BAGIAN 8. KERIBUTAN DAN KEMUNCULAN

1.1K 64 0
                                    

Ilustrasi: Wayang Golek kisah Sayembara Drupadi bisa ditonton di yutub

Sang Brahmana pun menghaturkan sembah ke podium tempat Prabu Drupada berada, lalu berkata.

"Atas izin Paduka Raja, hamba akan mencoba mengikuti sayembara."

Prabu Drupada masih terpana melihat wajah tampan sang Brahmana yang tampak tidak asing baginya. Dan setelah mendengar suara brahmana itu, Prabu Drupada hampir bisa mengenalinya. Itukah sang pangeran Arjuna?

Tanpa menunggu lama, sang Brahmana memulai aksinya. Tanpa ragu-ragu diraihnya busur Kindara dengan mantap, lalu diangkatnya. Lalu dia membidik sasaran dengan memandang pantulan di kolam, dan melesatlah anak panah dengan cepat dan menancap tepat pada ikan logam yang tergantung. Luar biasa! Tidak ada yang menyangka bahwa seorang brahmana muda bisa melakukan aksi yang sedemikian hebat sekaligus mengalahkan kesaktian para raja dan pangeran yang hadir di Pancala.

Tentu saja tidak ada yang menyangka, kecuali Prabu Sri Kresna yang tiba-tiba sudah berada di samping Prabu Drupada.

"Itulah ksatria Arjuna, paduka raja," ucap Sri Kresna. "Tidak lain dan tidak bukan!"

Prabu Drupada terkejut karena tidak menyadari bahwa ternyata Sri Kresna sudah berada di sampingnya. Lalu dia berkata, "Sepertinya begitu, ananda Kresna. Aku mulai bisa mengenalinya. Tetapi apakah dia sendirian? Kemanakah saudara-saudaranya, para Pandawa?"

"Tentunya mereka juga ada di sini dan akan muncul segera," ucap Sri Kresna penuh keyakinan.

Sementara itu suasana di arena menjadi ramai dengan sorak-sorai penonton yang menyaksikan dan mengelu-elukan keberhasilan sang Brahmana. Tetapi tampak mulai ada juga sorak-sorai ketidakpuasan atas kontroversi yang terjadi dengan kemungkinan dimenangkannya sayembara oleh seorang brahmana, dari pihak undangan dan tamu para raja dan ksatria yang hadir. Khususnya dari sudut yang ditempati para Kurawa yang mulai menghasut dan menyulut protes akan jalannya sayembara yang dianggap tidak sesuai aturan.

Sang Brahmana yang bisa melihat gelagat tidak baik dari sebagian hadirin yang tidak puas, tetap berdiri di tengah arena tanpa gentar sedikit pun. Bahkan dengan berani, dia mendekati tribun tempat para Kurawa, pun berkata.

"Silakan bila Prabu Duryudana dan saudara-saudaranya para Kurawa tidak puas akan hasil sayembara, aku bersedia meladeni tantangan apa pun dari para Kurawa!"

Segenap hadirin pun terkesiap mendengar perkataan sang Brahmana. Suasana memanas khususnya para Kurawa sebagian terpancing emosinya dan mulai turun ke arena lalu mulai mengurung sang Brahmana. Dan tanpa aba-aba satu per satu pun mulai menyerang sang Brahmana yang ternyata dengan sigap dan tangguh bisa meladeni keroyokan para ksatria tersebut. Bahkan melihat beberapa ksatria mulai terhajar oleh kesaktian sang Brahmana, keroyokan itu semakin ramai dan pihak Pancala mun mulai bersiaga ke tengah arena untuk mengamankan situasi.

Namun sebelum situasi mereda, tiba-tiba muncullah empat orang Brahmana lain yang terjun pula ke tengah arena dan ikut membantu sang Brahmana pertama menghajar keroyokan para ksatria dan Kurawa. Yang paling menonjol adalah seorang Brahmana yang bertubuh tinggi besar dengan kekuatan yang luar biasa bahkan membuat sebagian ksatria kocar-kacir ketakutan, khususnya para Kurawa.

Patih Sangkuni yang dari tadi mengamati situasi sambil mendampingi Prabu Duryudana akhirnya berkata, "Sungguh sial, ananda Prabu Duryudana! Tampaknya mereka berlima itu adalah Pandawa! Brahmana yang tinggi besar itu sudah pasti Bima dan Brahmana tampan itu tentulah Arjuna!"

Prabu Duryudana pun tersadar, "Bagaimana mungkin, paman? Bukankah mereka seharusnya sudah mati terbakar?"

"Aku tidak tahu, ananda. Tapi sebaiknya kita semua segera pergi dari sini daripada Pandawa mengungkapkan peristiwa Balai Sigala-gala kepada khalayak dan kita bisa mendapatkan malu," bisik Patih Sangkuni pelan yang akhirnya diiyakan oleh Prabu Duryudana. Dia juga ngeri bila Bima akan mengamuk dan melabraknya penuh dendam mengingat segala kecurangan Kurawa untuk melenyapkan Pandawa.

Sedikit demi sedikit dan perlahan-lahan barisan Kurawa mulai menarik diri dari keributan di arena, lalu bergerak meninggalkan tirbun. Sehingga lama kelamaan keributan pun mulai bisa dihentikan oleh pihak keamanan dari kerajaan Pancala. Drestajumena pun tampak berada di tengah-tengah arena dan mengamankan kelima Brahmana yang menjadi pusat keributan tersebut. Drestajumena menatap satu per satu kelima Brahmana tersebut dan mulai bisa mengenali sosok-sosok tersebut, namun masih samar. Karena tentunya bila memang mereka adalah Pandawa yang sudah menghilang bertahun-tahun, kondisi fisik mereka pun sudah tumbuh dan berubah dari semula remaja kini sudah menjadi pemuda.

"Apakah kalian saudara-saudaraku, para ksatria Pandawa dari Hastina yang dikabarkan menghilang saat peristiwa kebarakan di Balai Sigala-gala?" tanya Drestajumena hati-hati.

Kelima Brahmana tersebut saling bertukar pandang sejenak, lalu salah satu yang tampaknya paling tenang dan matang menjawab.

"Kami hanyalah lima orang Brahmana yang telah lama tinggal di hutan, pangeran.

Drestajumena tentunya tidak percaya begitu saja pada jawaban itu, dia bekata, "Tetapi kesaktian kalian sangat luar biasa bahkan bisa menandingi keroyokan para ksatria dari berbagai kerajaan."

Lalu Drestajumena menatap Brahmana tampan yang tadi mampu menyelesaikan tantangan sayembara.

"Khususnya Anda, pemuda Brahmana yang gagah dan tampan," ujar Drestajumena. "Kesaktian Anda sungguh mengagumkan dan bahkan bisa menyelesaikan tantangan sayembara yang sedemikian berat dengan sempurna."

"Tentu saja, karena pastilah dia adalah putra sahabatku, mendiang Prabu Pandu Dewanata," sergah Prabu Drupada yang tiba-tiba telah berada di tengah-tengah mereka. Prabu Drupada mendekati Brahmana tampan tersebut sambil menatapnya lekat-lekat, lalu berkata dengan yakin, "Engkau adalah Arjuna, putra penengah Pandawa, bukan? Pemenang sayembara ini sekaligus menjadi calon menantu yang telah lama aku idam-idamkan."

Brahmana tampan itu menunduk hormat sambil berkata, "Benar, Paduka. Aku adalah Arjuna. Namun maafkan Paduka karena aku bukanlah pemenang sayembara, karena yang berhak menentukannya adalah tuan putri Drupadi."

Prabu Drupada semakin terpesona dengan kerendahan hati Arjuna beserta keempat Brahmana yang ternyata memang para Pandawa, yaitu Yudhistira, Bima dan si kembar Nakula-Sadewa. Maka akhirnya setelah diperkenalkan kepada Putri Drupadi, Arjuna pun dinyatakan sebagai pemenang sayembara dan disambut dengan meriah oleh hadirin dan segenap rakyat Pancala di alun-alun.

Kemudian Pandawa diizinkan untuk membawa Dewi Drupadi untuk diperkenalkan sekaligus menjemput ibu mereka, Dewi Kunti di pondok mereka di hutan. Ketika sampai di pondok, ternyata Dewi Kunti sedang sibuk di dapur tengah memasak dan tidak menyadari kehadiran Dewi Drupadi. Bima yang senang mengganggu ibunya mencoba mengejutkan sang ibu.

"Ibu kami yang tersayang, coba lihat hadiah apa yang kami bawa ke rumah!" seru Bima ke arah dapur.

Dewi Kunti balas berseru dari dalam dapur, "Seperti yang sudah menjadi sabdaku, apa pun yang kalian peroleh bersama harus dibagi lima sama rata."

Perkataan itu pun menjadi sabda seorang ibu yang yang tidak terelakkan. Begitu juga bagi seorang putri yang mereka menangkan dalam sayembara yaitu Dewi Drupadi, yang pada akhirnya harus menikahi kelima Pandawa!

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now