28. a wish

129 21 5
                                    

Gilbert K. Chesterton berkata bahwa cara terbaik mencintai sesuatu adalah dengan menyadari bahwa cinta itu akan hilang.

Apa yang orang bilang memang benar adanya. Hidup ini bukanlah tentang cinta. Melainkan tentang pertemuan dan perpisahan. 

Semua itu sudah tertulis dalam takdir setiap insan.

"Merry christmas!"

Jaemin mengecup bibir merah muda itu. Dibawah sinar purnama, ia memeluk Jina dengan hangat. Keduanya terlihat begitu manis dengan balutan jaket musim dingin yang tebal.

"Aku baru tau kalau dunia ternyata secantik ini." Kata Jina sambil mengamati langit malam bertabur bintang yang luas didepan matanya. 

"Dunia akan indah kalau kamu lihat dari sisi yang tepat."

"Kita nggak bisa liat langit secantik ini di Seoul."

Pemuda itu mengangguk setuju, "The moon looks so beautiful, just like you." Jawabnya sambil menatap bulan yang berwarna biru diatas sana.

"Sesuatu yang jauh emang selalu keliatan cantik." 

Jaemin mengalihkan tatapannya, "Bedanya kamu ada dideketku sekarang."

Lee Jina hanya tersenyum misterius sembari melangkah pergi mendahului Jaemin. Lelaki itu memang lebih sering mengatakan hal-hal bodoh belakangan ini. Sama sekali tak kelihatan seperti sosok jenius ber-IQ tinggi.


Malam itu semakin dingin, Jaemin sedikit berlari untuk mengejar Jina kemudian menggenggam tangannya erat. 

Namun bukan hangat yang dirasakannya, Jaemin justru merasa tangan gadis itu terasa lebih dingin dari udara malam.

"Jina, kamu nggak apa-apa?"

"Nggak papa kok." jawabnya yang membuat Jaemin tersenyum lega. 

"Lee Jina!"

Tak lama berselang, seseorang memanggil dari kejauhan yang membuat keduanya menoleh. Di ujung jalan, sesosok pria dengan coat hitam berdiri dibawah cahaya bulan yang berubah menjadi merah.

"Kamu kenal sama dia?" tanyanya pada Jina.

Gadis itu tak menjawab dan melepaskan genggaman tangan Jaemin seraya berjalan mendekati sosok pria itu.

Aneh.

Jaemin hanya terdiam sambil menatap Jina yang meninggalkannya sendirian tanpa bisa melakukan apapun. 

Suasana yang tadinya nampak normal berubah menjadi suram. Lampu jalan mendadak mati dan bintang-bintang yang tadinya menghiasi langit menghilang entah kemana. Hanya ada bulan yang berwarna darah di langit. 

"Jina.. Lee Jina!"



"Hei, Na Jaemin! Kamu kenapa?"

"Mimpi buruk ya?"


Jaemin membuka mata, tubuhnya terasa berat. Anak itu baru sadar beberapa pasang mata sedang menatapnya aneh. Lee Jina, Park Chanyeol, Kim Taeyeon hingga Lee Jeno entah sejak kapan berada disana.

Benar-benar memalukan.

"Cuma mimpi ya?" tanyanya sambil menyadari bahwa sedari tadi ia tidur sambil menyandarkan kepalanya pada ranjang gadis itu.

"Kamu mimpi apa sih?"

Jaemin hanya menggeleng sambil berusaha tersadar sepenuhnya. Ia menenggak segelas air yang Taeyeon berikan padanya.

Evanesce ✔Where stories live. Discover now