[28] the past

4.2K 208 25
                                    

Levi berdiri dekat jendela. Langit jingga dengan awan cirrus, angin yang menggoyang lembut kelopak bunga-bunga di halaman depan rumah. Ia berjalan menuju kamar seseorang, kamar itu ialah milik Petra. Kamar yang memiliki harum stroberi. Begitu membuatnya candu.

Kamar itu terlihat sangat bersih bak mengkilat, tempat tidurnya pun rapi. Pria itu tersenyum tipis, Petra menjadi clean freak seperti ini pasti gara-gara dirinya. Kemudian, secarik kertas yang mencuat dari dalam laci tiba-tiba mengalihkan perhatian Levi. Ia mengambilnya, dan nampaklah tulisan rapi dari atas kertas putih tersebut.

Beribu-ribu hari telah kulewati namun aku belum tahu seperti rupa wajah kedua orang tuaku. Aku belum merasakan kasih sayang kedua orang tua dan sepertinya tidak akan pernah. Kuharap, aku bisa dipertemukan dengan mereka walaupun hanya dalam mimpi.

Selesai membaca uraian kata-kata itu, hati nurani Levi tergerak. Ia sadar jika selama ini ia kurang menghabiskan waktu bersama Petra. Levi terlalu memikirkan diri sendiri. Padahal sebagai seorang pria dewasa, Levi harusnya paham bahwa perempuan hamil seperti Petra pasti membutuhkan seseorang tuk berada disisinya. Levi juga tidak tahu penderitaan apa yang Petra rasakan selama ini, mengingat ibunya tampak tidak suka padanya setelah kejadian dimana ia hamil.

Tentu sakit rasanya.

"Hmm..." Levi mengusap wajahnya kasar, "kemana saja aku selama ini.."

Jam tangan perak yang melingkar pada pergelangan tangan ia lirik sejenak, hari sudah mulai sore, namun Petra belum juga menunjukkan batang hidungnya. Kemana gadis itu pergi sebenarnya? Levi khawatir. Hah, khawatir? Iya benar, Petra harusnya tidak boleh berkeliaran terlalu lama dalam kondisi hamil seperti saat ini. Tapi jangan salahkan Levi, karena Levi tidak tahu jika Petra akan pergi selama ini.

Oke, kesampingkan dulu hal itu, suara Kuchel dari luar kamar Petra tiba-tiba muncul mengejutkan Levi.

"Ibu?"

"Sedang apa?" tanya wanita tersebut.

Levi mengangkat bahu, "mengecek? Aku khawatir Petra tidak membersihkan kamarnya."

Kuchel membisu. Menyadari hal itu, Levi pun menghampirinya.

"Kau benar-benar akan menikahinya?" tanya Kuchel.

"Hm??"

"Kau akan menikahinya?" ulangnya lagi.

"Iya." jawab Levi tegas. Terlihat sangat bersungguh-sungguh.

"Kenapa.." lirih Kuchel. "Dia adikmu."

"Tapi dia bukan saudara kandungku, kan?"

"Apa?"

"Dia memang adikku tapi hanya sebatas saudara angkat. Artinya, kami tidak memiliki hubungan darah. Kami tidak lahir di rahim yang sama dan aku bisa saja menikahinya."

"Tapi dia sudah ibu anggap sebagai putri ibu sendiri!" bentak Kuchel. Nampaknya wanita ini masih belum bisa menerima.

"Lalu ibu ingin aku bagaimana? Apa ibu akan tega membiarkan Petra seperti itu? Maksudku, tanpa seseorang yang menemaninya sebagai suami?"

"Levi.. Bagaimana kau bisa punya pikiran untuk berbuat hal tersebut kepada Petra?"

"Sejak awal aku sudah menyukainya." Levi menjawab, kali ini lebih berani. Karena Levi pikir sudah tidak ada lagi yang harus disembunyikan.

"A-pa..?" Dada Kuchel merasa sesak. Matanya berair membasahi pipinya.

"Mungkin ibu bosan mendengarnya, namun aku benar-benar minta maaf karena untuk yang kali ini aku tidak menuruti perkataan ibu. Aku akan tetap menikahi Petra apapun caranya, dengan begini setidaknya bisa menunjukkan bahwa aku bisa bertanggung jawab."

My Cutie SisterWhere stories live. Discover now