Jejak Lampau

2.5K 210 9
                                    


Cerita ini didedikasikan untuk:

Kak Inggrid Sonya [inggridsonyaaa]

7 Februari 2016


•ᵒ•ᵒ•



Jejak Lampau




Ada begitu banyak hal yang menyesaki ruang otak saya. Bukan hanya perihal cinta tak berbalas atau absurditas khayal mahasiswa yang tengah jatuh hati-Anda semua tahu bahwa hidup tidaklah mungkin sesederhana itu. Waktu panjang tak hanya bisa dihabiskan dengan kemunafikan cinta atau pemikiran utopis tanpa dasar yang jelas. Ada hal yang lebih penting dari itu semua, dan sekali lagi saya beritahukan, bahwa hidup sama sekali tidak sesederhana yang terlihat.

"Kamu bilang, kita ke sini buat cerita-cerita ... tapi malah asik sendiri ... ngacangin orang seenak jidat. Terus ngapain ketemu kalau cuma mau bengong?" Perempuan dengan rambut berombak, yang sejak tadi gelisah menanti saya, akhirnya bersuara. Secangkir susu hangat yang ada dalam genggamannya, belum disesap setetes pun. Saya pandang dia sedikit melirik ke arah saya, namun sedetik setelah itu lekas pula dia buang pandangan ke arah lain. Saya tersenyum menahan tawa. Butuh kesabaran tingkat tinggi memang ketika berbicara dengan remaja SMA.

"Aku udah tau jawabannya," ucap saya setelah beberapa lama membiarkannya terendap dalam amarah. "Sekarang aku tau kenapa kita bisa deket kayak gini." Saya mengulangnya, mengingatkan pertanyaan yang kemarin dia lontarkan pada saya. "Nggak wajar emang, kalau mahasiswa yang jadi guru les musik anak SMA bisa sedeket ini sama muridnya. Apalagi, kita baru kenal dua bulan." Saya melanjutkan seraya memandangnya yang mengernyit.

"Aku udah nggak penasaran." Dia menyandarkan tubuhnya pada kepala bangku, setelah meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja. "Mungkin kebetulan doang? Kayaknya pas nanya soal itu, aku cuma lagi kebanyakan ngayal." Matanya menelusuri seisi kafe, menghadap papan tulis hitam bertuliskan daftar menu dan harga yang tergantung di langit-langit meja kasir.

"Mungkin kasus kita ini sejenis propinquity. Sejenis hubungan yang terbentuk kar'na dua orang sering ketemu. Atau bisa jadi ... hubungan kita itu sejenisan sama rapport. Kamu tau, 'kan, kalau kita punya banyak kesamaan? Atau bisa juga ini kar'na takdir, oke, klise. Mungkin, serendipity? Mungkin keberuntungan? Ah, entahlah." Saya menjelaskan analisis saya, tak memberinya ruang untuk menjawab.

Saya mengangkat cangkir minuman yang saya pesan dari atas meja. Asap yang bersembunyi di antara wadah dan cairan di dalamnya, mulai menguar ke depan wajah saya. Saya meletakkan cangkir itu kembali tanpa mereguk secuil pun isinya. Posisi duduk saya menegak, membuatnya tersugesti untuk melakukan hal yang sama.

"Okay, well then ... lanjutin aja cerita kamu. Dan nggak usah ngerasa gimana-gimana soal waktu dan bla bla." Akhirnya dia meraih ruangnya untuk menjawab. Senyum saya terlukis lagi, tak tahu berapa kali adegan ini tampil kalau tengah berbicara dengan perempuan ini.

"Kamu pasti nggak merasa asing sama cerita ini...." Saya menimpali dengan nada sok misterius. Ada jeda pada pembuka saya yang ke sekian, memberikan reaksi pada tubuhnya hingga maju beberapa senti. Wajahnya sedikit antusias, meski sengaja ditahan agar tidak begitu tampak. "Kamu pasti tau perempuan yang namanya Ranjana, 'kan? Kali ini, dia yang jadi tokoh utama di pembicaraan kita...."

HypnagogicWhere stories live. Discover now