Bab 40

533 32 1
                                    

Kepala Adiba terasa sangat pening. Dalam pandangannya, serasa yang dilihat tengah bergerak berputar-putar. Bahkan, saat memandang wajah Ilham.

"Mas ..." Adiba mencoba menepis tangan Ilham yang sedari memegang lengannya. Akan tetapi, Ilham terus memaksakan diri untuk menyentuh gadis itu.

"Aku tahu ini pertama kali buatmu, Ba. Tapi, kalau tidak aku tahan, kau pasti akan terjatuh." Ucap Ilham mencoba memberi penjelasan tentang apa yang dilakukannya.

"Aku tahu, Mas." Balas Adiba.

"Ham! Cepat bawa Adiba pergi!" Teriak Ahmad. Pemuda itu tengah melawan Ipul. Berulang kali Ahmad menangkis pukulan dari pemuda tersebut. Sungguh berat memang, mengingat kondisi fisik Ahmad yang sedang terluka. Ipul, dengan mudah menumbangkan pemuda 19 tahun itu.

"Kau itu tak sepadan dengan saya, Mad! Kau tak ingat, siapa yang menolongmu waktu melawan Sekar? Itu saya! Saya, Mad!" Seru Ipul sembari terus menendang perut Ahmad.

"Dasar tidak tahu terima kasih!" Umpatnya.

"Cepat, Ham!" Teriak Ahmad sambil menahan rasa sakit.

"Ayo, Ba! Kita pergi!" Ajak Ilham. Bukan maksud lancang, Ilham sengaja membopong tubuh Adiba, membawanya pergi dari situ, sama persis dengan yang ia lakukan kepada Amara waktu itu.

"Mas!" Adiba terkejut.

Tanpa membalas ucapan Adiba, Ilham segera berlari melewati Ahmad dan juga Ipul. Ia juga sempat melihat kondisi Yudi yang kritis. Niat hati ingin menolong, akan tetapi, ia sudah tak punya waktu lagi.

"Mau ke mana kalian!" Teriak Ipul.

"Cepat, Ham!" Ahmad memegang kaki Ipul. Berusaha menahan pria itu sekuat mungkin agar tidak mendekati Ilham dan juga Adiba. Ipul semakin brutal, tak hanya menendang, pria itu juga memukul tubuh Ahmad.

"Maafkan aku, Ba." Dengan cepat, Ilham berlari keluar dari rumah Yudi. Kedua matanya menyipit, kala silau mentari menyorot tepat saat ia menginjak tanah di pekarangan.

"Lepas, Mas!" Adiba memberontak dengan mendorong tangan Ilham dari tubuhnya, sehingga membuat Ilham melepaskan tangan.

"Aduh!" Rintih Adiba ketika tubuhnya terjatuh.

"Maaf, Ba." Ucap Ilham berusaha menolong. Lagi-lagi, Adiba menolaknya.

"Kamu itu egois, Mas. Kenapa tidak membantu, malah justru kabur!" Kata Adiba penuh amarah.

"Loh, kok ka-

Belum sempat Ilham menyelesaikan kalimatnya, Adiba sudah berjalan kembali masuk ke dalam rumah Yudi.

"Dasar perempuan! Sudah bagus ditolong, malah milih mati. Kepala batu!" Umpat Ilham sembari mengikuti Adiba dengan langkah setengah malas.

Ketika Ilham sudah memasuki rumah Yudi, ia dikejutkan dengan pemandangan yang tak pernah ia duga. Ternyata, Adiba kembali untuk menolong Yudi, bukan Ahmad.

"Mas, bangun!" Pinta Adiba seraya memegang perut Yudi yang terluka.

Pemuda itu masih bernapas, hanya saja ia kehilangan kesadaran. Adiba menarik napas panjang, kemudian ia merobek ujung gamis yang ia pakai, guna menutupi luka Yudi yang terus mengeluarkan darah.

"Percuma kau obati dia, sebentar lagi juga mati!" Seru Ipul, sembari berjalan mendekati Adiba.

Ahmad terlihat sudah tak berdaya. Napasnya terdengar memburu. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Bagian tulang-tulang remuk. Dengan pandangan yang sedikit membayang, ia mencoba melihat ke arah Adiba.

"Kenapa harus dia," gumamnya dalam hati.

"Ayo, Mad! Kita pergi dari sini! Gadis itu sudah memilih jalan hidupnya sendiri! Kamu tidak boleh mati, demi gadis seperti dia." Seru Ilham sedikit geram kepada Adiba. Ia membantu Ahmad berdiri, meletakkan tangan Ahmad ke bahunya.

JALAN PULANGWhere stories live. Discover now