24

4.7K 134 0
                                    

Hari sudah berganti, matahari juga sudah memancarkan sinarnya menerangi bumi ini.

Amoza yang sangat bersemangat menyambut liburannya, sudah bangun lebih awal.

Ia menyiapkannya semua perlengkapannya dan juga Davin. Ia tidak mau jika ada yang tertinggal satu barang pun.

Amoza berjalan ke kamar Davin, hendak membangunkan pria itu. Namun saat ia sampai didepan pintu kamarnya, ia dibuat melotot dan terkejut saat melihat Davin tidak menggunakan baju dan hanya mengenakan celana pendek saka.

Tidak memakai jas seperti biasanya, membuat otot Davin terlihat. Amoza dibuat menganga lagi saat melihat perut kotaknya Davin.

Ia menelan ludahnya saat melihat pemandangan didepannya itu. Ingin sekali ia menutup matanya, namun jika melewatkan kesempatan itu, kapan lagi ia akan melihatnya.

"Dasar mesum." Ucap Davin sambil memakai kaos pendek berwarna hitam.

"Enak aja kamu ngatain aku mesum." Bantah Amoza.

"Davin?Kamu udah siap?" Tanya Amoza.

"Lo liatnya gimana?" Tanya balik Davin.

Dari pakaian dan juga persiapan yang dilakukan pria itu, memang sepertinya ia sudah siap dan hendak berangkat.

"Aku liat udah." Jawabnya sambil tersenyum.

"Bawain koper gue." Titahnya kepada Amoza.

'Gue bawa koper?Enak aja dia suruh suruh gue.' Batinnya.

"Davin, aku bawa dua koper. Aku ga bisa bawa dua koper kamu lagi, tangan aku cuman dua." Jawabnya.

"Bulak balik kan bisa, ga ada alesan gue tunggu lo di mobil. Kalau ngga, lo berangkat sendiri." Ucap Davin.

'Cowok bukan sih dia?Masa gue harus bawain koper dia, ga mikir.' Batinnya yang terus mengomel.

Dengan terpaksa Amoza harus menuruti perintahnya, Amoza membawa kopernya terlebih dahulu, lalu kembali lagi kedalam apartemen untuk membawa koper Davin.

Walaupun naik lift, namun kakinya tetap saja lemas. Ia sudah tidak kuat lagi untuk terus berdiri.

"Davin?" Panggil Amoza, namun dijawab deheman oleh pria itu.

"Aku seneng banget bisa liburan sama kamu." Ucapnya lagi.

"Tapi gue ngga." Ucap Davin.

'Dih lo pikir gue seneng, gue juga ogah kali.' Batinnya yang lain dimulut lain di hati.

Davin menyalakan mesin mobilnya, lalu menancap gas keluar dari garasi apartemen.

Davin melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, perjalanan menuju dermaga cukup jauh.

Mereka dapat menempuh waktu perjalanan selama kurang lebih dua jam jika terkena macet.

"Davin kamu mau ga?" Tanya Amoza kepada Davin.

Kini ia sedang menawarkan sebuah sandwich yang sudah ia buat sebelum berangkat.

"Lo ga liat gue lagi nyet—" Ucapan Davin terhenti, saat Amoza tiba tiba memasukkan sandwich itu kedalam mulutnya.

"Aku suapin." Ucap Amoza sambil tersenyum.

Sebenarnya Davin bisa menyetir dengan satu tangan, pria itu hanya enggan untuk menerima sandwich yang dilihatnya hanya ada satu dalam kotak makan Amoza.

"Lo?"

"Kamu makan aja, aku masih bawa cemilan kok. Soalnya aku ga suka sandwich." Ucapnya.

Sebenarnya Amoza kini sangat lapar, ia sangat suka sandwich. Namun demi mendapatkan hati pria ini, ia rela untuk menahannya.

Tring Tring Tring

"Bentar Vin." Ucap Amoza, saat ponselnya yang berbunyi.

Ia meraih ponselnya itu, lalu menekan tombol hijau untuk menjawabnya. Ia menekan tombol speaker untuk membuat suaranya lebih besar.

"Hallo, bund?" Tanyanya kepada Nagita yang kini meneleponnya.

Hallo sayang, kamu udah dimana? Tanya Nagita.

"Ini kita udah dijalan kok bund, ga lama lagi kita sampe." Jawabnya.

Bunda sama bunda Eli udah sampe, kita akan tunggu kamu. Ucap Nagita yang sudah berada di dermaga.

"Iya bunda." Ucap Amoza, lalu memutuskan sambungan telepon itu.

Ia menyimpan ponselnya pada tasnya, lalu tangannya kembali menyuapi Davin.

"Amoza?" Panggil Davin.

Amoza menoleh menatap wajah pria yang memanggil namanya.

"Kenapa?Kamu masih laper?" Tanyanya.

"Bukan."

"Terus kenapa?" Tanya Amoza.

"Ngga jadi." Jawabnya.

Amoza menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Davin, ia merasa aneh dengan pria ini.

Davin mempercepat laju mobilnya, ia menyalip mobil yang berada didepannya.

Dengan keahliannya dalam membawa mobil, mereka pun sampai di dermaga. Disana sudah terdapat kedua orang tuanya, bukan hanya orangtua, namun teman-temannya juga sudah datang.

"Akhirnya yang ditunggu-tunggu udah sampai." Ucap Eli yang melihat kedatangan mereka berdua.

"Iya udah ga perlu nunggu lama lagi, kita semua masuk ke kapal pesiarnya." Ucap Beni.

Beni dan Ryan masuk terlebih dahulu, lalu disusul oleh Eli dan juga Nagita.

Davin juga masuk bersama teman-temannya meninggalkan Amoza yang sedang berpelukan dengan kedua temannya.

"Arghh Amoza suami lo ganteng banget." puji Maura yang baru pertama kali melihat Davin.

"Lo beruntung banget za, gue jadi pengen." Ucap Agatha.

"Kalian mau, ambil aja." Ucap Amoza.

"Kita bercanda kali za, lo jangan marah." Ucap Maura yang mengira temannya itu marah, karena mereka berdua memuji suaminya.

"Gue marah?Ngga kali, justru gue seneng." Jawab Amoza.

Amoza memang ingin segera melakukan perceraian dengan pria itu, namun ia masih menunggu waktu sampai Davin benar benar tergila gila dengannya.

"Kita naik." Ucap Amoza kepada kedua temannya itu.

Untung saja ada yang membawakan koper kopernya, jika tidak ia harus kembali bulak balik membawa koper koper itu.

"Sayang kamar kamu sama Davin sudah bunda atur ya, ini kuncinya." Ucap Nagita.

"Kalian jangan cuman liburan di sini, tapi sekalian bulan madu juga." Ucap Eli mengolok-olok pasangan itu.

Amoza hanya tersenyum mendengar itu, ia tidak tahu harus menjawab apa. Satu kamar dengan pria itu saja tidak bisa ia bayangkan akan seperti apa nantinya.

"Kalian masuk ke kamar masing masing, terus siap siap buat makan siang." Ucap Ryan.

"Siap om tante." Ucap Agatha.

Mereka pun mulai pergi dari sana, sementara Amoza dan Davin mereka menjadi sedikit canggung.

Beberapa kali mereka saling tatap, lalu membuang muka satu sama lain. Tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan, namun kedua orangtuanya melihatnya sangat aneh.

"Kalian kenapa masih diam saja?" Tanya Beni.

"Ngga kok Pa, kita lagi mikirin mau buat anak berapa?" Jawab Amoza asal bicara, yang membuat Davin menatapnya tak percaya dengan apa yang ia katakan.

Sementara para orangtua hanya tertawa mendengar jawaban Amoza.

"Rencana kita mau buat 15 anak." Ucap Davin yang ikut dalam candaan.

'Gila 15, yang bener aja. Lagian siapa juga yang mau buat anak sama lo.' Batin Amoza, lalu melangkahkan kakinya pergi dari sana.












°
°
°
°
°

Amoza (Transmigrasi)Where stories live. Discover now