12. Linden

5.5K 707 2
                                    

"Ayah, apakah Ayah ada di dalam?"

Terdengar suara ketukan dari luar pintu di ruang kerja kediaman Foxton. Alfred yang sedang memeriksa laporan pajak rakyat provinsi Racian pun menghentikan kegiatannya. 

"Masuklah," ucap Alfred. Seorang pengawal membukakan pintu, dan tampaklah sang putra bungsu memasuki ruangan. Pakaian zirah yang dikenakannya, serta helm di tangan menunjukkan bahwa Linden baru saja kembali dari luar kota.

"Kau sudah mengetahui motif penipuan yang dilakukan oleh Viscount Frederik pada kakakmu?" tanya Alfred tanpa basa-basi. 

Linden menatap ayahnya sejenak, sebelum mengembuskan napas perlahan. Lelaki itu mengempaskan tubuhnya ke sofa. "Kau tidak menanyakan kabarku dulu, malah langsung membicarakan Kakak?"

"Kenapa kau jadi sensitif begitu?" tanya sang ayah.

"Tidak ada apa-apa, hehehe!" Linden tersenyum lebar. Namun, matanya menyiratkan hal lain. Meski begitu, ayahnya tidak menyadari.

"Kalau begitu, segera berikan laporanmu." Duke Alfred berkata seraya menandatangani berkas-berkas. 

Sembari bersandar santai, dan meminum teh yang baru saja dibawakan oleh seorang pelayan, Linden berkata, "Ya, seperti dugaan Ayah sebelumnya. Ia ingin menjatuhkan kita lewat kepolosan kakak."

"Kurang ajar! Beraninya dia berbuat seperti itu pada darah Foxton!" teriak Alfred geram. Pukulan tangannya yang mengepal di atas meja mengejutkan para pengawal yang berjaga di dekat pintu, tetapi tidak begitu pada Linden. Ia tetap tenang saja menyesap tehnya. "Sudah kau selesaikan masalahnya, bukan?"

"Tentu. Dia sudah kujebloskan ke penjara," sahut Linden, santai. Cangkir teh di tangannya telah kosong. Ia menghabiskan isinya dalam sekali tenggak.

Ayahnya tersenyum puas. "Bagus! Kau memang selalu bisa diandalkan! Harusnya Lucas itu mencontoh dirimu!"

Linden mengibaskan tangan. "Jangan seperti itu."

"Apa maksudmu?" Alfred mengerutkan dahi. 

"Kakak hanyalah orang yang terlalu baik. Ayah tahu, bukan, hal itu menurun dari siapa?"

Alfred menghela napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. "Dari ibumu, tentu saja." 

Sifat Lucas memang mirip sekali dengan ibunya, Sofia. Mereka berdua terlalu berprasangka baik pada semua orang. Sifat yang sebenarnya sangat mulia, tetapi tidak cocok bila ingin menjadi kepala keluarga Duke Foxton. Memimpin provinsi Racian yang terdiri dari banyak kota, tidak mungkin setiap orang yang ditemui selalu memiliki hati yang putih bersih. Pasti akan ada, satu atau dua orang yang berniat memanfaatkan kedudukan keluarga Foxton. Bila dipimpin oleh orang yang terlalu naif, maka cepat atau lambat akan terjadi bencana.

"Linden, kau harus tetap mengawasi kakakmu, ya!" peringat Alfred.

Si bungsu tertawa mendengarnya. "Padahal, aku ini yang adik, tapi aku pula yang harus mengawasi kakakku!" Linden memanggil pelayan di sudut ruangan, meminta secangkir teh kedua. Tak lama, minumannya telah siap kembali di depan meja.

"Karena kau lebih bisa diandalkan," sahut Alfred singkat. "Kau ini, minum teh terus!"

Cangkir teh kedua sudah setengah habis. Alfred geleng-geleng melihat tingkah putra keduanya itu. Linden tersenyum lebar. "Teh bisa membuatku terjaga. Aku tidak suka kopi!" Linden meletakkan cangkirnya kembali di atas meja. "Semua tugas Kak Lucas yang kukerjakan membuatku selalu mengantuk!"

Alfred mengembus napas seraya menatap si bungsu. "Kumohon bersabarlah. Anggap saja latihan, karena kalau kakakmu gagal mengolah lahannya itu, gelarku akan turun padamu."

Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)Where stories live. Discover now