di kursi meja makan itu menoleh, memperhatikam Hera yang terburu-buru menuju ke dapur. Bundanya itu langsung menyiapkan bahan-bahan untuk sarapan pagi Lentera. Padahal Lentera tak berselera untuk menikmati makanan hari ini.

"Bunda tidur larut banget? Tumben telat bangun," ujar Lentera membuat pergerakan tangan Hera terhenti. 

Lentera bisa menebak, jika bundanya tak tidur semalaman. Mungkin karena memikirkan kabar mengenai suaminya yang sudah melakukan hal yang besar tanpa sepengetahuannya bertahun-tahun. Siapa yang tidak merasa terkhianati dengan itu? Bagian paling menyakitkannya, fakta itu terbongkar oleh orang-orang yang menjadi korban.

"Bunda--"

"Permisi, Lenteraaa!"

Perkataan Lentera terpotong oleh ketukan pintu rumah. Lentera menatap Hera sejenak sebelum akhirnya ia beranjak menuju ke pintu utama. Begitu ia membukanya, sepuluh lelaki dengan jaket hitam sudah memenuhi bagian depan rumah membuat Lentera menghela napas.

"Bentar, gue bawa tas dulu," ucap Lentera namun pergelangan tangannya ditahan oleh Micro.

"Sarapan bareng dulu, nih, kami bawain bibir," ucap Micro dengan senyuman sampai bibirnya menipis hampir membentuk garis lurus.

"Bubur," koreksi Sastra. "Bubur ayam depan komplek, baru aja dibeli buat sarapan bareng. Tante Hera ada? Kami juga beliin buat tante."

Hangat sekali. Lentera merasakan hal berbeda pada atmosfer rumahnya karena sikap Hera yang menghindari pertanyaannya. Kali ini tergantikan karena kedatangan Zwart. Seketika itu Lentera membuka lebar pintu rumahnya, mempersilakan semuanya untuk masuk.

"Bunda ada di dapur, mau bikin sarapan katanya."

"Tanteeee, I'm coming!!" Alkana langsung melangkahkan kaki ke arah dapur dan menemukan Hera yang berkutat di sana. "Tan, kami bawain bubur, lho. Jangan masak, kasian tangannya abis manicure."

"Bubur yang kami bawa udah terjamin kualitasnya, Tante. Kami lihat prosesnya secara langsung." Alkena menyusul, menyunggingkan senyumannya pada Hera.

Alkuna mengangguk-ngangguk. "Gak ada bahan kimia terlarang yang dicampurin ke buburnya."

Hera memperhatikan ketiga lelaki di sana, lalu ia mengedarkan pandangan melihat satu persatu lelaki yang datang dan tersenyum hangat. Maka dari itu Hera memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya di dapur dan menghampiri mereka.

"Wah, gak sia-sia bunda punya anak banyak." Hera terkekeh, membuat yang lain menatapnya agak canggung. "Kalau gitu ayo langsung sarapan aja, Bunda siapin mangkuk dulu."

"Aeste bantu ya tante." Aeste mengajukan diri, segera mendekat pada Hera.

Mengangguk, Hera mengelus lengan lelaki berambut oranye tua itu. "Kalian panggil Bunda aja, masa harus tante sih? Gak enak."

Suasana jadi sepi untuk sesaat karena perkataan Hera, hingga semua itu dipecahkan oleh Alkana yang langsung berlari mendekat pada Hera.

"Bundaaa?!" tatapannya dramatis, terkejut dibuat-buat karena teringat dengan tayangan televisi. "Bundaa?!"

Hera ikut-ikutan, ia juga mengubah ekspresinya sedramatis yang ia bisa. Bagai sosok ibu yang baru menemukan anak kandungnya selama bertahun-tahun silam. "Anakkuu?!"

"Bundaaaa!!"

"Anakkuuu!!"

Melihat acara pelukan itu, Lentera yang berdiri menyaksikan hanya menggeleng pelan dengan senyum menguar. Syukur sekali, bundanya tampak menerima dan tak mengabaikan Zwart seperti yang Lentera duga semalaman. Lalu, kehadiran Zwart memang bukan hal baik pada awalnya, namun saat ini, mereka berusaha menjadikan keadaan menjadi lebih baik lagi.

ZWARTWhere stories live. Discover now