Bab 19

563 36 5
                                    

Ilham dan Pak Asep pun segera masuk ke dalam rumah Kiai Sobirin. Betapa terkejutnya Ilham ketika melihat siapa saja yang berada di ruang tamu. Ada tiga orang yang sedang duduk sambil memandang ke arahnya. Ilham berusaha menyembunyikan rasa gugup.

"Apa kabar, Ham?" Wawan beranjak dari duduk dan segera memeluk Ilham.

"Kabar baik, Mas." Ilham membalas pelukan Wawan dengan hangat. Meskipun Wawan adalah keponakan bapaknya, namun Ilham tetap menghormatinya dikarenakan usia Wawan jauh lebih tua dibanding dirinya.

"Silahkan duduk," titah Kiai Sobirin.

Semua tamu yang datang, segera mengambil posisi duduk. Ilham celingukan, selain bapaknya dan juga Wawan, ada dua orang yang tidak ia kenali. Ilham hanya mengamati wajah kedua orang tersebut, tanpa berani bertanya kepada bapaknya.

"Maaf Pak Kiai, jika kedatangan kami mengganggu waktu Pak Kiai." Pak Asep membuka percakapan.

"Tidak ada apa-apa, Pak. Saya senang Bapak bisa berkunjung." Kata Kiai Sobirin dengan lembut.

"Maksud kedatangan kami ke mari, ingin menjenguk keadaan Ilham. Maklum Pak Kiai, dia ini anak saya satu-satunya. Saya begitu khawatir padanya." Ucap Pak Asep menjelaskan tujuannya datang ke Pondok.

"Tidak masalah, Pak Asep. Kami di sini selalu menyambut kedatangan para wali santri dengan senang hati. Saya sebagai pemilik Pondok Pesantren ini, sama sekali tidak membatasi ruang gerak para santri. Jadi-

"Assalamu'allaikum, Pak Kiai." Tiba-tiba Fadil datang memotong percakapan Kiai Sobirin.

"Wa'allaikumussalam, Dil. Ada apa?" Tanya Kiai Sobirin.

"Boleh minta waktunya sebentar," pinta Fadil sambil melirik ke arah Ilham. Pemuda itu tampak tegang.

"Boleh. Maaf, saya tinggal dulu." Ucap Kiai Sobirin kepada para tamunya.

"Silahkan, Pak Kiai." Balas Pak Asep.

Kiai Sobirin pun keluar rumah mengikuti Fadil.

"Pak, sebenarnya ada apa? Kok Bapak datang ke sini tidak memberi kabar dulu. Dan maaf, siapa mereka Pak?" Tanya Ilham menunjuk ke arah dua orang asing di samping Wawan.

Pak Asep hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ilham. Sementara dua orang tersebut, saling melirik satu sama lain tanpa bicara sepatah kata pun.

***

Malam yang panjang telah dilalui Ahmad seorang diri. Berulang kali ia terlihat menguap, namun tak kunjung tertidur. Listrik masih belum menyala. Lilin yang menerangi ruangan pun semakin mengecil. Ada pula yang sudah padam.

Kruuuk! Perut Ahmad berbunyi. Ia belum makan sedari sore. Ahmad beranjak mencari makanan yang ada. Namun, Ahmad tak menemukan apa pun di dapur. Lemari tempat penyimpanan bahan makanan pun kosong. Hanya ada sebotol air mineral yang tersisa. Ahmad segera mengambil botol tersebut, kemudian meneguk airnya secara perlahan.

"Alhamdulillah," ucap Ahmah penuh syukur. Setidaknya ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh.

Krieett! Terdengar suara derit pintu. Ahmad segera memeriksa keadaan. Pintu depan sedikit terbuka, padahal sebelumnya tertutup rapat. Ahmad menduga ada seseorang yang telah masuk ke dalam. Dalam keremangan, Ahmad melihat siluet seseorang sedang berdiri di dekat lemari.

"Siapa di sana!" Teriak Ahmad.

Hening.

Dengan langkah perlahan, Ahmad mencoba menghampiri bayangan tersebut.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang