part 35

17.4K 1.2K 28
                                    

Javier meyakinkan ayahnya bahwa ia akan berhasil dan Nachella juga pasti kembali padanya. Walaupun Darwis menganggap itu hanya angan-angan anaknya saja.

"Waktu itu kalianlah yang memaksa kami bercerai, tanpa memberi ku waktu untuk membuktikan kebenarannya."

Memang kasihan melihat anaknya menanggung kesalahan yang belum tentu ia lakukan.

"Lalu, apa yang bisa kau buktikan?"

"Nanti juga Ayah akan tahu, karena kali ini aku tidak ingin Ayah menghentikan ku lagi."

"Aku menghentikanmu karena kau itu bodoh! Ingat setelah sehari kau bercerai dengan Nachella, waktu itu juga kau ingin menculiknya bukan?"

Entah Javier ini meniru sikap siapa sampai kelewatan bodoh. Yang Darwis yakini, itu bukan diturunkan darinya.

"Karena aku mencintainya, kalian yang ikut campur urusan kami dan memaksa kami berpisah. Tidak direstui itu sakit."

"Tetap saja, tindakanmu itu gila. Itu bisa menimbulkan permusuhan antara keluarga kita dan keluarga Nachella, kau tidak memikirkan itu?"

"Apa Ayah tidak memikirkan aku? Ayah yang merencanakan pernikahan kami dan Ayah juga yang mendukung perceraian itu."

Pernikahan tanpa didasari cinta, tentu membutuhkan waktu untuk menjalin hubungan dalam rumah tangga. Tapi kenapa setelah Javier mulai mencintai Nachella, mereka harus dihadapkan dengan perpisahan.

Dan lagi-lagi karena paksaan kedua orang tua mereka. Javier merasa pendapatnya tidak pernah didengar.

"Tidak bisakah kau memulai hidup baru saja? Aku sudah bosan menghadapi sikapmu yang berubah-ubah." Selangkah Darwis mendekati Javier, sambil menahan kesal.

"Aku sudah bertekad. Tidak ada yang bisa menghalangi."

"Meski kau menentang orang tuamu sendiri?"

"Baru dua bulan saja Ikasya ada disini aku sudah muak. Ayah ingin menghukum ku selamanya?"

Javier mengerti maksud ayahnya yang mengatakan memulai hidup baru, itu pasti ia harus menerima Ikasya di sisinya. Javier yakin ayahnya pun mulai gila.

"Bukannya dia wanita yang sangat kau cintai?"

"Tidak! Aku sudah tidak mencintainya! Bahkan seujung kukunya saja aku benci!"

"Terserah kau membencinya atau tidak. Yang pasti, niatmu untuk kembali pada Nachella, ayah tidak setuju. Cukup! Jangan mempermalukan ayah dan ibumu lagi Javier."

"Aku tidak membutuhkan persetujuan ayah ataupun ibu, ini kehendakku sendiri."

Darwis memejamkan matanya dan menarik napas dalam-dalam. Sungguh, bicara dengan batu rasanya lebih baik daripada menghadapi sikap keras kepala Javier. Dosa apa yang ia perbuat sampai-sampai dititipkan seorang anak bajingan seperti Javier.

"Begini saja, masalah Ikasya terserah padamu. Buktikan saja kalau kau betul-betul tidak bersalah atas kehamilannya. Tapi jangan karena ingin mendapatkan Nachella kembali. Buktikan bahwa tuduhan itu salah, hanya itu."

"Karena tuduhan yang salah itulah aku kehilangan Nachella."

"Sebelum adanya tuduhan itupun Nachella berniat ingin bercerai darimu, bukan karena Ikasya, tapi dia memang sudah tidak mencintaimu lagi. Pahami keadaan Javier! Jika terbukti kau tidak bersalah pun, dia tidak akan berbalik padamu."

Darwis mengetahui bahwa Nachella ingin bercerai dari Javier sebelum kejadian itu, karena Marvin yang jujur padanya setelah beberapa hari perceraian Javier dan Nachella.

Awalnya Darwis tidak percaya Nachella pernah mengajukan cerai pada Javier, karena yang ia tahu, wanita itu sepenuh hati mencintai suaminya. Namun setelah mengetahui kebenaran itu, Darwis meyakini pasti Nachella sudah cukup menderita hidup bersama Javier. Karena itulah dia tidak setuju jika Javier membuat kesepakatan yang hanya menguntungkan dirinya saja.

"Dan Nachella tidak akan perduli jika anak yang dikandung Ikasya itu anakmu atau bukan. Di matanya kau tetaplah bajingan," sambungnya.

"Hentikan pembicaraan ini Ayah." Javier yang tidak ingin terus-terusan berdebat, memutuskan untuk keluar dari ruangan itu.

"Aku tidak ingin kau menjadi bejat seperti ini hanya karena wanita! Apa hanya karena cinta hidupmu hancur? Kenapa lemah sekali kau jadi laki-laki?"

Darwis yang mengikutinya dari belakang pun, belum putus-putusnya mengeluarkan kata-kata yang mampu memanaskan telinga Javier.

Mendengar ayahnya semakin meninggikan suaranya, Javier berjalan lebih cepat sambil menutup telinga dengan kedua tangan. Tepat didepan pintu,saat Javier hendak keluar, tanpa disengaja ia menabrak seseorang yang berlari berlawanan arah.

Javier sempat kehilangan keseimbangan karena mereka bertabrakan begitu keras, tapi tubuhnya ditahan oleh Darwis dibelakang, dan Javier tidak berhasil jatuh.

Melihat orang itu tersungkur dilantai, Javier membulatkan matanya dengan kemarahan semakin meluap-luap setelah tahu siapa yang menabraknya.

"Sudah kukatakan berkali-kali kau jangan ke ruanganku Ikasya! Untuk apa kau kesini dengan berlari seperti itu?!"

Ikasya hanya melihat wajah Javier tanpa mengucapkan satu kata pun. Matanya terlihat seperti sedang menahan sakit. Bunyi jatuhnya saja nyaring terdengar, sudah pasti sakitnya tak tertahankan untuk ukuran wanita rapuh seperti Ikasya.

"Apa? Kau berharap aku membantumu? Hah! Berdiri sendiri!"

"Cepat berdiri! Kau mengotori lantai saja." Javier menghentakkan kaki kirinya dengan keras.

Ikasya memegang perutnya, ia berharap jatuh seperti itu tidak berpengaruh pada kandungannya. Dengan tertatih, ia mencoba berdiri sambil merapikan gaun yang ia kenakan.

Saat melihat tatapan tidak suka Darwis padanya, Ikasya menahan keinginannya untuk menunggu Javier menolongnya. Lagi pula kedua pria dihadapannya sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan.

"Aku tidak ingin melihatmu terus menemuiku." Setelah berkata seperti Ikasya yang membisu, berdiri sambil menitikkan air mata.

________

"Bagaimanapun caranya, dia harus lebih dulu meninggalkan dunia ini. Aku tidak ingin kerajaan ini jatuh ke tangannya." 

"Kau akan dianggap berhianat karena memiliki niat jahat seperti itu."

"Aku sudah berkhianat dari dulu kau tahu?"

"Penghianatan pertama yang menjadikan kau seorang Ratu?"

"Yah, kau mengetahuinya dengan jelas."

"Tentu saja, sikap serakahmu itu nantinya akan menjadi malapetaka."

Kedua orang itu berbincang tanpa takut didengar, karena tempat yang kedap suara membuat mereka bebas tertawa dalam ruangan itu.

"Dalam waktu dekat, anakku akan kembali. Dia akan lebih dulu membuat malapetaka untuk mereka yang menentangku." Wanita itu menghirup aroma secangkir teh yang ada di tangannya sembari tertawa lepas.

_________

Duke, Ayo Kita Bercerai! Where stories live. Discover now