BAGIAN 14. JANJI PEMUDA ARJUNA

1.4K 72 0
                                    

Ilustrasi: Dewi Subadra, dalam versi Wayang Jawa

Suasana di seluruh kerajaan Mandura sangat mencekam akhir-akhir ini, setelah pengumuman bahwa akan diadakannya adu jago di istana Mandura sebagai tantangan dari penguasa sementara, Kangsa kepada para pendukung raja yang ditawan, Basudewa. Bahkan ancaman hukuman mati untuk Basudewa dan adik-adiknya sudah diumumkan pula bila jagoan yang membela mereka kalah dari jagoan Kangsa dan Suratimatra. Apalagi setelah tersiar kabar bahwa keluarga Antapoga dan Endang Sagopi telah menghilang dari Desa Brindawan saat terjadi penggerebekan oleh pasukan Kangsa. Tentunya kedua pemuda sakti yang bernama Kakrasana dan Narayana pun telah hilang dan entah kemana perginya. Harapan rakyat hampir memudar dan sudah di ujung tanduk untuk lepas dari kekuasaan lalim Kangsa yang kejam dan tanpa ampun.

Namun Kangsa belum tenang, pasukannya tetap diperintahkan untuk mencari jejak dan keberadaan keluarga Antapoga, bahkan sampai ke pelosok hutan belantara. Bila ditemukan, harus langsung ditangkap untuk diadu jago di arena nanti. Bila melawan, langsung bunuh saja. Begitulah perintah Kangsa. Jadilah keluarga Antapoga yang tersisa di tengah hutan harus kucing-kucingan dengan pasukan Kangsa yang terus memburu mereka.

Namun sepandai-pandainya bersembunyi dan semakin gencarnya pasukan Kangsa memburu mereka, mereka seperti hewan buruan yang sudah terpojok di dalam hutan. Hanya tinggal menunggu waktu sebelum akhirnya mereka tercium keberadaannya. Lurah Antapoga, Endang Sagopi, Udawa dan Subadra sudah tidak berkutik di suatu sudut dalam hutan. Akhirnya pasukan Kangsa pun berhasil menemukan persembunyian mereka.

"Hahaha... mau lari kemana lagi kau, Antapoga?" Tanya komandan pasukan. "Dan mana kedua anak laki-lakimu yang pemberontak itu, Kakrasana dan Narayana?"

Antapoga menelan ludah penuh ketegangan dalam kepasrahan, lalu menjawab, "Mereka sudah ku suruh untuk pergi selamanya dari Mandura! Kalian tidak akan pernah menemukan mereka."

Komandan pasukan melirik pada Subadra, lalu berkata, "Dan ini tentunya anak perempuan Basudewa itu, yang bernama Subadra. Mereka pasti akan kembali untuk menyelamatkanmu nanti. Pasukan, ayo seret anak perempuan yang cantik ini ke hadapan Prabu Kangsa di istana Mandura!"

"Larilah, Subadra!" seru Antapoga sambll menarik lengan Subadra dan berlari, diikuti Udawa dan Endang Sagopi. Beberapa pasukan langsung mengejar dan Antapoga pun memberi perlawanan semampunya dibantu Udawa.

"Terus lari, Subadra! Aaakkhhhh..."

Antapoga terus menyerukan Subadra untuk lari namun sebilah pedang milik seorang prajurit menembus dadanya dan mengakhiri hidupnya. Subadra bisa melihat tatapan terakhir dari ayah angkatnya itu, lalu terus melanjutkan berlari secepatnya walau dengan berurai air mata kesedihan setelah melihat kematian orang yang disayanginya itu. Sementara Udawa dan Endang Sagopi menghentikan perlawanannya sambil memeluk histeris Antapoga yang tubuhnya sudah tidak bernyawa.

"Kejar anak perempuan itu dan bawa kembali kemari!" perintah sang komandan pada anak buahnya, sambil berpikir bahwa tidak mungkin Subadra bisa lari jauh.

Subadra mengerahkan seluruh sisa-sisa tenaganya untuk berlari, namun apalah daya seorang perempuan di tengah hutan. Apalagi sambil menangisi kematian ayah angkat yang bertahun-tahun telah membesarkannya dengan penuh kasih saying itu. Subadra merasa bahwa hidupnya sudah di ujung tanduk dan harapannya sudah pupus untuk ditolong oleh kedua kakaknya, Kakrasana dan Narayana.

"Subadra!"

Sebuah suara memanggil namanya dari kejauhan, sepertinya dari arah depan. Itukah kakaknya? Subadra seolah-olah memperoleh tenaga baru dan mempercepat larinya. Dia juga melihat seperti ada sesosok bayangan dari kejauhan yang bergerak cepat mendekatinya. 'Kakrasanakah itu? Atau Narayana? Tolonglah adikmu ini, kakak!'

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now