40. Perasaan Lucas

5.1K 720 25
                                    

"Haaahh ... ." Ini adalah ke sekian kalinya Lucas mendesah napas panjang, selama perjalanannya ke luar kota di dalam kabin. Ia terus-menerus memandang ke luar jendela, melihat pemandangan desa yang kereta kuda Foxton lewati.

Perjalanan menuju kota Hamich memakan waktu dua hari satu malam. Lucas dan Linden menempati kereta kuda yang sama, sementara orang tua mereka, para pelayan, dan barang-barang berangkat dengan kereta lain. Rombongan telah pergi dari kota Warwick sejak kemarin. Bila tanpa kendala, sore ini seharusnya mereka telah tiba di kastel Dunhill.

Melihat pemandangan seharusnya dapat menenangkan hati dan pikiran Linden, yang setiap harinya banyak pekerjaan sebagai komandan pasukan, kalau saja kakaknya tidak mendesah lelah sepanjang perjalanan. Yang barusan tadi, Linden sudah menghitung kesepuluh kali sejak kemarin.

"Ada apa?" tanya Linden seraya menoleh pada Lucas. Kakaknya itu tidak membalas tatapannya, hanya terus melihat pemandangan di luar seraya berkata, "Tidak ada apa-apa."

Sebenarnya Linden tahu penyebabnya, hanya ia tidak mau ikut campur. Namun, desahan Lucas terus-menerus ternyata lumayan mengganggu.

"Kalau rindu, kenapa malah pergi?" tanya Linden langsung pada intinya.

Spontan, Lucas menoleh. Wajahnya merah seketika. "A-apa maksudmu?"

"Fiona. Kalau memang hatimu tertinggal di rumah, kenapa malah nekat pergi?" tanya Linden lagi.

"Tidak semudah itu ... ." jawab Lucas singkat. Perjalanan ke kastel Dunhill ini atas permintaan sang ayah yang ingin menunjukkan pada semua orang kalau dialah penerus keluarga. Tidak mungkin Lucas menyia-nyiakannya begitu saja.

Di samping itu, Lucas pergi untuk menenangkan hati. Setelah kejadian kemarin saat berdua saja dengan Fiona, Lucas takut ia akan berbuat lebih jauh lagi pada gadis itu. Ia juga merasa aneh dengan apa yang dirasakannya kini, setiap kali melihat Fiona.

Selama ini, ia hanya memandang Fiona sebagai orang yang akan menuruti kemauannya kapan pun, sesuai perjanjian telah mereka tanda tangani. Namun, beberapa bulan terakhir, Fiona mampu mengubah kehidupan lelaki itu.

Sekarang, ada perasaan sayang tiap kali Lucas menghadapi Fiona. Ia tak mampu lagi berkata kasar pada gadis itu. Tak ada lagi keinginan untuk membuat Fiona menangis atas perlakuannya yang semena-mena. Lucas ingin menghormati Fiona layaknya seorang wanita yang kastanya setara. Ciuman untuk Fiona kini terasa hangat, tak seperti dulu.

Lucas ingin menenangkan diri dari keberadaan Fiona, tetapi sekarang bagai bumerang. Tiap detiknya, ia malah memikirkan gadis itu. Jantungnya berdegup kencang sampai tidak bisa tidur. Aneh, padahal mereka sudah sering bersentuhan, bahkan berbuat hal-hal yang lebih jauh. Namun, ciuman kemarin setelah sekian lama, membuat Lucas jauh lebih berdebar-debar dibanding pertama kali ia berhasil merenggut keperawanan Fiona, sewaktu gadis itu masih bekerja untuknya sebagai budak.

"Padahal nanti kita akan bertemu gadis-gadis yang lebih cantik," ujar Linden.

Lucas mengerutkan dahi. "Tidak ada yang seperti Fiona."

Linden meneliti wajah kakaknya sesaat, sampai Lucas merasa risi. "Apa?"

"Apa kau yakin, kau mendekatinya bukan hanya karena nafsu?" tanya Linden. Banyak putra-putra bangsawan sebaya mereka yang mendekati gadis berstatus rendah hanya untuk pelampiasan saja.

"Itulah yang ingin kubuktikan saat ini," sahut Lucas.

Linden tertawa kecil. "Di tempat tujuan kita nanti, akan ada banyak gadis-gadis yang lebih cantik. Kau pasti bisa melupakan Fiona."

"Entahlah." Lucas mengangkat bahu. "Kau sendiri, apa tidak ingin mencari pasangan?"

"Belum ada yang berhasil memikatku."

Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)Where stories live. Discover now