Bab 29

551 36 2
                                    

"Hahaha!" Nyai Sekar tertawa keras mendengar ucapan Yudi barusan.

"Cinta? Kau bilang cinta? Apa saya tak salah dengar, cinta?" Ledek Nyai Sekar sembari memamerkan wajah tengil.

"Ya! Saya mencintainya!" Tegas Yudi.

Wus! Seketika tubuh Nyai Sekar berpindah tempat. Jemarinya sudah berada di leher Yudi. Mencengkeramnya begitu kuat. Tentu saja, Yudi terkejut, pernapasannya mulai terganggu.

"Jangan percaya dengan cinta, cinta itu omong kosong!" Tukas Nyai Sekar, jemarinya semakin mengerat.

"Uhuk, uhuk." Yudi mulai kewalahan. Meskipun ia sudah berusaha melepaskan diri, namun tetap saja tenaganya terkuras habis, sebab cengkeraman Nyai Sekar begitu kuat.

Indah hanya berdiam mematung melihatnya. Ia dilanda bimbang. Jauh di lubuk hati, ia menolak semua perbuatan yang selama ini dilakukan. Namun, hawa nafsu terlanjur menyeretnya masuk ke lubang kemaksiatan. Tak terasa, buliran air mata terjatuh membasahi pipinya.

"Hiks, hiks," Indah menjatuhkan diri ke tanah. Melempar pisau yang sedari tadi ia genggam. Menangis terisak kemudian bersujud.

"Astaghfirullahaldzim," lirihnya sambil terus menangis.

"Bangkit, gadis bodoh! Jangan terlena dengan ucapannya, semua laki-laki itu sama. Penipu handal yang pintar merayu wanita!" Seru Nyai Sekar.

Indah tak menghiraukannya, justru ia semakin mengencangkan tangisan. Dadanya terasa begitu sakit, entah itu penyesalan, atau apa. Indah sendiri tidak tahu.

"Nyai! Nyai!" Tiba-tiba ada seorang pemuda yang lari terbirit-birit menghampiri Nyai Sekar.

"Ada apa? Kenapa kau teriak seperti itu!" Tanya Nyai Sekar.

"I-itu ... i-tu, si Heru, dan para warga mengamuk," jawab pemuda tersebut.

"Biarkan saja, mereka tidak akan mampu melawan kita. Sekarang, kembalilah ke sana. Persiapkan rencana selanjutnya, saya akan segera menyusul. Saya tidak akan berhenti menyerang dan meneror mereka sebelum Bajingan itu keluar!" Titah Nyai Sekar kepada pemuda itu.

Dengan langkah cepat, pemuda tersebut berlari menuju desa. Namun, ia sempat melirik ke arah Yudi, ada tatapan yang berbeda dari pemuda itu, sebelum suara langkah kakinya hilang tersapu angin.

"Sekarang, kamu harus menuruti keinginan saya, pemuda bodoh! Pergi dan ajak Heru ke sini, kalau tidak, saya akan membunuh gadis itu, dan mencincang tubuhnya tepat di depan matamu," ancam Nyai Sekar sembari melirik ke arah Indah. Yudi yang sedari tadi kesulitan bernapas, seketika menganggukan kepala.

Nyai Sekar melepas cengkeraman tangannya di leher Yudi. Pemuda itu terbatuk-batuk. Kini udara di sekitarnya terasa luas, dibanding sebelumnya.

"Enyahlah kau!" Usir Nyai Sekar. Yudi dengan cepat, berlari menembus kegelapan. Perasaannya sedang kacau saat ini. Apakah yang dia lakukan ini benar? Untuk kesekian kalinya, Yudi menolak kata hati, hanya demi menolong orang lain.

***

Di tempat lain, Pak Asep dan rekan-rekannya, tampak menyiapkan suatu acara. Ia melakukan ritual pengabdian untuk Ilham. Alasan Pak Asep memasukkan Ilham ke Pondok, hanya karena ingin leluasa memata-matai Kiai Sobirin. Sudah lama Pak Asep curiga dengan Kiai tersebut. Sejak peristiwa kelam yang menimpa desa, sosok dukun yang menjadi rival Suparta tiba-tiba menghilang. Setelah lama di selidiki, ternyata Sobirin, merubah penampilannya, dan mendadak membangun sebuah pesantren.

"Pak Lek, apa Pak Lek sudah yakin, kalau Ilham harus mengikuti jejak kita? Apa sebaiknya kita tanya dulu saja, siapa tahu Ilham berubah pikiran." Wawan membuka percakapan. Ia sedikit tegang, melihat Pak Asep yang sedang memandikan Ilham dengan darah beserta kembang tujuh rupa.

JALAN PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang