Teman Hidup

2.4K 265 34
                                    


Teman Hidup



Malam ini, kenangan itu kembali mengoyak hatiku. Menyayat-nyayat, menusuk-nusuk sekaligus mencabik-cabik sukmaku hingga hancur berkeping-keping, melayang bersama debu.

Aku menatap pantulan bayanganku yang terbalut gaun putih beserta riasan-riasan sederhana yang sengaja kupulas di atas wajahku. Sekali lagi, aku kembali mengembuskan napas dengan sesak. Rindu bernamakan pilu itu kembali membuatku terbalut sendu. Bongkahan-bongkahan penyesalan yang tadinya sempat kulenyapkan sejenak dari memoriku kini kembali hadir, mengoyak luka yang sudah mengering dalam rongga dadaku, membuatnya kembali basah dan bernanah.

Kupaksakan untuk mematri seulas senyum yang lebih terkesan seperti kernyitan. Kakiku melangkah terseok-seok, nyaris seperti zombie yang baru bangkit dari kubur dengan mata merah plus make up super tipis-sebenarnya, ini lebih terkesan seperti figuran sakit kanker yang kontraknya hendak habis karena perannya tak lagi dibutuhkan.

Mataku mengerjap, menelisik setiap sudut ruangan. Sekilas, terbesit seuntai pertanyaan yang kuketahui tak akan pernah terjawab cepat.

Mengapa pesta pernikahan ini tak seperti yang lazim terlihat?

"Selamat ya. Nggak nyangka, loh, secepat itu kamu dapat teman hidup ."

Dia tertawa. "Masih inget aja," katanya sambil memutar bola mata. "Selamat juga. Gak nyangka ternyata seorang Novrida bisa jadi dokter."

Kali ini giliran aku yang tertawa. Sepertinya tawa itu memberikan pengaruh besar bagi orang di sekelilingnya. Ah... kurasa setelah ini akan ada yang meraung-raung, menangis tanpa air mata di dalam kamar-air mataku sudah habis pula, masalahnya.

"Kukira kamu bakalan jadi politikus. Abis cewek galak jarang aja yang jadi dokter. Dokter anak pula." Sebuah senyum lebar dengan mata menyipit terlukis di atas wajahnya yang manis-semanis susu coklat.

"Kurang ajar, deh. Di mana pasanganmu?" tanyaku sambil berpura-pura menatap sekeliling. Padahal, jika boleh jujur, yang kulakukan hanyalah menghindari pandangannya, setidaknya itu bisa memperlambat momen saat aku mulai menangis meraung-raung-atau setidaknya tertawa keras penuh kebahagiaan dengan diikuti air mata, tetapi sama sajalah intinya.

Ia mengernyit, bibirnya masih segaris tanda dia tidak menjawab.

"Nih hadiah buatmu. Maaf kalo kurang pantas buat pasangan yang baru berbahagia. Kapan-kapan aku kirimin deh yang bagusnya." Kali ini aku menyelamati dengan nada seperti merintih. Aku tahu aktingku memang sungguh payah kalau soal memalsukan perasaan.

Lagi-lagi ia kembali mengernyit. Orang-orang di sekelilingnya terlihat menahan tawa-aku bisa melihatnya dari ekspresi bibir mereka yang bergetar.

"Kenapa sih?" Aura galakku mulai keluar. "Gak ada yang lucu padahal."

"Luculah!"

"Abis kamu kocak."

"Siapa juga yang nikah."

"Novrida mulai kobam berat."

"Gimana sih, Si Bu Dokter."

"Kamu ngebet banget kayanya liat Murfid cepet-cepet nikah ya."

"Jadi, kamu percaya kalo sms undangan reuni itu beneran undangan pernikahan Murfid?"

"Murfid kan homo!"

Baik, aku tahu yang terakhir ini cukup ekstrem, tapi....

"Jadi, aku ditipu ya?" Aku bertanya, mataku yang menatap dengan penuh ingin tahu nyaris berkaca. Jangan coba-coba untuk membayangkannya, karena nantinya akan terlihat sangat menyedihkan.

Murfid tidak menjawab, masih berdiri di tempatnya dengan bibir tipis yang terkatup rapat. Aku tidak tahu kapan waktu itu berlalu begitu cepat, karena tiba-tiba saja sosok lelaki paruh baya dengan rambut abu-abu-karena bercampur antara rambut hitam dan putih, warnanya jadi tidak jelas-muncul dari balik tubuh Murfid dengan pakaian superformal.

"Bapak ngapain di sini?"

"Sir, I'm a bit nervous... about being here today. Still not real sure what I'm going to say... so bare with me, please. If I take up too much of your time. See in this box is a ring for your oldest. She's my everything and all that I know is. It would be such a relief if I knew that we were on the same side. Cause very soon I'm hoping that I...." Lagi-lagi entah bagaimana waktu berjalan begitu cepat, tiba-tiba saja Murfid sudah menyanyikan lagu romantis itu dengan ditemani oleh instrumen musik yang-entahlah pula-berasal dari mana.

"Can marry your daughter. And make her my wife. I want her to be the only girl that I love for the rest of my life. And give her the best of me 'till the day that I die, yeah." Kulihat bahunya naik, lantas segera turun. mengambil napas panjang sebelum menyanyikan bagian chorus.

"I'm gonna marry your princess. And make her my queen. She'll be the most beautiful bride that I've ever seen. I can't wait to smile. When she walks down the aisle. On the arm of her father. On the day that I marry your daughter."

Intrumen musik selesai diperdengarkan. Kali ini Murfid menatapku lekat-ralat, super lekat. "Jadi... maukah kamu menjadi makmum-ku? Menjadi ibu dari anak-anakku? Menjadi teman hidupku?" Dia bertanya, kepalanya agak menunduk ke bawah, namun tatapannya masih mengarah kepadaku.

"Mulai deh." Aku tertawa dengan mata berbinar, meski sebelumnya sempat menganggukkan kepala. "Jadi, tetep friendzone banget gitu? Jadi temen hidupmu aja?"

Murfid tidak menjawab.

"Karena berlutut udah terlalu mainstream. Aku pilih jongkok aja deh," ujarnya dengan cincin di tangannya. Dia meraih tangan lelaki paruh baya di sebelahnya dan memberikan cincin itu kepadanya. Jadi, yang mau dilamar itu....

"Belum mahram, Om. Tolong pakein ya ke jari manis Novrida?"

Oh, my....

"Lalu kuusaha, sekali terucap

Tentang rasa tak berarah

Melayang, hinggap, tak berjarak

Tuan, Tuan, jarak kita, lenyap"


Tamat


-way, di suatu waktu yang tak diketahui kapan


NAH NAH NAH KAPAN LAGI WANDA NULIS CERITA HAPPY ENDING.

HEHEHE.

Ini cerita udah lamaaaaa banget, ditulis pas awal kelas 10 kayanya, di sekolah, nyolong waktu 30 menit pas istirahat dan milih ga turun samsek cuma demi nulis ini((:

Maklumin ya kalau jelek wkwkw._. selain pas nulis juga masih bocah unyu unyu banget (kelas 10 geels baru bebas dari belenggu kealayan SMP) kan nulisnya juga singkat banget hahah cuma ngejar 'tamat'._.

Anw, terima kasih buat yang udah baca dan mau repot-repot ngasih apresiasi^^

HypnagogicWhere stories live. Discover now