33. Hari Pembukaan

4.7K 703 14
                                    

Belasan menit sebelumnya.

"Benarkah ini tempatnya?" Dua orang wanita berjalan di sekitar gang pertokoan, salah satunya memegang selebaran berisi iklan pembukaan kedai dan sayembara. Mereka berhenti di depan sebuah bangunan kedai kayu. Ada spanduk gambar tinggi yang terbingkai, berdiri di depan pintu. Gambarnya adalah pria berpose makan yang sama dengan yang ada di selebaran. Mereka mencocokkan kedua gambar tersebut. Wanita lainnya tampak mengangguk-angguk kecil.

"Rasanya aku pernah ke tempat ini dulu ... tapi, tampilannya sudah berbeda, ya?" Sang wanita mengintip ke dalam bangunan kedai yang ia yakini pernah didatangi sebelumnya. Berbeda dengan kedai yang dulu bersuasana gelap dengan dinding kayu lapuk, kini di hadapannya ada sebuah kedai yang telah direnovasi. 

Yang tadinya kedai tersebut memiliki dua pintu sayap berdecit saat dibuka, sekarang telah diganti menjadi pintu kaca tinggi yang menyentuh langit-langit. Di kanan kiri, jendelanya juga diubah. Sebelumnya hanya lubang ventilasi kecil. Kini telah diganti kaca yang sama tingginya seperti pintu, dan bisa dibuka. Saat siang, cahaya matahari dapat masuk memenuhi ruangan, menghilangkan kesan suram yang ditampilkan. Hiasan dekorasi karpet-karpet tua di dinding sudah disingkirkan, berganti lukisan-lukisan mini yang disusun apik. Dinding kayunya yang lapuk juga telah diganti dengan kayu baru. 

"Wah, jadi cantik sekali kedainya!" seru wanita tersebut. Namun, saat ia dan temannya sedang asyik melongok ke dalam kedai lewat jendela, seorang pria menegur mereka.

"Nyonya, antre, ya, kami sudah menunggu hampir satu jam di sini!"

"Benar! Benar!"

Kedua wanita tersebut baru menyadari, di dekat mereka ada antrean panjang, dari depan kedai sampai ujung gang masuk. Mereka berdua menunduk-nunduk meminta maaf, lalu segera menempati urutan terakhir. 

Orang-orang dalam antrean saling mengobrol, dan mempertanyakan kapan kedainya akan dibuka. Salah satunya menyahut, "Masih sepuluh menit lagi!"

Waktu yang dinantikan pun tiba. Dua orang gadis keluar dari kedai, membawa setumpuk kayu bakar dan perlengkapan memasak. Seorang pria bertubuh buncit dan beruban mengekor dari belakang, dengan mudahnya menggotong sebuah meja panjang. Seorang lagi adalah pemuda bertubuh tinggi, ramping dan tegap. Rambut peraknya disisir rapi ke belakang, memancarkan ketampanan dan aura elite yang berbeda dari tiga orang lainnya. Pemuda tersebut membawa panci besar beserta tiang untuk menggantung benda tersebut.

Semua pengunjung menyaksikan apa saja yang dibawa oleh keempat orang ini. Begitu si pemuda berambut perak keluar, para wanita terkesiap. Rona wajah mereka memerah, lalu mulai berbisik-bisik.

"Siapa dia?"

"Wajahnya mirip sekali dengan Tuan Linden Foxton, tetapi yang ini rambutnya berbeda!"

"Ah, mirip sekali dengan Tuan Besar Duke Foxton sewaktu muda!"

Setelah keempat orang tersebut menyusun peralatan demo masak, mereka berdiri menghadap para pengunjung, yang sekarang sedang mengelilingi. Si pemuda berambut perak mengedarkan pandangan sejenak, lalu menarik napas perlahan dan mengembuskannya. Ia menyunggingkan senyum, seraya berkata, "Selamat datang, Tuan dan Nyonya. Nama saya adalah Lucas Foxton, pemilik dari kedai ini."

"Apa?! Lucas Foxton?" Seluruh pengunjung saling melempar pandangan satu sama lain. Beberapa dari mereka sampai membekap mulut masing-masing karena tak percaya. "Tuan Lucas Foxton yang dulu gemuk itu?!"

***

Lucas memandang ke sekeliling. Ia menelan ludah ketika melihat para warga menyadari perubahan tubuhnya. Lucas bukan lagi pemuda gemuk seperti dulu. Tiga bulan telah berlalu dan berat badannya turun sebanyak belasan kilogram. Sudah cukup ideal. Ia pun menjalani hidup sehat dengan banyak makan sayuran dan buah-buahan, serta tak lagi sibuk memakan camilan bila sedang stres. 

Kedai Rawon di Isekai (TAMAT - Republish)Where stories live. Discover now