26 ▪️ Misi, Berhasil?

40.1K 5.9K 119
                                    

' Yang datang dari masa lalu, bukan berarti untuk mengungkit. Bisa jadi untuk menyelesaikan '

✒.Happy reading!

"Zilos sudah siap." Helena menghampiri para muridnya yang duduk di kursi khusus penonton perlombaan di sebuah gedung yang menjadi tempat lomba cepat tepat matematika ini dilaksanakan. Ia baru datang dikarenakan lokasi keberangkatannya dengan Zwart berbeda, juga barusan ia sempat menemui Zilos terlebih dahulu di belakang panggung. Helena duduk di samping Micro, kemudian mengembuskan napasnya perlahan. "Lihat, dia langsung jadi pusat perhatian yang lain."

Kepala Micro mengangguk. Saat Zilos dipanggil bersama peserta lain ke panggung dan berdiri di belakang meja skor, lelaki itu menjadi bahan pembicaraan. Penyebabnya, rambut putih mencolok, serta kedua iris mata biru terang yang Zilos miliki. Beruntungnya, Micro tahu, Zilos tak akan pernah peduli dengan tatapan orang-orang, fokusnya tak akan buyar hanya karena ini.

"Lima menit lagi." Lentera bergumam, ia duduk di antara Sastra dan juga North. Melihat ke sisi kiri dan kanan, ia memperhatikan semua ekspresi saudaranya yang terlihat tenang, tidak seperti dirinya yang malah tegang. Pertama kali menyaksikan hal seperti ini, Lentera juga baru tahu, bahwa suasana lomba bisa semenegangkan balapan motor, bahkan jauh lebih dari itu.

"Kok lo yang tegang?" North terkekeh, menyadarkan gadis itu dari lamunannya. "Kami juga baru lihat Zilos pertama kali waktu lomba, dan rasanya santai aja."

Lentera mendengkus. "Bedalah, kalian 'kan udah biasa ikut lomba. Kalau gue belum pernah," ucapnya kemudian menoleh ke arah Sastra, meminta pembelaan.

Kepala Sastra mengangguk. "Iya, mending diem aja North. Nanti Lele nangis."

"Heh!" bukannya tambah lebih baik, Lentera malah jadi semakin tersudut, apalagi saudaranya di sana kompak terkekeh.

"Nanti kamu bisa kayak mereka, Lentera." Helena menoleh ke kiri, tepat pada keberadaan Lentera yang merengut. "Suatu saat kamu bakalan tahu gimana tegangnya sebagai peserta lomba."

Lentera menanggapinya dengan sebuah senyuman ragu, ia tidak yakin akan mengalami hal yang seperti Helena sebutkan. Ia masih menatap guru muda itu dengan lekat, hingga akhirnya ia menoleh ke depan begitu pembawa acara memulai sesi lomba cepat tepat matematika ini. Tatapan Lentera kini sepenuhnya tertuju pada Zilos yang berdiri tegak tanpa ragu, lelaki itu seperti sudah biasa dan mengenal panggung lebih dari siapapun. Tangannya menekan tombol terus menerus begitu soal berdatangan, menjawabnya lancar dengan jari-jari tangan bergerak cepat menghitung angka, mulutnya juga bergumam, hingga mengeluarkan jawaban dan mendapatkan skor.

Selama setengah jam ini, Zilos berhasil memimpin, keadaan di sana jadi lebih menegangkan, tetapi tidak dengan anggota Zwart yang tersenyum kegirangan, serta Helena yang menunjukkan raut wajah puasnya.

"Persiapannya selalu matang." Helena bergumam, kembali melirik murid-muridnya yang duduk berjajar di samping kiri. "Hampir keseluruhan materi, dia yang cari, Ibu hanya sesekali membantu dan mengawasi."

"Zilos memang harus sempurna, Miss." Sastra menyahut, kemudian ia melihat melihat jam tangan yang ia pakai. "Selain mastiin jawabannya tepat, Zilos juga merhatiin waktu. Bentar lagi pasti selesai," ucapnya yang mendapat persetujuan dari yang lain.

"Gue gak ragu sama dia." Alkena berdeham, lantas ia bangkit dari kursinya bersama dengan Archeology.

"Gue sama Kena mau ke toilet dulu." Archeology menjawab pertanyaan yang terpancar dari semua saudaranya, hingga akhirnya ia dan Alkena keluar dari ruangan begitu mendapat izin.

Setengah jam berikutnya, apa yang Sastra katakan tiga puluh menit lalu terbukti. Semua soal matematika telah dikeluarkan dan diantara perwakilan enam negara, Zilos menduduki posisi pertama. Papan secore-nya memperlihatkan dengan jelas angka yang didapatkan lebih unggul dibanding yang lain.

ZWARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang