Satu, Dua, Tiga, Empat

5.7K 521 43
                                    

S a t u , D u a

T i g a , E m p a t



[-]


Pretensi. Absurditas. Apkiran harap.

Ada banyak deskripsi untuk segala hal di muka bumi. Sekolah, teman, sengsara-segala hal tentang apa-apa yang saling beterkaitan tak hanya mampu dipandang dari satu sisi.

Ada angin, ada burung berkicau, ada suara kresek-kresek ranting. Paduan sempurna dalam pendeskripsian tempat hening untuk didatangi saat frustrasi. Ada tebing, ada laut, ada langit yang merunut urat laut, tambahan ideal untuk membisiki siapa saja yang terbalur nelangsa untuk lompat dan bersenang-senang.

Saya sendiri bukan bagian dari deskripsi orang yang suka bersenang-senang. Jadi ketika saya lihat dari atas tebing, kumpulan orang yang bersenang-senang dengan tegukkan berbotol-botol minuman di tepi-tepi laut, yang saya lakukan hanya mendesah tanpa meronta bagian saya bergabung untuk dipenuhi.

Ada air yang jenih, ada pasir di bawahnya, ada ikan kecil yang mondar-mandir. Mata saya tertarik untuk melongok lebih jauh. Kesegarannya seperti mata air dari kaki bukit, menjilat-jilat pandangan saya untuk bergabung. Saya mengerjap, ada berbotol minum, ada kumpulan manusia, ada tawaran kesenangan mahadahsyat, tapi yang saya pilih, malah menyendiri di balik latar yang tidak dipedulikan.

Lutut saya bertemu dengan tanah, menimpa permukaan, tapi anehnya tanah tidak menjerit kesakitan. Tangan saya menjadi penumpu tubuh untuk melongok ke bawah laut, angin petang membelai saya untuk ikut bersenang-senang.

"Satu, dua, tiga, tiga. Terjun, terjun! Bersenang-senanglah!" Gelombang laut merayu saya lewat tarian tak bernama. Saya melihat ada satu makhluk dengan sirip segitiga yang muncul di permukaan. Dia ikut berputar-putar, merasai gerak gelombang yang lemah gemulai.

"Satu, dua, tiga, tiga. Kemari-kemari. Kau tak kembali." Saya kenali makhluk bersirip segitiga itu menampakkan permukaan wajahnya. Indah. Seperti perpaduan antara Srikandi dan putri air dengan kaki bersisik.

"Satu, dua, tiga, tiga. Kau berteman, kemari kutangkap." Mata saya tertarik untuk memandang lebih jauh, lebih dekat, tergelincir dalam bersenang-senang.

"Satu, dua, tiga, tiga. Dan kemari kau, kau kudapat."

Saya rasai tubuh saya melayang. Ajaib. Tapi saya hanya menikmatinya sementara waktu. Lalu saya rasai tubuh saya dipeluk dinginnya laut. Menakjubkan. Saya rasai ada sesuatu yang membelai tubuh saya, teramat keras, hingga rasanya seperti dicabik-cabik, dikuliti, dan dipatahkan keseluruhan tulangnya hingga hancur tak bersisa.

Ada hal ajaib, ada rasa takjub, ada kesakitan. Ke sekian, setelah gelombang menyanyi merdu, dia tertawa dalam bahagia.

"Satu, dua, tiga, empat. Hap! Hap! Kau kutangkap."

Dia pengkhianat.

Saya menjadi tipuannya yang ke empat.

"Satu, dua, tiga, empat...."

Tamat

Pretensi: keinginan kurang berdasar

Absurditas: kemustahilan

Apkiran: bangkai


HypnagogicWhere stories live. Discover now