BAGIAN 24. ARJUNA BERDOSA?

2K 70 7
                                    

Ilustrasi: Drupadi dan Arjuna dalam film produksi SinemArt Pictures. Siapakah pemeran Arjuna itu?


"... aku mencintaimu... Drupadi..."

Arjuna akhirnya menjawab pertanyaan Drupadi.

Drupadi masih menunduk dan terguncang, bahkan kini beberapa helai rambut terlepas dari sanggul dan menutupi matanya, seolah bersembunyi dari mata Arjuna yang entah bagaimana, tiba-tiba menyorotkan tatapan penuh harap padanya. Tetapi tetesan air mata tetap terlihat membasahi pipi Drupadi.

Arjuna tertunduk, lalu berkata, "Maafkan aku, Drupadi... jawabanku terlalu egois.... aku seharusnya menyadari bahwa sekarang belum waktunya untuk ..."

"Jawablah pertanyaanku lagi... Arjuna..." potong Drupadi sambil terisak. "Apakah ... kau mau meninggalkan ... semua ini ...?"

"Meninggalkan apa...?" tanya Arjuna kebingungan.

Drupadi kembali terisak, sambil berkata.

"... meninggalkan istana ini... meninggalkan Indraprasta, saudara-saudaramu... Pandawa, ibumu, dan semua orang yang selama ini mengisi kehidupanmu ... demi pergi bersamaku?"

Arjuna terhenyak mendengarnya. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa Drupadi akan mengatakan hal seperti itu.

"Kau hanya diam, Arjuna. Artinya kau tidak mau pergi, bukan?" tanya Drupadi. "Aku sudah bisa menduganya. Walau aku pun harus siap meninggalkan segalanya ... bila seandainya kau menjawab iya..."

"Maafkan aku, Drupadi..."

"Kau tidak perlu meminta maaf lagi, Arjuna..." ucap Drupadi kembali terisak. "Justru sekarang akulah yang harus meminta maaf... Bila kau tidak mau pergi bersamaku, aku harus memintamu untuk pergi sendiri dari sini."

"Apa?"

"Ya, sekali lagi aku minta maaf Arjuna... Aku ingin kau pergi dari sini karena engkaulah harapanku untuk menggugah keputusan rumah tanggaku dengan Pandawa. Aku berharap engkaulah orang yang bersedia melanggar sumpah sehingga dihukum dan diusir dari sini. Agar Pandawa dan keluarganya menyadari bahwa rumah tangga seperti ini terlalu sulit untuk dijalani, bahkan terpaksa harus mengorbankan putra tersayang mereka untuk menjalani hukuman terusir bertahun-tahun."

Arjuna kembali terhenyak untuk kesekian kalinya, namun sambil merenungkan perkataan Drupadi tersebut, yang semakin lama semakin terasa bahwa ada kemungkinan harapan Drupadi bisa terwujud. Selama Arjuna termenung, Drupadi pun mulai bisa menguasai diri dan perlahan mulai menghentikan isak tangisnya, serta mengusap air mata dari wajah dengan tangannya. Dia pun menarik nafas panjang, lalu mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk.

Drupadi berkata, "Aku mencintai Yudhistira dan aku pun seperti wanita lainnya, aku ingin membahagiakan suamiku dengan memberinya anak. Tapi ... tidak dalam kondisi seperti ini, tidak mungkin..."

"Benarkah? Kalian akan berusaha memiliki anak lagi?" tanya Arjuna tiba-tiba dengan penuh semangat.

"Lagi?" Drupadi terheran. "Oh, baiklah. Rupanya Yudhistira sudah bercerita."

Arjuna pun menyadari kebodohannya telah menunjukkan bahwa dia tahu tentang peristiwa keguguran kandungan Drupadi, lalu berkata, "Yudhistira terpaksa bercerita padaku karena dia tidak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa... Dia sangat mencintaimu, Drupadi. Lagipula bukankah kita ini keluarga, yang harus saling membantu dan berbagi apalagi untuk hal sepenting itu... Seperti yang kita lakukan untuk Gatot, bukan?"

Drupadi termenung sejenak, lalu berkata, "Mungkin kau benar, paman yang baik. Maafkan bila kami berdua terlambat menyadarinya..."

"Dan kini, bahkan selamanya aku pun siap membantu, Drupadi. Aku siap bila memang aku harus pergi dari sini."

Drupadi menatap Arjuna, yang balas menatapnya dengan sorot mata kesungguhan.

***

Beberapa waktu kemudian, Yudhistira mulai merasa curiga akan gerak-gerik istrinya, Dewi Drupadi. Terutama di malam hari, seringkali sang istri menghilang hingga larut malam. Para dayang pun tidak tahu sang Ratu pergi kemana, karena di kamarnya tidak ada. Namun Yudhistira menyadari bahwa ada satu orang yang tahu, tentunya Dhaima sang pengasuh.

"Dhaima, tahukah kau dimana Drupadi? Mengapa di malam selarut ini dia belum kembali ke kamarnya?" tanya Yudhistira pada Dhaima.

Dhaima pun menjawab dengan berbohong, "Maafkan Paduka, aku tidak tahu."

"Hmm... sudah beberapa malam ini sepertinya sang Ratu sering menghilang dan kau tidak tahu, Dhaima?" ujar Yudhistira sambil mengangguk-ngangguk, menyadari kebohongan Dhaima. "Padahal dia tadi sudah kembali ke kamarnya, tetapi dia keluar lagi. Kira-kira kau mendengar dia hendak kemana atau melihat ke arah mana dia perginya, Dhaima?"

Dhaima termenung sejenak, lalu menjawab, "Kalau tidak salah dia pergi ke arah bagian timur istana, lalu kembali dengan baju yang seringkali berdebu dan agak kotor, Paduka."

"Bagian timur..." ujar Yudhistira sambil merenung. "Baiklah, terimakasih kalau begitu Dhaima."

Yudhistira pun berjalan ke bagian timur istana sambil berpikir kira-kira di mana Drupadi. Dia lalu teringat bahwa di bagian timur adalah tempat gudang senjata, biasanya malam begini Arjuna masih sibuk di situ membereskan persenjataan. 'Ah, aku akan mencari Drupadi dan kalau tidak ketemu, sekalian saja aku mampir menemui Arjuna,' begitu pikir Yudhistira.

Yudhistira pun berjalan-jalan menyusuri beberapa bagian timur istana, namun tidak ditemuinya juga Drupadi. Setelah menyerah, dia pun mendatangi gudang senjata. Di depan pintu, dia tertegun, karena didengarnya seperti suara orang berbicara di dalam. Ditajamkanlah telinganya, dan terkejutlah dia karena mendengar suara dua orang yang sangat dikenalnya di dalam, suara Arjuna dan istrinya, Drupadi!

Yudhistira seperti tersengat listrik sehingga badannya tidak bisa bergerak saking terkejutnya. Nafasnya tiba-tiba memburu dan dadanya memanas, menyadari istrinya sedang berduaan di dalam gudang senjata bersama adiknya yang tampan sekaligus calon suaminya di masa depan itu. Cemburu membakar dirinya tetapi dia seakan tak kuasa membuka pintu gudang senjata itu. Segala bayangan Drupadi dan Arjuna melintas begitu saja di depan matanya dan membuatnya pusing dan gelap mata. Dia pun segera pergi dan meninggalkan gudang senjata itu.

Setiba di kamarnya sendiri, sang raja berusaha menenangkan diri dan meredam rasa cemburunya. Dia mencoba berprasangka baik tetapi apa daya emosi dan nafsunya selalu menjerumuskan pikirannya ke prasangka yang terburuk. Disadarinya malam sudah semakin larut dan dia pun tak mampu menahan lagi rasa ingin tahunya yang dibakar cemburu. Didatanginya kamar Drupadi dengan sekuat mungkin menahan emosi.
Pintu kamar dibuka oleh Dhaima setelah sang prabu mengetuk.

"Drupadi sudah kembali, Dhaima?"

Dhaima tampak tergagap dan menjawab, "Su ... sudah, Paduka... Tapi... sang Ratu ... sedang ingin beristirahat..."

Yudhistira mulai tidak sabar, lalu berkata, "Aku ingin menemuinya."

"Tapi ... sang Ratu ... sudah berpesan..."

"Aku hanya ingin bicara padanya, Dhaima. Aku ini suaminya!"

Dhaima hanya menunduk ketakutan dengan mata berkaca-kaca.

"Ada apa, Dhaima? Apa ada yang tidak beres?" tanya Yudhistira sambil dengan curiga mendorong pintu kamar Drupadi hingga terbuka. Dan betapa terkejutnya dia melihat sosok Arjuna berada di dalam kamar Drupadi!

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now