Pelangi dan Hujan

3.6K 324 44
                                    


Pelangi dan Hujan



***


"Kalau begitu izinkan hamba sekali saja untuk menemui Hujan, Tuanku."

Tidak.

Tidak ada yang percaya bahwa makhluk yang saat ini bersimpuh di hadapan para petinggi langit adalah seseorang bernamakan 'Pelangi'.

Semua tahu soal Pelangi-Guntur, Awan, Angin, bahkan Hujan sekalipun tahu bahwa sosok penurut dengan keindahannya yang menakjubkan seperti Pelangi, tidak akan mungkin melakukan penghinaan dengan sekeji itu.

Semua juga tahu.

Tahu, kalau permintaan Pelangi untuk bertemu dengan Hujan sama sekali tidak bisa diterima siapapun. Semua tahu, jelas. Pelangi dan Hujan tidak akan bisa hadir dalam waktu yang bersamaan. Selama ini, penghuni langit hanya tahu bahwa mereka dicipta untuk mengabdikan diri sesuai tugas yang dikehendaki Sang Maha Kuasa. Semuanya hanya sibuk dengan tugas masing-masing, sampai mungkin bertemu muka saja tidak pernah menjadi rencana bahkan masuk prioritas.

Jadi, ketika untuk pertama kalinya ketentuan itu mencoba diterobos untuk diporakporandakan singgasananya, semua terkejut bukan main. Apalagi pelakunya Pelangi, yang sudah mengoyak rasionalitas, menodai hukum alam, menganggap remeh ketentuan yang sudah bermilyar tahun dicipta hanya demi sebuah kepentingan yang mustahil untuk diterima.

"Keluarkan dia. Gantung di cakrawala bila dia masih saja memberontak. Persetan! Persetan manusia itu heran karena Pelangi menetap di sana sampai Matahari terbit lagi. Saya benci pengkhianat. Pengkhianat seharusnya diganjar dengan hukuman yang berat."

Dan lantas setelah itu, seseorang bertubuh sangat besar tanpa lengan, menyedot makhluk itu dengan kuatnya hingga Pelangi merasa seakan kekuatannya telah habis diserap kering. Pelangi tidak tahu apa nama makhluk ini-mungkin saja Angin, tapi yang ia tahu, Angin tidak mungkin sekeji itu-yang ia tahu selain itu, adalah kenyataan bahwa makhluk ini memiliki kekuatan absorptif yang sangat dahsyat.

Pelangi dilempar dari istana, dia tidak diikat di langit seperti yang diancamkan padanya sebelum itu. Dia melenggang gontai, mirip tarian dewi-dewi di Surga, hanya saja ada kekelaman yang menyala dari ekspresinya yang padam.

Pelangi menghampiri cakrawala. Meski arus lalu lintas di langit cukup padat dengan doa-doa dan permintaan manusia, hati-hatinya tak jua bangkit untuk sekadar menjaga diri.

Toh, buat apa? Bukankah ia sudah dibuang?

Sampai pada persimpangan menuju cakrawala, Pelangi tertegun dengan pemandangan yang tersaji.

Hujan.

***

Seperti apa wujud keterkejutan itu?

Kenapa dirasa ada, tapi wujudnya tidak pernah kentara?

Seperti apa wujud kekecewaan itu?

Kenapa tak tampak nyata, tapi rasanya selalu mendominasi penuh ego?

Alika tidak pernah suka kejutan. Tidak, selain hadirnya ketiba-tibaan hujan dan pelangi yang membias setelah itu.

Alika juga tidak suka kekecewaan. Karena kekecewaan datang sama teknisnya, dengan bagaimana kejutan datang tanpa permisi.

Gadis itu mengembuskan napas, matanya nyalang menatap tanah yang dijatuhi gelontor hujan. Ada kehadiran pelangi di cakrawala, tapi keterkejutan itu sama sekali sirna karena fakta lain yang baru dia terima.

HypnagogicWhere stories live. Discover now