Bangunlah!

6.7K 640 58
                                    

B a n g u n l a h !



[-]


"Aku sering berandai-andai, bagaimana kiranya bila aku lenyap dalam sehari...."

Laju roda kian beradu dengan lantai yang tak bergerak. Dua kontradiksi pada warna langit menjadi satu penegas akan perbedaan suasana yang merengkuh tak tahu malu. Tak ada lelehan tangis yang tumpah dari matanya tapi keseluruhan hatinya seakan roboh dalam waktu yang sama.

"Aku berpikir tentang bagaimana mereka menangis. Lalu aku menebak-nebak bagaimana mereka merasa ingin tahu. Aku penasaran dengan mereka yang tak mau terlibat tanpa mau mencari. Aku penasaran dengan hidup, aku penasaran tentang bagaimana semua pemikiran utopisku benar-benar terjadi di dunia nyata ."

Ada begitu banyak perbedaan tapi kemunafikan memang selalu menang pada panggung sandiwara. Dia yang paling hebat berpura-pura maka akan menang tanpa diejek dalam kerapuhan. Dia yang menangis, dia yang dengan mudah menunjukkan kesedihan akan kalah oleh kedigdayaan mereka yang mampu berpretensi. Kau hidup dalam tirani alur yang tak mudah dikendalikan. Kau yang harus bekerja keras, bukan hanya terdiam tanpa mau berusaha.

"Aku penasaran bagaimana rasanya ketika seluruh dunia panik karena ketiadaan aku. Bagaimana frustasinya mereka karena firasat buruk yang muncul begitu saja karena suatu bencana yang akan menimpaku. Aku penasaran dengan efek yang akan berlangsung kalau aku pergi nanti. Aku ingin lenyap sehari tapi masih mampu memandang kehidupan di dunia dari kejauhan. Aku penasaran seberharga apa aku di mata orang-orang."

Hatinya ingin berteriak betapa kata-kata yang diucap di waktu lampau itu tak sama sekali lucu dan ingin menagih betapa kata-kata seperti itu sama sekali tak pantas diucapkan. Menghilang dari kehidupan hanya untuk melihat bagaimana dunia bereaksi? Ada begitu banyak hal bodoh di muka bumi ini tapi jelas kata-kata seperti itu adalah juara di antara semua kedunguan lain.

Dengan baluran peluh yang membasahi telapak tangan, ia menggenggam jemari itu tanpa mau melepas. Batinnya menentang bisikan angin yang terus mengejek bahwa kehangatan yang perlahan hilang itu bukan karena maut melainkan hawa dingin akibat susupan dari jendela-jendela.

Wanita itu tak menghapus aliran deras yang debitnya kian meningkat membasahi wajah pucatnya. Lipatan garis di bawah mata kian lenyap disamarkan genang air. Mendadak saja langkahnya terhenti ditinggal laju roda yang membawa ranjang. Hatinya kembali berteriak.

"Bangunlah! Kau hanya bersandiwara. Kau hanya berpura-pura menghilang agar dunia memerhatikanmu. Bangunlah! Dunia tak peduli dan orang-orang masih hidup sebagaimana mereka menjalankannya seperti biasa. Bangunlah! Dan meski dunia tak peduli, tapi duniaku tak sama dengan mereka. Bangunlah! Ada aku yang masih menunggu hadirmu dalam panik pencaharian. Bangunlah! Ada aku di sisimu. Ada aku. Ibumu."

Tamat

HypnagogicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang