[4] sorry, it's my fault

21K 492 17
                                    

Levi mengerutkan kening tatkala dirinya tak menemukan batang hidung Petra dalam rumah. Tak ada aktivitas manusia di dalamnya dan terasa sangat hening. Bocah pendek yang biasanya berdiri di dapur menyiapkan makanan kini tak ada lagi. Hanya hembusan angin sore juga cahaya matahari dari ufuk barat yang mengisi dapur itu.

Mata sipit Levi melirik ke atas meja makan dan ternyata sudah ada makanan disana. Asapnya masih mengepul tanda makanan itu baru saja matang beberapa saat lalu. Selain makanan, juga ada satu cangkir teh hitam tersedia. Kuchel belum pulang di jam segini, meyakinkan Levi bahwa orang yang memasak itu adalah Petra.

Tapi dimana bocah itu? Kenapa tidak ada?

"Woy, bocah! Dimana kau?!" Levi setengah berteriak. Kakinya melangkah buru-buru menyisir ke setiap sudut rumah. Mencari keberadaan si bocah pendek. Tapi nihil, Petra seolah lenyap begitu saja.

Sampai akhirnya langkah itu terhenti di depan pintu kamar ber-cat coklat tua. Itu adalah kamar Petra. Levi tak peduli dengan privasi saat ini, ia memutar kenop pintu dan masuk kesana. Berharap menemukan Petra disana. Levi tidak peduli jika Petra sedang tertidur santai atau menemukannya dalam keadaan telanjang. Ya, Levi sama sekali tidak peduli. Yang ia harapkan hanyalah keberadaan Petra.

"Bocah!" teriak Levi ketika membukakan Pintu.

Hening.

Lagi-lagi keheningan yang Levi dapat. Petra tidak ada bahkan di kamarnya. Kamar berukuran 3×4 itu sangat dingin juga sepi seperti tak terdapat tanda-tanda kehidupan. Ranjang yang rapi, lantai yang bersih, dan lemari geser kecil di pojok. Levi akui Petra cukup perhatian dalam kebersihan. Selain itu, kamarnya juga wangi. Meskipun bersuhu dingin namun masih ada aroma tersimpan disana.

Aroma stroberi dan vanilla. Aroma tubuh Petra. Aroma yang sempat memabukkan Levi kala itu.

Levi mulai berpikir apa jangan-jangan bocah pendek itu kabur karena tidak betah tinggal di rumahnya. Atau bisa saja dia ketakutan gara-gara ancamannya tadi pagi. Yang Levi takutkan justru bukan itu, bagaimana kalau Petra kabur karena ingin melapor tentang perbuatannya saat itu, dan Levi akan dipenjara karenanya.

Holy shit.. Itu tak boleh terjadi!

Kemudian Levi mendekati jendela yang mengarah langsung keluar, beranggapan bahwa Petra bisa saja pergi lewat sana. Akan tetapi mustahil karena jendela itu sudah terkunci dari dalam. Jika Petra berhasil pergi melalui jendela, maka Petra tidak akan bisa menguncinya lagi. Karena jendela itu terkunci rapat seperti belum disentuh sama sekali. Belum puas, tangan kokoh Levi menggeser lemari Petra yang ada dipojok, di dalam lemari kecil itu berjejer baju-baju milik Petra baik yang digantung ataupun ditata rapi. Levi menghirup nafas lega pada akhirnya. Itu berarti Petra tidak kabur. Namun helaan nafas lega itu tak berlangsung lama dikarenakan keberadaan Petra yang masih misteri.

"Awas saja kau bocah jika aku menemukanmu, kali ini aku benar-benar akan mencekikmu." geram Levi.

Sebuah sweater berukuran kecil tiba-tiba menarik perhatian Levi. Ketika Levi mengambilnya ia bisa mencium aroma stroberi serta vanilla yang menempel pada sweater tersebut. Levi menghirupnya dalam-dalam seolah merasakan sosok Petra dalam dekapannya. Namun otak warasnya segera kembali bekerja dan buru-buru Levi pun menyimpannya ke tempat semula.

"Tch. Aku jadi seperti om-om cabul."

Keadaan masih sepi. Sedangkan jam terus berdenting hampir menunjuk angkat setengah enam. Tak ingin terlarut, Levi keluar melanjutkan pencariannya. Dan benar saja, indera pendengarannya langsung menangkap suara familiar seorang perempuan. Levi yakin itu adalah suara perempuan yang sedang ia cari. Tanpa pikir panjang lagi Levi segera mendekat menuju sumbernya.

My Cutie SisterDove le storie prendono vita. Scoprilo ora