Bab 39

529 27 11
                                    

"Astaghfirullahaladzim," ucap Ahmad seraya mengusap wajah dengan kedua tangan. Ia terus mencoba melupakan kejadian waktu itu, akan tetapi tentu saja hal itu bukan perkara yang mudah. Ada satu pertanyaan yang selalu berputar di dalam isi kepalanya. Dan sampai sekarang ia belum juga menemukan jawaban.

Siapa yang membantunya saat itu?

Ahmad memutuskan untuk keluar dari rumah Yudi. Ia sedikit acuh terhadap pemuda itu. Meskipun ingin sekali ia memukul kepala pemuda tersebut dengan sebuah balok kayu yang besar, agar isi otaknya bersih bersama dengan pecahnya kepala.

"Huft ..." Ahmad mengeluh panjang. Suasana malam semakin mencekam. Rumah para penduduk yang ditinggal penghuninya, hanya menyisakan puing kenangan. Entah, tersisa berapa warga yang kemungkinan masih hidup.

Ahmad berjalan ditengah gelapnya malam. Sunyi, bahkan suara hewan malam pun terdengar senyap. Ahmad melangkah perlahan, meninggalkan rumah Yudi. Ia melewati pohon beringin kembar yang sering kali di sana muncul bayangan Hawiyah adik perempuannya. Kali ini, bayangan itu juga seakan ikut menghilang.

"Dik ..." Ahmad terisak.

BRAK!

Ahmad segera menoleh. Ia mendengar suara pintu yang di dobrak. Pasti itu terjadi di rumah Yudi.

MAS!

Seketika Ahmad mengedarkan pandangan. Ia baru saja mendengar seseorang memanggilnya. Sekilas, ada bayangan yang melintas.

"Hawiyah!" Panggil Ahmad.

Kemudian muncul sosok gadis kecil dengan wajah pucat, di antara rerimbunan semak belukar yang tumbuh di sisi kiri beringin. Kali ini sosok itu tidak sendiri, melainkan bersama wanita dewasa yang juga berwajah pucat.

Ahmad segera mendekati sosok tersebut. Berharap bisa memeluk seerat mungkin, sayang keduanya sebatas bayangan saja.

"Bu ... Dik ..." lirih Ahmad dalam tangisnya.

Lalu tak lama kemudian, muncul juga sosok yang begitu ia rindukan. Tangis Ahmad semakin pecah.

"Pak ..." Ahmad menyeka air mata di pipi.

Ketiga sosok tersebut hanya menatap Ahmad tanpa bersuara. Begitu lama mereka saling memandang. Ahmad perlahan merentangkan tangan. Hendak memeluk, akan tetapi ia dikejutkan dengan pemandangan yang begitu mengerikan.

Sosok Hawiyah, sang ibu dan bapak, ketiganya saling melepas kepala masing-masing. Dan menentengnya di tangan. Hawiyah melesat pelan, dan memberikan kepalanya yang berlumur darah kepada sang kakak.

DIA YANG MELAKUKANNYA! DIA! DIA YANG KAU ANGGAP BAIK DAN SUCI! DIA! DIA! HAHAHA!

Tawa Hawiyah begitu melengking. Sampai membuat hidung dan telinga Ahmad berdarah. Kepala Hawiyah menyeringai, kedua matanya melotot, dan memamerkan gigi-giginya yang runcing dan hitam.

"Mas Ahmad!"

Ahmad kembali menoleh, kali ini bukan ke arah ketiga keluarganya melainkan ke arah seorang gadis yang berdiri di belakang punggungnya.

"Adiba ..."

AAAAAARRRRGGGGHHHH!

Ketiga sosok tersebut menjerit kesakitan, ketika Adiba berjalan menghampiri Ahmad.

"Berhenti, Ba!" Seru Ahmad yang tak tega melihat keluarganya kesakitan.

"Mas, sadar Mas." Kata Adiba dengan suara lantang.

AAAAAAAARRRGGGGHHHH!

Kali ini bukan hanya menjerit, tetapi tubuh Hawiyah, sang ibu dan bapak Ahmad tiba-tiba saja terbakar. Ketiganya berjalan ke sana ke mari tak berarah.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now