Kunang-Kunang dan Merpati

4.1K 389 56
                                    

K u n a n g - K u n a n g

d a n

M e r p a t i


=+=


"Dan lihatlah, Sayang....

Hujan turun membasahi....

Seolah kuberair mata...."


"Ya, kembali lagi bersama Kee di sini, di segmen Fi-Ra-Sat."

Aroma teh hijau di ruangan itu tercium hingga ke setiap sudut. Suara seseorang dari balik speaker radio yang mengalun lembut menjadi satu-satunya pengganti hening yang membalur malam panjang. Di salah satu sudut ruangan itu, bertempatlah seorang lelaki yang tengah duduk menghadap jendela kamarnya. Warna-warni lampu kota dari lantai apartment-nya menghias malamnya yang sunyi.

"Barusan, Kee udah puter lagu dari seorang penulis kece, dengan puisi-puisi dan lagunya yang keren, Mbak Dee Lestari, Firasat."

Niko, lelaki yang duduk di samping radio itu lantas menyimak dalam diam. "Tapi, et ... et ... et ... jangan salah paham dulu, Mbak Deenya belum diundang ke sini, sayangnya. Kita bakal ngobrol-ngobrol manis sama wanita hebat ini di segmen Fi-Ra-Sat lain, Sabtu depan."

Hujan menggelontor, petirnya menjilat bumi bagai hidung belang yang haus perhati. Niko menyesap teh panas dalam genggamnya, matanya teduh menatap jendela yang terciprat tangisan langit. "So, masih sama kayak jadwal Sabtu malem biasanya, pertama-tama Kee bakal terima telepon dari pendengar-pendengar setia Fi-Ra-Sat yang mau nyampein sesuatu, nih. Coba kita denger penelpon pertama, ya. Yak, ada siapa di sana?"

Tangan Niko menempelkan ponselnya di telinga. Cangkirnya sudah diletakkan di atas meja kecil. "Nik," jawabnya singkat, lantas jakunnya bergerak sekejap karena ada liur yang jatuh bebas ke kerongkongan.

"Oh oke, Nik. Apa aja yang mau disampein ke orang spesial itu, nih malem ini? Pernyataan cintakah? Wah ciye, ciyee. Kee jadi nggak sabar dengernya." Suara gadis tersebut berjengit nyaring, seakan orang itulah yang akan diberi pernyataan cinta malam ini.

"Kunang-kunang dalam stoples." Niko memulai dengan empat kata. Entah sebuah snapshoot, entah sebuah judul, entah kalimat sendu pengantar cerita, tak ada yang bisa menebak. "Kunang-kunang itu bersinar lebih terang kalau dimasukkan ke dalam stoples. Apalagi kalau ada dua, bisa jadi petromaks tanpa bahan bakar."

Hening, perempuan dari balik speaker radio itu tak lagi bersuara. "Tapi, kunang-kunang itu hidupnya sebentar. Meski awalnya dia bakal bersinar cukup terang, tapi umurnya nggak pernah panjang. Kunang-kunang juga sesak kalau terus dikurung dalam stoples. Dia cuma bisa berputar-putar, nggak tahu kapan bisa pulang. Sama kaya sebuah hubungan."

Sunyi beradu dengan hujan, tak ada yang mampu berprediksi akan jadi siapa yang mampu memenangkan pertarungan itu. Niko kembali melanjutkan ucapannya. Jakunnya kembali bergerak seperti tersendat-sendat dalam aliran arus yang lambat. "Kita sama-sama tau akan kembali ke mana setelah melewati perjalanan jauh. Tapi apa kamu pernah tahu? Kira-kira, kapan kita bakal coba buat tinggal dan berhenti berputar-putar tanpa arah dalam stoples?"

Dari tempat yang teramat jauh, Kee, kerap disapa Kinan dalam dunia nyata, termenung mendengarkan. Dia tahu, bahkan lelaki yang tengah berbicara itu pun tahu. Keduanya sama-sama tahu, oleh siapa dan kepada siapa kalimat itu diucapkan. Kinan terus mendengarkan Niko. Berharap-harap kalau lampu hijau di atas pintu segera berubah menjadi merah.

HypnagogicWhere stories live. Discover now