47. Danger

1K 221 211
                                    

Aku duduk canggung di tempatku, sementara Nathan Anderson menyesap kopinya perlahan. Aku merasa kurang nyaman berdua saja di ruang tamu dengan laki-laki yang bukan suamiku, sementara di rumah ini tidak ada orang lain. Tapi kedatangan Mr. Anderson mendadak sekali, dan situasinya juga mendesak. Aku bisa saja mencari-cari alasan, tapi ini menyangkut keselamatanku sendiri.

Pembunuh Mark ada di Woodstock.

Di meja tergeletak sebuah amplop kecil berisi beberapa foto tersangka yang dibawa Mr. Anderson. Perasaanku menjadi tidak karuan melihat wajah pria yang telah merenggut nyawa suamiku itu. Aku seperti diliputi kemarahan dan kesedihan pekat yang menyiksa hingga ke ubun-ubun.

Pria dalam foto-foto itu terlihat tegap, namun wajahnya sama sekali tidak memiliki raut kekejaman. Wajah itu bahkan hampir bisa dikatakan bersahabat. Satu-satunya hal yang tampak mengusik hanyalah matanya yang terlihat cekung tidak wajar, seperti pecandu obat-obatan terlarang.

Pria itu bernama Sebastian Clarkner. Usia 33 tahun. Ia diperkirakan berada di Woodstock sejak dua hari lalu.

"Sepeninggal Mark, Anda tinggal di sini sendirian?" Mr. Anderson bertanya setelah membiarkanku memandangi foto di meja selama beberapa saat. Lagi-lagi ia berpakaian sangat rapi. Paduan kemeja putih yang dimasukkan ke celana hitam dan dilengkapi sepatu pantofel mengkilap.
Ia membuatku merasa lusuh sekali.

Aku menganggukkan kepala. "Ya, begitulah."

Dua manik abu-abu Mr. Anderson menatapku dengan sorot menelisik. "Bukankah sebaiknya Anda tidak sendirian saja di tempat sunyi seperti ini? Terutama karena Anda masih berkabung."

Aku tidak bisa menjawab. Aku lelah dengan pertanyaan ini.

"Maaf, saya tidak bermaksud ikut campur." Mr. Anderson tiba-tiba merasa bersalah. Ia lalu terdiam selama beberapa saat. "Begini, Mrs. Evano, menyangkut dengan pembunuh suami Anda, harus saya katakan bahwa Anda sedang dalam ancaman serius. Anda harus berada di bawah perlindungan. Polisi Woodstock sudah mendapatkan data lengkap identitas pelaku, dan mereka sedang melakukan pencarian. Dan selama itu, saya berkewajiban melindungi Anda."

Aku melemparkan tatapan tidak mengerti kepada Mr. Anderson.

"Saya paham, Anda pasti merasa bingung dengan kehadiran saya di kota ini. Anda tidak mengenal saya, namun mendiang suami Anda adalah sahabat saya, Mrs. Evano. Saya ingin melakukan sesuatu untuknya. Kami banyak berbincang pada malam pameran itu, dan dari sana saya tahu bahwa Anda adalah hal paling berharga baginya. Saya ingin menjaga Anda, saya ingin Anda merasa punya teman."

"Saya sangat menghargai niat baik Anda, Mr. Anderson." Aku menarik napas. Ini terasa seperti deja vu. Pria asing tiba-tiba ingin masuk ke dalam kehidupanku saat aku berada dalam masa sulit. "Tapi saya tidak ingin menjadi beban bagi siapa pun. Saya rasa tindakan polisi atas kasus ini sudah cukup. Saya bisa menjaga diri saya sendiri."

Air muka Mr. Anderson tampak terusik dengan ucapanku barusan. "Sungguh, Mrs. Evano. Ini tidak lain demi kebaikan Anda. Anda tidak boleh menghadapi semua ini sendirian. Paling tidak, anggap saja apa yang saya lakukan ini demi mendiang suami Anda."

Mataku memejam, mendengar kata 'mendiang' di depan 'suami' masih terasa berat sekali.

"Ngomong-ngomong, Anda tidak perlu memanggil saya dengan sebutan Mr. Anderson, Nathan saja," timpal laki-laki di hadapanku itu dengan raut lebih ringan. "Dan saya harap, saya juga bisa melunturkan formalitas dengan memanggil Anda Clavina saja, jika Anda tidak keberatan. Anggap saja saya teman."

Teman. Aku seperti melihat sebuah pola.

Aku menggeleng. Kepalaku dipenuhi sesuatu yang menyesakkan. Terlalu banyak hal yang terjadi dalam waktu singkat. "Tidak, saya tidak keberatan." Aku mengatakan itu untuk menghindari kesan canggung.

In A Rainy Autumn [END]Where stories live. Discover now