BAGIAN 2. DRE DAN DRU

2.1K 82 0
                                    

Drupadi teringat sebuah kisah.

Seorang anak piatu pulang bermain dan bertanya pada ayahnya, dan bertanya. Ayah, susu itu apa? Temanku berkata warnya putih dengan krim, dan rasanya manis sekali, hanya kalah manis dari madu para Dewa. Tolong ayah, aku ingin minum susu.

Sang ayah yang terlalu miskin untuk membeli susu, mengaduk tepung dalam air dan ditambah gula, lalu diberikannya pada sang anak.

Sang anak meminumnya lalu menari dengan gembira sambil berseru, sekarang aku tahu rasanya minum susu!

Sang ayah yang selama bertahun-tahun dalam kesusahan tidak pernah meneteskan air mata, akhirnya menangisi kepercayaan sang anak atas kebohongannya.

***

"Kau selalu mengingat kisah tersebut karena kau selalu melihat segala hal dari sudut pandangmu yang berbeda, Dru," sergah Drestajumena muda, saudara kembar Drupadi.

"Kisah itu sungguh memilukan, Dre, dan tentunya berasal dari pengalaman hidup Resi Dorna semasa anaknya, Aswatama masih kanak-kanak," ujar Drupadi muda.

"Aku tidak pernah diceritakan kisah itu oleh para pengajar."

"Oh ya, lalu bagaimana kau diajari kisah yang menjadi asal muasal penciptaan kita, Kanda Drestajumena, Sang Penghancur Musuh?"

Drestajumena pun berkisah.

***

Raja Pancala tampak sedang duduk di atas singgasana yang sangatlah megah sementara di balairung istana tengah berkumpul para petinggi istana dalam acara pertemuan raja dengan para rakyatnya yang ingin menyampaikan segala sesuatu kepada rajanya. Segala permintaan dan tuntutan rakyat sudah menjadi kewajiban istana untuk mengabulkannya, sesuai kebijakan istana demi kebaikan rakyatnya. Acara ini selalu dihadiri oleh rakyat yang datang berbondong-bondong lalu kembali pulang dengan hati yang puas dan hampir semua rakyat bisa memperoleh keinginannya sehingga kerajaan Pancala memiliki rakyat yang sejahtera.

Hingga hari itu muncullah ke hadapan sang raja yang didampingi seluruh petinggi kerajaan, seorang resi yang tampak sangat miskin dengan baju yang lusuh, membawa serta seorang anak yang walau berwajah cakap dan berkulit bersih, tetapi tampak kumal dan kurus kering seperti kurang gizi. Saat tiba gilirannya untuk menghadap raja, dengan penuh kegembiraan dia maju ke depan singgasana dan menatap lekat wajah sang raja.

Sang resi lalu berseru kegirangan, "Ternyata memang engkau! Syukurlah, Sucitra kini engkau telah menjadi raja! Ini aku, Kumbayana! Aku sangat gembira dan kini datang untuk menagih janjimu padaku sewaktu kita masih muda sebagai saudara seperguruan. Engkau telah berjanji untuk membagi dua kerajaanmu bila engkau telah menjadi raja. Kini tolonglah aku, Sucitra! Aku dan anakku hidup miskin dan hanya memperoleh penghasilan dari mengajar memanah. Tentunya engkau bersedia menolongku dan memenuhi janjimu!"

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now