part 37

15K 1K 11
                                    

Di tengah keadaan yang membuatnya kalut, Ikasya sudah tidak bisa membantah atas semua pernyataan yang memang benar dia pantas disalahkan. Melihat tatapan dari orang-orang yang ada disana membuatnya takut, tidak satupun memihak padanya.

Ikasya masih tidak ingin mempertanggung jawabkan perbuatannya, tapi tidak ada cara untuk lolos begitu saja.

Disaat yang lain sedang sibuk mendamaikan Javier dan Hendrick berdebat, Jaeden menghampiri Ikasya yang sudah terlihat prustasi.

"Jangan berpikir kau akan selamat setelah ini." Jaeden memasang wajah dingin dihadapan Ikasya.

Tidak terima atas perlakuan Jaeden padanya, Ikasya berusaha tersenyum seolah ia baik-baik saja. "Apa maksudmu?"

"Serius kau menanyakan itu? Apa kau tidak paham situasi yang kau hadapi saat ini?"

Menyedihkan melihat wanita yang pernah ia cintai berakhir seperti itu, tapi Jaeden tidak merasa kasihan sedikitpun, ia justru puas Ikasya menderita.

"Aku tidak akan berakhir semudah itu."

"Aku juga tidak ingin kau berakhir semudah itu. Kau harus lebih tersiksa sebelum mati."

Sebesar itu rasa dendamnya pada Ikasya. Jaeden menyesal sudah menjadi orang jahat setelah kematian ibunya. Itu semua karena Ikasya yang terlalu banyak menuntut. Semua yang Ikasya inginkan sudah ia penuhi sampai menghabiskan harta peninggalan orangtuanya.

"Aku tidak akan mati!"

"Kau pasti akan dihukum mati karena sudah menghilangkan nyawa orang. Aku yakin kau tidak sebodoh itu kan? Hukuman apa lagi yang pantas untukmu selain itu."

"Tidak ... tidak akan ... aku...." Ikasya masih saja menyangkal, ia terlihat mulai gila sekarang. Sudah tidak ada cara yang dapat ia pikirkan.

"Kau tahu siapa yang paling dirugikan atas perbuatanmu?"

"Aku tidak mau tahu!"

"Raka." Biarpun Ikasya tidak perduli, Jaeden tetap menjawab. Dan benar, Ikasya semakin prustasi saat memikirkan anaknya yang sudah lama ia tinggalkan.

"Kau ingin anak sekecil itu tidak memiliki ibu, apalagi ia mempunyai seorang ayah yang jahat seperti ku?" Mata Jaeden sudah berkaca-kaca mengingat perlakuannya yang berubah pada Raka setelah ia menjadi seorang bandit.

Jaeden melihat ke arah perut Ikasya, ia masih menyayangi anaknya di dalam sana.

"Anak itu pasti juga kecewa padamu." Jaeden segera memalingkan tubuhnya membelakangi Ikasya dan menyeka air matanya. Kenapa juga disaat seperti ini ia harus menangis, Jaeden merasa dirinya konyol. Tapi rasa bersalah pada anaknya lah yang membuatnya rapuh.

Begitupun Ikasya, ia kembali memikirkan Raka, anaknya. Apa yang akan dihadapi Raka jika ia tidak ada nanti.

"TIDAAAKK!!" Ikasya berteriak dan berhasil mengalihkan perhatian yang lain, dan menghentikan perang dingin yang terjadi antara Javier dan Hendrick.

Mereka semua melihat Ikasya menangis. Ikasya terus berkata 'tidak' sambil menggelengkan kepala dengan kedua tangan yang mengacak-acak rambutnya. Ikasya terlihat sangat kacau.

"Kenapa dia?" Mark yang juga heran bertanya pada Zen.

"Kulihat tadi dia habis bicara dengan Jaeden, kurasa dia mulai gila,"jawab Zen.

Mark sudah tidak melihat keberadaan Jaeden disana. Saat memalingkan tubuhnya kebelakang, ia mendapati Jaeden berjalan keluar meninggalkan ruangan itu.

"Kalian jangan diam saja, bantu aku menenangkannya!!" Nachella tidak ingin Ikasya membuat keributan disaat masih ada merina terbaring tidak bernyawa di dekatnya.

Duke, Ayo Kita Bercerai! Where stories live. Discover now