16. into her

339 87 52
                                    

27 hari.

Lee Jina bilang kesempatannya untuk menyelesaikan tugasnya hanya tersisa 27 hari lagi atau gadis itu akan menerima konsekuensinya. Mati dan menjadi roh jahat. 

Tentu saja Jaemin tidak tau konsekuensi macam apa yang dihadapinya. Jina selalu bertingkah aneh belakangan ini. Dia selalu bicara sendirian dan terlihat sering murung.

Pagi itu, ia berangkat ke Seoul bersama Jeno dengan menggunakan kereta cepat. Mereka sudah memiliki janji untuk bertemu dengan Mark Lee di salah satu kedai kopi di daerah Hongdae.

"Kenapa dia nggak ikut?"

Jaemin mengendikkan bahu sambil menyedot sebotol susu coklat yang dibelinya, "Punya urusan katanya."

Butuh waktu dua setengah jam dari Jeongseon untuk tiba di Seoul. Dan sialnya setelah sampai, cuaca disana tidak cukup bersahabat. Kedua anak laki-laki itu terlihat kebingungan saat hujan turun begitu deras saat mereka keluar dari stasiun.

Untungnya sebuah taksi yang terlihat kosong tengah berhenti tak jauh dari mereka. Tanpa berpikir panjang, Jeno segera menarik tangan Jaemin untuk masuk ke dalamnya. 

"Ugh.." Kesah Jaemin sambil menepuk bahunya yang terlanjur basah oleh air hujan. "Ke Hongdae ya pak.." Lanjutnya.

Si supir taksi itu hanya mengiyakan sembari menghidupkan mobilnya menuju Hongdae. Sesekali matanya melirik kedua remaja yang terlihat kaya itu.

"Kalian datang dari jauh, ya?"

Lee Jeno tertawa basa-basi, "Dari Jeongseon pak."

"Wah, kudengar baru ada kejadian buruk dari sana.."

"Um.. kejadian apa?"

"Ada murid kelas 3 SMA yang baru bunuh diri. Banyak yang sedang bahas itu disini. Katanya sih nggak ada penyelidikan dari polisi."

Jaemin hanya bertukar pandang sekilas dengan Jeno. Kemudian sebuah ide gila muncul dalam benaknya.

"Iya pak. Itu benar, kok. Yang mati itu kakak kelas kami." Ujarnya sok antusias sambil mendekatkan kepalanya kepada si supir. "Dia bukan tipe anak yang mau mati konyol. Tapi anehnya seperti ada yang di tutup-tutupi oleh sekolah."

"Kenapa bisa gitu?"

"Banyak hal menyimpang yang dilakukan orang-orang di yayasan itu. Banyak juga murid yang tau, tapi hanya diam karena nggak berani lapor. Bisa-bisa kami juga ikut celaka kalau ngusik mereka."

Pria tua itu terlihat tertawa renyah, "Kamu bercanda, kan?"

"Saya serius. Karena itu saya jauh-jauh ke Seoul buat nemuin seseorang." Jaemin berdecak kemudian kembali besandar ke bagian kursi penumpang. "Kalau anda nggak keberatan, tolong sebarin ini ke penumpang lain ya, pak. Kami sedang berjuang. Kami akan senang kalau hal ini diketahui publik secara luas."

Jaemin berbicara dengan intonasi dan air muka yang terlihat begitu serius. Hal itu membuat Jeno hanya memandangnya dengan tatapan geli. Na Jaemin yang dikenalnya sejak SMP adalah sosok yang berkarisma dan tidak banyak bicara. Tapi sekarang dia terlihat tidak jauh berbeda dengan ibu-ibu yang suka menyebarkan rumor.

Ya, meskipun yang dikatakannya bukanlah bohong belaka.

Tak berselang lama, mereka sampai di sebuah kedai kopi bernama Moonbeam. Cukup banyak orang yang ada di dalam sana. Mungkin kebanyakan hanya sekedar berteduh untuk menghindari hujan.

"Mana orangnya?"

"Kayaknya sih belum datang."

Jaemin memesan americano untuk dirinya sendiri dan milkshake untuk Jeno. Butuh waktu lebih dari 20 menit untuk menunggu manusia bernama Mark Lee itu muncul. Jaemin sampai menebak-nebak bagaimana wajah laki-laki itu.

Evanesce ✔Where stories live. Discover now