BAGIAN 22. HAPPY BIRTHDAY, DRUPADI

1.7K 63 2
                                    

Ilustrasi: Baru tahu ada film Drupadi diperanin sama Dian Sastro


Setelah mengetahui peristiwa yang diceritakan oleh Yudhistira, Arjuna pun mau tidak mau ikut memikirkan situasi Drupadi. Perasaannya pun turut sedih bila harus mengingat hal tersebut, dan dia pun mengerti bahwa kehadiran Gatotkaca, putra Bima yang menjadi idola itu turut memperkeruh perasaan Drupadi. Tapi satu hal yang disadari oleh Arjuna, bahwa kejadian ini bukanlah salah siapa-siapa melainkan sudah suratan takdir. Karena itu daripada sibuk memperbaiki masa lalu yang sudah terjadi, Arjuna memilih untuk melakukan apa yang terbaik menurutnya untuk dilakukan saat ini.

Selain tetap berbuat yang terbaik dalam menjaga perasaan Drupadi dan juga mendukung Yudhistira untuk membantu istrinya itu, Arjuna pun sangat memperhatikan Gatotkaca. Apalagi Gatotkaca pun sangat menghormati paman yang telah berjuang menolongnya memutus ari-ari sewaktu bayi. Jadilah mereka sangat dekat dan akrab, sehingga kepribadian Arjuna yang sangat patriotik itu pun menular dengan cepat ke dalam diri Gatotkaca. Bima sendiri cukup senang melihat kedekatan mereka walau seakan melebihi hubungannya dengan Gatot sebagai ayah - anak, karena dia percaya Arjuna selalu membawa pengaruh baik sekaligus bisa menurunkan kesaktian pada Gatot. Arjuna pun menyayangi keponakannya itu, bahkan sifat kekanakan yang sekali-sekali muncul dari Gatot justru membuatnya makin sayang. Rasa kebapakan Arjuna pun tumbuh dengan sendirinya bila sedang bersama Gatot.

Begitu juga Yudhistira, setelah memberi tahu rahasianya bersama Drupadi pada Arjuna, pun kini sering meluangkan waktunya untuk mencurahkan hati pada Arjuna. Bahkan saat Arjuna pun sedang sibuk, Yudhistira kadang mencari-cari Arjuna. Seperti pada suatu malam, ketika Arjuna tengah menyendiri di gudang senjata, sibuk merapikan dan merawat senjata-senjata pusaka milik Indraprasta, Yudhistira pun mendatanginya.

"Selamat malam, Arjuna," sapa Yudhistira.

Arjuna yang sedang duduk di lantai sambil sibuk membersihkan sebuah busur panah pun menengadah dan kaget melihat kakaknya itu mendatanginya.

"Oh, selamat malam Kanda," jawabnya sambil segera berdiri. "Maaf aku tidak menyadari kehadiran Kanda, karena sedang sibuk, ehm ini ..." Arjuna pun mengasongkan busur yang sedang dipegangnya itu.

Yudhistira hanya tersenyum, lalu berkata, "Tidak apa-apa, adik. Lanjutkan sajalah pekerjaanmu dan bila aku justru yang mengganggumu, aku akan pergi."

Arjuna pun termenung, lalu bertanya, "Apakah ada hal penting yang ingin Kanda sampaikan padaku?"

"Ya, mungkin penting untuk kusampaikan tetapi tidak terlalu penting untuk kau dengarkan..." jawab Yudhistira. "Aku hanya butuh teman bicara, adik."

Arjuna mengangguk sambil tersenyum, "Silakan, Kanda. Kalau begitu sambil aku lanjutkan pekerjaanku ya."

Yudhistira mengangguk. Arjuna pun duduk kembali di lantai sambil membersihkan busur yang sedang dipegangnya. Yudhistira pun ikut duduk di lantai di sebelah Arjuna.

"Aku selalu berusaha mendukung dan membantu Drupadi, adik..." Yudhistira pun memulai curahan hatinya. "... sejak dulu hingga sekarang, aku rasa aku sudah berusaha sekuatnya. Kau pun bisa melihatnya, bukan?"

"Hmm..." Arjuna hanya menggumam sambil mengangguk.

"Tapi ... ah entahlah Arjuna, segalanya tampak sangat berat bagi Drupadi..."

"Ya pasti berat lah..."

"Oh, terus aku harus bagaimana?"

"Teruskan saja."

"Sampai kapan?"

"Sampai berhasil."

"Tapi kami tidak akan mungkin bisa melupakan peristiwa kehilangan itu, adik... sampai kapan pun..."

Yudhistira menarik nafas panjang sambil menyandarkan dagu di atas lututnya sendiri. Arjuna pun menoleh pada kakaknya itu, lalu berkata.

"Kematian bukanlah kehilangan yang paling besar dalam hidup. Kehilangan paling besar adalah apa yang ikut mati dalam diri kita sementara kita masih hidup..."*

Yudhistira pun termenung mendengar perkataan mendalam dari Arjuna itu.

"Sabarlah, Kanda. Semua ini hanya ujian..." hibur Arjuna.

Yudhistira mengangkat alis sambil berkata, "Kok sepertinya aku sering dengar perkataan yang itu ya?"

"Iya, lah. Lagi trending kok, kanda."

Keduanya pun tertawa kecil. Kemudian Arjuna pun tiba-tiba berkata.

"Aku punya ide, Kanda. Ya mudah-mudahan bisa membantu kanda dan kita semua."

"Ide apa itu, adik?" tanya Yudhistira.

"Mari kita rayakan ulang tahun Drupadi dengan meriah. Masih sebulan lagi kan?"

"Kau benar, adik! Ayo kita lakukan!"

***

"SELAMAT ULANG TAHUN!"

Semua orang pun berseru mengucapkan selamat pada Dewi Drupadi, di balkon istana Indraprasta yang disulap menjadi ruang pesta yang meriah malam itu. Drupadi yang cukup kaget karena ternyata banyak orang terdekatnya yang datang untuk ikut merayakan hari kelahirannya itu. Seluruh Pandawa hadir, ada ayahnya, Prabu Drupada dari kerajaan Pancala, sahabatnya, Sri Kresna dari Kerajaan Dwaraka, dan tentu saja sudara kembar yang turut pula berulang tahun, Drestajumena. Bahkan hadir pula, mertuanya, Dewi Kunti didampingi Yamawidura dari kerajaan Hastina, juga kakak iparnya, Dewi Arimbi dari kerajaan Pringgandani yang tengah bergandengan dengan putra tersayangnya, Gatotkaca.

Dengan digandeng suaminya, Prabu Yudhistira, Drupadi pun dibawa ke hadapan kue ulang tahun yang luar biasa besarnya dengan puluhan lilin di atasnya. Hadirin pun mulai menyanyikan lagu ulang tahun yang diakhiri dengan lagu "tiup lilinnya".

"Make a wish, dear..." bisik Yudhistira pada istrinya itu.

Drupadi tersenyum lalu memejamkan mata dan berdoa. Kemudian dengan dibantu Drestajumena, mereka pun meniup lilin yang banyak itu sampai mati semuanya. Hadirin pun bertepuk tangan dengan gembira dan melanjutkan dengan bernyanyi lagu "potong kuenya". Dan kue pertama pun dipotong oleh Drupadi lalu diserahkan pada Drestajumena.

"Untuk saudara kembarku tersayang yang entah kenapa selalu kucemaskan akan melajang seumur hidupnya," sindir Drupadi sambil tersenyum.

"Dasar kau! Hahaha..." gerutu Drestajumena sambil tertawa dan melahap kue itu.

Acara pun dilanjutkan dengan makan malam dengan menu istimewa yang sangat lezat dan nikmat. Tentu saja semuanya merupakan menu favorit Drupadi bahkan sampai bahan makanan yang paling sulit ditemukan karena sedang tidak musim pun ada.

Setelah acara makan malam selesai, pertunjukkan kembang api pun dimulai. Arjuna yang telah menyiapkan berbagai peralatan kembang api pun beraksi dengan piawai. Panah-panah yang sudah disiapkan khusus dengan efek ledakan dan cahaya pun dilepaskan ke angkasa. Seketika langit di atas istana Indraprasta pun menjadi meriah dengan cahaya kembang api berwarna-warni dan ledakan-ledakan yang diikuti sorakan dan tepuk tangan hadirin. Ditambah dengan aksi Gatotkaca yang terbang sambil membawa lampu-lampu lampion yang disusun di langit menjadi tulisan "SELAMAT ULANG TAHUN RATU DRUPADI, CINTA KAMI UNTUKMU AKAN HIDUP SELAMANYA." Sungguh satu pesta ulang tahun yang luar biasa dan megah tidak ada bandingannya di seluruh Indraprasta bahkan mungkin di dunia.

***

Seusai pesta kembang api, acara dilanjutkan dengan ramah-tamah dan obrolan santai. Hampir semuanya terkagum-kagum dengan aksi kembang api Arjuna, dan tidak sedikit juga yang mengelu-elukan kemampuan hebat Gatotkaca yang terbang di angkasa. Namun lebih banyak lagi yang bersendawa kekenyangan karena kelezatan menu makanan yang disajikan malam itu.

"Bima, jangan bersendawa terlalu keras!" Dewi Kunti memarahi anaknya yang gagah perkasa itu tapi tampak tidak peduli.

"Tapi ibunda, aku sedang berlomba sendawa dengan Gatot," sanggah Bima. "Yang paling keras menang dan boleh menghabiskan iga bakar yang tersisa."

"Astaga! Kalian ini anak dan bapak sama saja!" omel Dewi Kunti.

"Maafkan mereka, ibunda," ucap Dewi Arimbi, yang kemudian tanpa tertahan ikut bersendawa dengan kerasnya kemudian segera menutup mulutnya dengan malu. Mau tidak mau Dewi Kunti pun akhirnya tertawa, diikuti Arimbi, Bima, Gatot dan semua yang duduk di meja besar tempat mereka berkumpul dan mengobrol.

"Sebenarnya berapa umur kita, Dru?" tiba-tiba Drestajumena bertanya pada Drupadi.

Drupadi terdiam sejenak, lalu menggeleng, "Entahlah, Dre. Kita tidak dilahirkan, bukan? Kau dan aku muncul dari api pemujaan sebagai sepasang anak kecil."

"Cara lahir yang aneh. Hehehe..." ujar Drestajumena terkekeh. "Untunglah masih ada yang mau merayakannya, hahaha..."

Yudhistira pun menimpali pembicaraan itu dan berkata, "Cara lahir kami pun tidak biasa, bukan? Aku dan Bima kan tidak dilahirkan melalui kandungan ibunda Kunti."

Bima terkekeh sambil berkata, "Apalagi aku, sewaktu bayi aku terkurung dalam kantung ketuban selama bertahun-tahun dan ditinggalkan di hutan. Untunglah ada seekor gajah yang bisa menghancurkan kantung ketubanku itu, hahaha..."

"Pantas tenaga kanda mirip gajah..."

"Sialan kau, Nakula!"

Mereka pun tertawa.

"Hanya Arjuna yang dikandung dan dilahirkan dengan normal oleh ibunda Kunti, di kampung halamannya istana Mandura. Makanya dia paling tampan dan sakti di antara kita," ucap Yudhistira.

"Ya, saking beruntungnya bisa dibesarkan dengan bahagia di istana Mandura bersama cinta pertamanya, Dewi Su-..." ucap Sadewa yang terpotong karena Arjuna yang malu bercampur kesal langsung menyergap sehingga mereka terjatuh dari kursinya dan berguling-guling di lantai sambil ditertawakan oleh seiisi meja.

"Yeah, may be we are freaks, but we are meant to be something, right?" ucap Drupadi sambil tersenyum.

"Right, sister! Toast to that, everyone!" ucap Sri Kresna sambil mengangkat gelas dan disambut semuanya.

Yang jelas suasana gembira malam itu seakan bisa menghanyutkan duka sedalam apa pun di hati setiap manusia yang hadir.

***

Seusai pesta, di dalam kamar Drupadi.

"Terimakasih untuk malam ini, sayang..."

Drupadi lalu mengecup mesra Yudhistira dan tenggelamlah keduanya dalam kehangatan di sisa malam milik mereka berdua.

*)Kutipan tersebut diambil dari::

*)Kutipan tersebut diambil dari::

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now