13 ▪️ Balapan Liar

44.9K 6.1K 283
                                    

' Andai kata kita adalah gabungan dari sesuatu yang telah pecah, apakah kita bisa pecah kembali? '

✒.Happy reading!

"Kenapa perintah saya selalu diabaikan?"

Aeste dan Alkana meringis begitu mendengar ucapan dokter terhadap Zilos yang kini duduk tenang. Tampaknya pria paruh baya dengan kacamata membingkai itu sudah jengkel dengan kelakuan salah satu pasiennya.

"Kalian tidak mengingatkan?" Dokter itu menatap Alkana dan Aeste bergantian.

"Eh a-anu dok. A-anu ...." Alkana jadi bingung harus menjawab apa. Ia sudah bosan mengingatkan pada Zilos tetapi ia akan diabaikan. Begitu terus sampai saat ini.

"Anu apa? Anu kamu?" Dokter itu menggeleng, lantas menulis resep obat untuk Zilos tebus di bagian administrasi. "Jangan begadang, jangan telat makan, dan istirahatkan kepala kamu sejenak. Jangan terlalu keras berpikir, saya sarankan refreshing."

"Saya harus lomba." Zilos protes, jelas tidak bisa menjalankan saran yang dokter berikan membuat pria paruh baya di hadpaannya mengangkat sebelah alisnya.

"Setidaknya luangkan waktu satu hari, agar kepala kamu tidak terasa nyeri. Atau lakukan hobi kamu, bersantai sejenak."

Kedua pundak Zilos naik turun. "Hobi saya matematika."

Helaan napas berat itu sekali lagi dokter keluarkan, membuat Alkana dan Aeste meringis lagi di tempat. Untungnya, mereka sudah mengenal dokter dengan nama Reza itu sejak lama, memudahkan komunikasi mereka dengan santai.

Tangan Reza terulur dan langsung memberikan secarik kertas resep obat itu pada Zilos. "Kalau begitu berkencan saja dengan rumus-rumusnya, bercumbu saja sepuas mungkin."

"Ide bagus." Zilos menganggukkan kepalanya, beranjak dari sana dan keluar dari ruangan. Meninggalkan Aeste dan Alkuna yang berpamitan canggung pada pria paruh baya di dalam.

"Yang bener aja lo mau kencan sama rumus?!" Alkana memekik di koridor, mengikuti langkah Zilos dan Aeste yang menuju administrasi. "Siapa sih yang mau kencan sama yang begituan?"

"Begituan apa maksudnya?" Aeste bertanya tidak terima. "Gue pernah kencan sama lukisan gue yang paling cantik. Lo juga pernah ciuman sama cairan aneh yang lo bikin 'kan?!"

"Woi! Jangan kenceng-kencenglah!" Alkana memukul kepala Aeste dengan tidak main-main. Ia tersenyum panik saat melihat pekerja administrasi di sana menatapnya menyelidik. Tidak, mungkin lebih tepatnya menatap mereka dengan tatapan aneh. "La-lagian bukan ciuman! Kecup doang! Gue berhasil bikin reaksi baru."

"Alasan." Aeste menyikut perut Alkana, kini mereka keluar dari rumah sakit menuju parkiran, melangkah masuk ke dalam mobil milik Alkana. Sebenarnya tadi Zilos berangkat dengan Micro, hanya saja lelaki itu mendadak dipanggil ke sekolah. Maka dari itu Alkana dan Aeste menggantikan.

"Tapi Zilos, mending lo nurutin pak Reza. Kayaknya dia stress banget sama lo yang bandel gini. Kasian ubannya makin banyak." Aeste melirik ke belakang, di mana Zilos duduk di kursi penumpang bagian belakang sementara dirinya di depan dengan Alkana yang mengemudi.

"I don't need your opinion." Zilos mendengkus membuat Alkana tertawa, sementara Aeste hanya menggaruk tengkuk.

Zilos memang bandel jika dihadapkan dengan rumus matematika. Apalagi dengan cinta sejatinya, rumus Pythagoras. Hal yang perlu diketahui semua orang adalah Zilos Kalkolio mengencani sebuah rumus. Begitulah rumor yang memang fakta beredar di seluruh penjuru HZ High School. Orang-orang sampai tak habis pikir dengan lelaki itu. Aneh. Ya, sebetulnya Zwart memang aneh.

Alkana memukul stir mobilnya, mendadak teringat sesuatu. "Gue pikir sebaiknya Zilos gak usah ikut lomba pekan dep--"

"Maksud lo?" Zilos mengeluarkan suara dengan nada rendah, membuat Aeste bergidik sementara Alkana meneguk ludah.

ZWARTOnde histórias criam vida. Descubra agora