21

5.5K 171 0
                                    

"Lo masih nganggep gue sebagai istri lo, setelah apa yang udah lo lakuin ke gue." Ucap Amoza yang tak kalah menusuk.

"Bersihin luka lo, jangan sampe temen-temen gue tau kalau gue yang udah lakuin ini. Dan satu lagi jangan pernah lo keluar kamar sebelum temen-temen gue pulang." Ucap Davin kepada Amoza.

"Ga usah lo suruh juga gue bakalan obatin luka ini, dan lo ga usah khawatir asisten lo ini bakalan diem dan ga ganggu lo." Ucap Amoza dengan ketus.

Davin yang merasakan perubahan dari istrinya merasa sangat aneh, ia merasakan Amoza lebih berani kepadanya.

Apalagi ucapan nya yang selalu membuat hatinya sedikit tertusuk.

Amoza berjalan meninggalkan Davin yang masih menatapnya, ia melangkahkan kakinya untuk pergi ke dalam kamarnya.

"Za tangan lo kenapa?" Tanya Arkana yang melihat tangan Amoza terluka.

"Gue gapapa, gue masuk dulu." Ucap Amoza.

Amoza duduk dikursi meja riasnya, ia menatap dirinya pada cermin. Air matanya kini mulai menetes setelah mengingat semua kekerasan dan luka yang diberikan oleh Davin.

"Lo tega sama gue Vin, lo tau ga sesakit apa luka yang gue terima karena ulah lo." Ucapnya sambil mengobati luka goresan yang terdapat pada tangannya.

"Lo liat aja, gue bakalan bales lo Davin. Luka yang gue terima, lo juga harus rasain." Ucapnya dengan tatapan tajamnya.

"Bunda papa, Amoza pengen pulang." Ucapnya dengan air mata yang terus menetes.

#####

Matahari kini mulai tenggelam, senja pun sudah menunjukkan keindahannya.

Amoza kini sedang berada di balkon luar kamarnya. Ia menatap langit yang begitu indah untuk dipandang.

"Andai hari gue terus indah kayak langit kali ini." Ucapnya mengharapkan dirinya seperti langit.

Ia terduduk di kursi yang berada disana, Amoza meraih ponselnya lalu memotret beberapa foto langit itu.

"Daripada gue mikirin si singa galak itu, mending gue liatin langit yang cantik ini." Ucapnya.

"AMOZAA." Panggil seseorang dengan suara yang cukup keras, membuat Amoza mendelik kesal.

"Pasti mau nyuruh gue lagi." Ucapnya.

Amoza berjalan menuju sumber suara itu, Davin yang kini berada di balik pintu kamarnya membuatnya sedikit terkejut dan kehilangan keseimbangan.

Untung saja pria itu menangkap tubuhnya hingga jatuh kedalam pelukannya.

"Lepas." Ucap Amoza saat merasakan tangan Davin yang memegang pinggangnya.

"Harusnya lo ucapin terimakasih, setelah gue nolongin lo." Ucap Davin.

"Apaan?" Tanya Amoza yang tak mau basa basi.

"Bantuin gue buat laporan, kalau ngga gue pastiin lo bakalan ngerasain rasa sakit yang jauh dari ini." Ucap Davin sambil menunjuk pada luka tangannya.

"Bunuh aja sekalian, buat apa lo kasih gue rasa sakit terus terusan. Gue rela kok kasih nyawa gue buat lo." Ucap Amoza yang membuat Davin sedikit terkejut.

"Gue mau nyiksa lo sebelum gue bunuh lo." Ucap Davin sambil menarik tangan Amoza untuk ikut dengannya.

Davin membawa Amoza ke ruang kerjanya, ia memintanya untuk membuatkan laporan yang sudah ia rekam.

"Kenapa harus gue?" Tanya Amoza.

"Lo tinggal kerjain, ga usah banyak ngomong." Titahnya.

Amoza kini sedang memikirkan suatu cara untuk membuat Davin mendekatinya.

Ia bisa merasakan jantung Davin yang berdebar saat memeluknya tadi.

"Aduhh." Ringisnya sambil memegang luka pada tangannya.

"Ga usah alesan." Ucap Davin yang tak berperasaan.

Bukan Amoza jika hanya sampai disitu saja, ia tidak akan berhenti sebelum Davin membantunya.

"Aduhh, ini gue ga alesan, setiap tangan gue digerakin rasa sakit ini nambah. Lo punya hati ga sih?" Ucapnya dengan raut wajah meyakinkan.

Davin menghela napasnya, ingin sekali ia meluapkan amarahnya. Namun setelah melihat kondisi Amoza yang begitu buruk membuatnya tiga tega untuk melakukan hal kejam lainnya.

"Minggir, biar gue aja." Ucap Davin.

"Shh." Ringis Amoza kembali.

"Kenapa lagi?" Tanya Davin.

Amoza semakin pandai mencari kesempatan untuk membuat Davin luluh kepadanya.

"Vin kaki gue sakit banget hikss.." Ucapnya sambil menangis.

Air mata yang menetes membuat Davin merasa sedikit bersalah, apalagi raut wajah Amoza yang sangat meyakinkan.

"Lo modus kan?" Tanya Davin sambil mendekat kearah Amoza.

"Lo pikir sendiri, kalau gue modus ni luka ga akan berdarah." Ucap Amoza sambil menunjuk kepada luka tembaknya yang kembali berdarah.

"Duduk disini, gue ambilin obat buat lo." Titah Davin sambil membantu Amoza duduk di sofa ruang kerjanya.

'Lo bakalan jatuh dalam permainan gue Davindra.' Batinnya.

Davin berjalan kearah lemari untuk mengambil obat P3K yang selalu ada disetiap ruangan.

"Mana kaki lo?" Tanya Davin.

"Nihh." Ucap Amoza sambil menaikkan kakinya diatas paha pria itu.

Walaupun ia mendapatkan tatapan yang sedikit tajam dari pria itu, ia sama sekali tidak memperdulikannya.

"Turunin kaki lo, gue ga minta kaki lo buat ada di paha gue." Ucap Davin namun diabaikan oleh Amoza.

"Obatin, kaki gue sakit banget." Ucapnya sambil terus meringis kesakitan.

Davin kali ini benar benar dibuat kesal oleh perempuan yang berada dihadapannya.

'Bagus Davin, lo harus nurut kali kali' Batinnya kembali berucap.

"Kaki lo udah mulai kering, trus ini darah dari mana?" Tanya Davin saat melihat luka tembak yang sudah mulai sembuh.

"Mungkin ada yang masih basah makanya keluar darah." Jawab Amoza.

Darah yang berada pada kakinya bukan dibuat-buat, darah itu memang keluar dari luka tembaknya.

"Kayaknya ga lo kasih salep makannya masih basah, dan terus ngeluarin darah." Ucap Davin yang melihat bagian luka itu.

Amoza menaikkan pundaknya, ia juga tidak tahu kenapa ia bisa melewatkan luka kecilnya itu.

"Davin sakitt!" Teriak Amoza saat Davin mengoleskan salep pada lukanya itu.

"DAVINNNNN." Teriaknya kembali saat Davin membalutnya perban dengan tidak berperasaan.

Davin membalutnya dengan sangat kencang, membuatnya kembali merasakan sakit.

"Amoza kecilin suara lo." Pinta Davin.

"Lo keterlaluan, lo niat ga sih obatin gue?" Tanya Amoza.

"Lo tau ga seberapa sakit luka tembak ini?Lo pernah ga sih ngerasain peluru yang menusuk ke kaki lo?" Tanya Amoza sambil meneteskan air mata.

Davin hanya terdiam mendengar semua perkataan dari perempuan yang berada dihadapannya ini.

"Kenapa lo diem? Lo pasti belum pernah ngerasain kan?" Lanjutnya.

"Maaf."

Deg

Ucapan yang Amoza tunggu akhirnya keluar dari mulut pria itu. Walaupun sedikit terkejut, ia merasa sangat senang mendengarnya.

"Gue minta maaf, gue salah. Maaf." Ucap Davin lagi.

Hati dan pikiran Amoza sedang menari nari senang, akhirnya ia bisa membuat pria itu mengucapkan kata maaf padanya.

"Oke gue maafin lo, lagian gue juga mau mulai buka hati gue buat lo." Ucap Amoza sambil tersenyum.
















°
°
°
°
°

Amoza (Transmigrasi)Where stories live. Discover now