29

1.8K 344 21
                                    

Gue hanya duduk menatap kearah Yanan, dan juga Ara yang tengah bermain ditengah taman. Enggan untuk ikut bergabung bersama mereka, karena cuaca yang sedikit panas menyengat membuat gue memilih untuk duduk tak jauh dari mefeka. Bukan, bukan karena gue takut hitam, tapi karena sosok disamping gue yang membuat gue enggan untuk bergabung dengan kedua orang yang kini tengah mengeluarkan tawa bahagia mereka.

Terhitung sudah lebih dari 20 menit, kami sudah duduk berdampingan disebuah kursi taman. Sebenarnya gue enggak mau untuk mengobrol berdua, tapi Yanan memaksa gue. Katanya gue harus menyelesaikan semuanya, biar semuanya lebih enak, dan ga akan ada penyesalan lagi setelahnya, dan baru boleh menghampiri mereka setelah semuanya selesai. Tapi nyatanya, hingga saat ini kami masih bertahan dengan posisi masing-masing, diam dan sibuk bergelut dengan pikiran kami masing-masing.

Seolah-olah bingung untuk mengungkapkan sebuah perasaan yang sebenarnya sangat mudah untuk diucapkan. Layaknya orang asing yang bertemu, dalam keadaan tak menyenangkan seperti ini. Padahal jika dilihat lebih jauh lagi, dulu kami bahkan bisa melakukan hal yang lebih gila dari sekedar mengucapkan kata halo.

"Apa kabar?"

Hanya kalimat itu yang keluar dari bibirnya. Setelah 20 menit menunggu, hanya kata-kata yang gak pernah gue harapkan terdengar. Basi bukan? Bahkan gue merasa anak-anak remaja sekarang kalau ketemu sama gebetannya kata-kata itu gak mungkin akan diucapkan, mungkin kebanyakan dari mereka gak akan menanyakan hal tersebut. Sepertinya.

Gue menoleh kearahnya, kemudian memilih untuk tersenyum tipis. "Baik, mas Jonghyun apa kabar?"kini ganti gue yang bertanya.

Mas Jonghyun membalas senyuman gue. "Gak sebaik kamu"dia tersenyum sambil menatap kearah Ara yang kini terjatuh karena hendak menghampiri Yanan.

Ara baru bisa jalan, itupun pelan-pelan dan masih sering terjatuh karena kedua kakinya belum terlalu kuat untuk menopang tubuhnya, tapi gue senang melihat itu. Menyaksikan tumbuh kembang anak gue sendiri adalah hal yang paling menyenangkan.

"Dia anak kamu?"gue menganggukkan kepala.

"Iya, anak aku"sama kamu.

"Cantik, kaya Bundanya"ujarnya lagi. Yang entah kenapa terdengar menyakitkan untuk gue. Sialan kenapa mendadak suasana jadi mellow gini sih!?

"Udah berapa tahun?"mas Jonghyun menatap kearah gue.

Matanya sedikit memerah. Entah kenapa gue seolah-olah menatap perasaan kecewa dari mas Jonghyun. Tapi karena apa?

"Baru 1 tahun"jawab gue dengan suara yang mulai terdengar serak, gue bener-bener gak tahan untuk enggak nangis.

Bohong kalau gue bilang gue gak rindu dia, nyatanya sampai sekarang gue masih suka mimpiin dia. Berharap gue bisa memberitahukan kepadanya tentang Ara. Bohong saat gue bilang ngerawat Ara itu sendirian gampang, meskipun Yanan, maupun Sakura sering membantu gue. Tapi tetap saja gue selalu kesulitan. Bohong kalau gue bilang gue gak cinta dia, karena nyatanya. Sampai detik ini.

Gue masih jatuh cinta sama dia.

"Dia baikkan sama kamu?"pertanyaan yang diucapkan oleh kak Jonghyun membuat gue kembali menoleh kearahnya.

Gue tersenyum, kemudian mengangguk. "Dia baik banget"

Mas Jonghyun tersenyum tipis, "baguslah. Setidaknya dia gak akan nyakitin kamu kaya aku"mas Jonghyun terkekeh. Tapi bagi gue itu terdengar menyedihkan, gak seharusnya dia gak bilang itu.

"Han"panggil mas Jonghyun.

"Kenapa kak?"

"Kalau aku bilang aku cinta sama kamu, apa kamu percaya?"

Tubuh gue membeku, terdiam cukup lama karena ucapan mas Jonghyun. Gue menatap mas  Jonghyun dengan pandangan tak percaya. Gue merasa dejavu, ucapan yang sama saat mas Jonghyun kembali dalam kondisi mabuk. Tepat dimana itu menjadi malam terakhir gue menghabiskan waktu berdua dengan mas Jonghyun.

"Mas—"

"Aku tahu, kamu gak akan percaya. Tapi kamu harus tau, kepergian kamu 2 tahun yang lalu buat aku bener-bener kalut"potong mas Jonghyun cepat.

"Aku bingung mau ngapain tanpa kamu, ngurus Nico itu gak gampang ternyata. Bahkan Nico selalu manggil kamu, meskipun disitu ada Jira"ujar kak Jonghyun sambil menatap gue. Wajahnya terlihat frustrasi, seolah ia bingung untuk mengungkapkan apa yang ia rasa.

Sementara gue hanya diam. Bingung mau jawab apa, gue gak bisa menjawab ucapan mas Jonghyun. Bibir gue terlalu kelu untuk bersuara.

"Saat kamu pergi, aku sadar akan suatu hal. Kamu udah bawa hati aku"nada suara mas Jonghyun semakin melemah.

Gue masih menatap mas Jonghyun yang menatap kearah Ara dengan matanya yang sudah memerah.

"Bahkan rasa cinta aku buat Jira gak sebesar perasaan aku buat kamu"mas Jonghyun menatap kearah gue.

"Awalnya aku mau berjuang buat kamu,"ujarnya lagi.

"Tapi kayaknya kamu udah bahagia sama dia. Dan aku terlambat, sepertinya"bahkan kamu belum berjuang sama sekali kak

Entah kenapa mata gue terasa panas. Rasanya gue mau nangis, agak gak terima sama takdir yang dituliskan untuk hidup gue. Ini semua bukan keinginan gue, gue gak mau kehidupan seperti ini. Ini terlalu menyedihkan, gue bener-bener muak.

Mas Jonghyun beranjak berdiri. Membuat gue mengangkat kepala gue.

"Ma—"

"Aku pamit dulu, Nico sama Mingyu udah nungguin aku"pamitnya yang langsung berlalu pergi meninggalkan gue yang masih terduduk dikursi taman.

Gue hanya menatap punggung mas Jonghyun semakin lama semakin mengecil hingga akhirnya menghilang. Dan saat itu gue langsung menundukkan wajah gue. Membiarkan air mata yang sedari tadi gue tahan tumpah.

Gak papa, gue gak papa.

Mungkin ini akhir untuk gue. Gue gak bisa bareng sama mas Jonghyun. Setidaknya gue masih punya Ara. Anak gue yang bisa jadi penyemangat gue.

Akhir dimana gue dan dia gak bersama. Mungkin bukan jodoh. Dan gue harus bisa terima. Karena mau gimanapun Tuhan udah menakdirkan ini semua untuk gue. Gue harus nya menerima dengan lapang dada. Bukan malah mengeluh seperti tadi.

Tuhan mau yang terbaik untuk gue, dan mungkin ini. Dengan ketidak bersamaan  ini mungkin adalah yang terbaik untuk gue.

-----
Tbc

Ayo cek work baru aku! Cerita tentang Minhyun, kuylah. Heuheuheu

Lupa ngasih tulisannya, heuheuheu

Baby Shower ; Kim Jonghyun✓Where stories live. Discover now