25 ▪️ Tebak-Tebakan

42K 5.8K 171
                                    

' Tak terucap namun bisa menyakitkan '

✒.Happy reading!

Perjalanan menuju Singapura dari Indonesia menggunakan pesawat sekitar 1 jam lebih 50 menit. Setelah menyimpan koper, melakukan pemeriksaan dan lain sebagainya, Lentera akhirnya mendudukkan diri di kursi pesawat dekat jendela. Sementara di sampingnya Sastra sudah memejamkan mata entah tertidur atau hanya sekadar terpejam saja.

Jujur, ini pertama kalinya Lentera menggunakan pesawat terbang karena selama ini perjalanan paling jauh yang ia tempuh hanyalah dari rumah menuju kebun binatang luar kota, saat ia berkencan dengan Kael. Lentera akui ini cukup menegangkan, namun saat pikirannya melayang pada Kael, ia jadi tak memikirkan bahwa dirinya berada dalam pesawat yang sebentar lagi lepas landas. Lentera merindukan Kael.

Apa benar Kael sudah tidak peduli padanya lagi? Setelah apa yang selalu Lentera perjuangkan untuk lelaki itu? Menahan semua emosinya, mengalah, diam, dan menurut. Lentera selalu melakukan itu hanya untuk Kael. Ingin rasanya ia bertemu atau setidaknya menanyakan kabar lewat chat pada Kael, sayang sekali lelaki itu tak akan cepat meresponsnya.

Masih dalam keadaan melamun, sebuah intrupsi jika pesawat akan lepas landas saat ini membuyarkan lamunan Lentera. Ia hanya memperhatikan keluar jendela setelah rasa berdebarnya berkurang. Hingga tak sadar, Lentera terlelap, memasuki alam mimpinya dirasa ia mulai tenang dalam pesawat.

Mata Lentera terbuka paksa, kala dirinya merasakan cengkeraman erat pada tangan kanannya. Cukup menyakitkan hingga ia terbangun dengan rasa terkejut. Dan begitu menyesuaikan diri, Lentera baru sadar jika pesawat terasa berjalan di atas kerikil-kerikil besar. Kening Lentera mengerut, apakah di langit memang terdapat kerikil melayang-layang?

Tidak. Lentera tidak bodoh seperti apa yang dikatakan Kael. Ia ini gadis pintar walaupun nilai pelajarannya tak pernah menginjak angka 90.

"Ini ada apa? Gue baru tahu di langit ada kerikil." Lentera bergumam, gadis itu menoleh ke samping kanan dan tersentak melihat Sastra yang pucat pasi, kening lelaki itu pun penuh dengan keringat yang sebesar biji jagung. Cengkeraman erat yang membangunkan Lentera pun nyatanya adalah tangan Sastra yang gemetar.

"Lo kenapa? Ini ada apa?"

Kepala Sastra menggeleng, matanya terpejam dengan sangat erat seolah-olah tak mau melihat apa yang ada di hadapannya. Sastra terlihat sangat ketakutan dan Lentera baru melihat lelaki itu dalam keadaan panik untuk pertama kali.

Lentera melihat sekeliling, ia menemukan Micro dan Coulo yang ada di kursi pesawat samping kanannya. Mereka tampak cemas melihat Sastra namun tak bisa berkutik karena sudah mengenakan sabuk pengaman mereka masing-masing. Beberapa pramugari juga datang untuk menenangkan dan menjelaskan bahwa pesawat memiliki kesalahan teknis.

Untuk pertama kalinya menggunakan pesawat, mengapa Lentera harus mengalami hal ini?

Sebenarnya, Lentera tidak terlalu takut. Ia sudah pernah kecelakan motor dengan Kael, kebut-kebutan, dan lain hal yang cukup membahayakan. Hanya kali ini, kondisi Sastra yang membuat Lentera panik.

"Sastra, lo jangan panik. Buka mata lo Sastra, lihat di sini nggak papa. Gak ada apa-apa, bentar lagi normal, kok!" Lentera menarik kencang kepala Sastra, mendekatkannya dan mendekapnya untuk menenangkan. Gerakan Lentera refleks, ia tidak sadar jika Sastra terkejut dengan itu. "Lihat gue Sastra, nggak ada apa-apa."

Lentera mengelus-ngelus kepala Sastra kala pilot pesawat sudah mengonfirmasi jika pesawat baik-baik saja dan penerbangan akan tiba beberapa puluh menit lagi. Namun ia masih merasakan napas Sastra terasa berat dan tak teratur. Gemetarnya masih ada, selain itu Sastra juga tidak mengeluarkan suara sama sekali. Lentera agak takut dengan kondisinya.

ZWARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang