21 ▪️ Garis Takdir

42K 6.2K 451
                                    

' Kenyataan itu tidak akan selalu indah, tidak akan selalu menyakitkan. Hanya akan menghantam '

.Happy reading!

"Udah bilang ke Tante Hera?" Zilos bertanya seraya mengarahkan tatapan ke samping kanannya, pada Micro yang langsung menoleh pada North, North menoleh pada Aeste, Aeste menoleh pada Sastra, Sastra menoleh pada Coulo, Coulo menoleh pada Archeology, Archeology menoleh pada Alkana, Alkana menoleh pada Alkena, dan Alkena menoleh pada Alkuna.

Yang menjadi akhir aksi saling lempar tolehan tadi adalah Alkuna, lelaki dengan kacamata yang membingkai wajahnya. Tidak terdistraksi sama sekali, Alkuna masih fokus pada berita yang ada di televisi, mengabaikan tatapan yang tertuju padanya. Sampailah ketika Zilos berdeham, Alkuna mengalah dan menatap kesembilan anggota Zwart.

"Gue bilang jam tujuh malam udah ada di restoran Amor."

"Mantap!" Micro berseru, bertepuk tangan diikuti oleh Alkana dengan heboh.

"Ya." Zilos berkomentar membuat suasana hening. "Mantap kalian ngelupain itu kalau gak ada Kuna," ucapnya dengan ekspresi datar lalu beranjak dari sofa dan berjalan menuju ke arah dapur.

Seketika itu, ringisan terdengar, kecuali dari Alkuna yang mengangkat sebelah alisnya diiringi seringaian sombong. Semua yang menatapnya hanya menghela napas, sedikit berterima kasih juga pada Alkuna karena tak melupakan pesan dari Zilos saat mereka mengantarkan Lentera pulang. Setelah pulang dari panti Zilos memang tidak bersama kesembilan anggota Zwart, lelaki itu melakukan bimbingan dengan Helena.

"Eh, lo udah kasih bajunya juga?" Aeste menatap Alkuna penasaran. "Baju yang itu gue pilihin, warna hitam tapi gue yakin itu cantik banget kalau dipake, soalnya manik-maniknya udah pas, terus kain--mmmpp!!"

"Udah lo kasih?" Archeology membekap mulut Aeste dengan sebelah tangannya, tidak akan selesai jika harus menunggu celotehan Aeste.

Alkuna mengangguk. "Udah diterima tante Hera."

"Nah, bagus!" Micro berdiri dan menepuk tangannya satu kali. Pandangannya kini mengedar, menatap seluruh anggota Zwart kecuali Zilos yang masih berada di dapur. "Tinggal kita yang siap-siap. Gue mau tampil rapi, keren, ganteng. Gue gak boleh nunjukin ada hal cacat--kalian mau ke mana?!!"

Micro melompat-lompat tak terima saat semua lelaki yang duduk di kursi kini malah kompak menaiki tangga ke lantai dua. Padahal Micro belum selesai membicarakan apa yang ia rencanakan untuk malam ini. Masih bersungut-sungut tak terima, Micro melayangkan tinjuannya ke udara kosong, asik sendiri hingga akhirnya tubuhnya membeku.

Ternyata kelakuan gilanya barusan disaksikan oleh Zilos yang mematung di dekat sofa.

"Lo ... sehat?" Zilos mengangkat sebelah alisnya.

🦇

"Terus Bunda mau datang?" Lentera menoleh pada Hera dengan tatapan meminta jawaban mutlak. Ia masih duduk di permadani menghadap ke arah televisi, tidak menuruti Hera yang memerintahnya untuk segera bersiap-siap karena mereka akan keluar malam ini.

Bukan mereka berdua saja sebenarnya, tetapi bersama Zwart. Lentera tidak tahu apa yang akan terjadi saat Alkuna mengundang Hera makan malam di sebuah restoran untuk makan malam di sana. Ini membuat Lentera bertanya-tanya, apa yang akan Zwart lakukan? Kenapa sampai mengajaknya makan malam? Lentera bahkan sampai menelepon Wihel untuk memikirkan jawabannya, namun gadis itu sama kebingungannya dengan Lentera.

"Bunda tadi diundang sama Alkuna, cowok paling judes itu, lho. Mana mungkin bunda tolak." Hera mengibaskan rambutnya yang basah sehabis mandi, ia berjalan menghampiri Lentera dan menariknya setelah mematikan televisi. "Cepet mandi! Atau bunda kurung kamu di rumah--"

ZWARTWhere stories live. Discover now