1. Kamar Asing

21K 1.3K 25
                                    

Disclaimer: Ini adalah cerita fantasi. Segala yang tertulis di sini adalah murni pemikiran dan riset Ryby semata, tetapi tidak ada sangkut pautnya pada tokoh, tempat, ras, adat, tradisi, atau agama mana pun.

***

Fiona mengerjap-ngerjapkan mata. Ia tidak tahu sudah tak sadarkan diri berapa lama. Kepalanya terasa dihantam benda tumpul berkali-kali di sisi kanan dan kiri. Padahal seingatnya, tadi dia sedang berada di kamar sendirian, menghabiskan rawon yang baru saja dimasaknya sebelum matahari terbenam. Setelah suapan terakhir dia malah merasakan pusing yang begitu hebat.

Dalam keadaan berbaring, Fiona memandang ke sekeliling. Ruangan tempatnya berada saat ini begitu gelap. Tidak ada pencahayaan sedikit pun, hanya sinar rembulan yang masuk melalui jendela. 

Aneh sekali. Tadi dia makan rawon dalam keadaan lampu dinyalakan, Fiona ingat betul itu. 

Apa sedang mati lampu? pikirnya.

Selain gelap, wangi ruangannya juga beda. Rumah yang ia tinggali selalu diberi aroma bunga lavender di sudut ruangan. Karena mendiang neneknya suka. Katanya, supaya tidak ada nyamuk.

Akan tetapi, di ruangan ini, Fiona lebih mencium aroma keringat tubuh manusia ketimbang bunga. Ada campuran bau alkohol juga. Seperti ada yang baru habis mabuk. Tercium cukup dekat. Fiona yakin, bukan berasal dari dirinya. 

Aku cuma baru makan rawon! Apa biji kluwek yang kupakai masak tadi mengandung sianida? Tidak mungkin, kan?

Rasa pusing itu kembali menyerang. Fiona hendak memijit kepala, lalu menyadari kalau tangannya berada di bawah balutan selimut tebal. Kebingungannya bertambah. Fiona tidak punya selimut semacam ini.

Gadis itu memutuskan untuk menegakkan badan. Sekelilingnya tampak makin jelas, setelah tadi ia hanya bisa melihat bagian langit-langit. Ada berbagai perabotan warna putih, dengan hiasan ukiran di tiap sudut pinggirnya. Luas kamar ini jelas tiga kali lipat dibanding kamar Fiona yang sebenarnya.

Ranjang tempat Fiona duduk saat ini pun bukanlah miliknya yang biasa. Lebarnya dua kali lipat dibanding miliknya. Kain alasnya begitu lembut dan halus, tampak seperti barang mahal. Mulut Fiona tak dapat mengatup, terlalu melongo melihat semua itu.

Jantungnya berdegup kencang. Fiona menyadari, saat ini ia sedang berada di tempat yang sangat asing, dalam keadaan hanya memakai gaun putih yang tipis, bahkan hampir transparan, di bawah selimut. Berbagai pikiran buruk mulai muncul.

Apa aku sedang diculik? Di mana aku sekarang?

***

Satu bulan yang lalu.

"Fi, kamu dipanggil sama bos, tuh." Suara Dea membuyarkan lamunan Fiona yang sedari tadi duduk termangu di meja cubicle miliknya. Layar komputer di hadapan gadis itu menampilkan dashboard grafik penjualan produk tas dan pakaian BX Apparels secara daring selama setahun terakhir.

Berbagai nama online marketplace terkenal terdaftar di grafik tersebut, dalam satu kolom panjang. Sementara itu, di tabel samping kanannya berderet sejumlah angka yang menunjukkan performa kampanye iklan dan diskon produk perusahaan yang dipasang oleh Fiona. 

Kini, gadis itu menatap salah satu tabel yang angka penjualannya merosot di semua marketplace.

"Pak Theo, Mbak?" tanya Fiona memastikan.

Dea mengangguk. "Sori, aku udah bilang alasannya, tapi beliau tetap pengen ngomong langsung sama kamu."

Fiona beranjak dari kursi dan melangkah gontai ke arah suatu ruangan besar yang ada di sisi barat kantor ini. Itu adalah ruangan atasannya, Theodore. Pria berusia setengah abad itu menjabat sebagai pimpinan operasional di BX Apparels, tempat Fiona bekerja.

Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang