BAGIAN 7. MERENTANG BUSUR, TANCAPKAN PANAH, PATAHLAH HATI

1.2K 72 2
                                    

Ilustrasi: Sayembara Dewi Drupadi, lukisan Bapak Gung Wayan Tjidera tahun 2004

Sayembara perjodohan putri Pancala yang bernama Dewi Drupadi, sosok yang cukup misterius bagi khalayak dunia karena jarang menampakkan diri di istana apalagi di luar kerajaan, tetap meriah dan dihadiri banyak undangan dan tamu. Mungkin karena Kerajaan Pancala dengan rajanya yang sakti, Prabu Drupada sudah terkenal dengan kejayaan dan kebesaran kerajaannya. Menjalin hubungan kerabat sebagai menantu atau besan dengan beliau merupakan suatu hubungan yang akan sangat menguntungkan bagi siapa pun untuk ikut membesarkan nama dan kerajaan mereka sendiri. Apalagi setelah para tamu melihat sendiri sosok Dewi Drupadi yang elok dan cantik serta perilakunya yang menawan, semakin bersemangatlah para peserta untuk memenangkan sayembara. Kendati tampaknya syarat dan pelaksanaan sayembara cukup berat serta kebijakan Prabu Drupada bahwa pemenang ditentukan sendiri oleh pilihan Dewi Drupadi, tidak menyurutkan semangat para peserta yang sekaligus ingin menunjukkan kemampuan mereka.

Akhirnya, hari ini sayembara pun dilaksanakan. Setelah pembukaan dan penjelasan aturan sayembara, mulailah satu per satu para raja dan pangeran sebagai peserta mencoba menjalankan tantangan berat sayembara. Sekali lagi dijelaskan, bahwa tantangannya adalah memanah ikan dari logam yang digantung tinggi di atap aula, dengan melihat pantulan dari air kolam. Kesulitan ditambah dengan keharusan menggunakan busur panah terberat pinjaman dari Dewa, yang bernama busur Kindara. Tentunya ini mengharuskan pemenangnya adalah seorang ksatria pemanah yang sangat ulung dan memiliki kesaktian dan kekuatan yang luar biasa.

Setelah beberapa peserta mencoba, belum ditemukan pemenangnya. Para raja dan pangeran yang sudah mengeluarkan segenap kesaktiannya ternyata belum bisa menyelesaikan tantangan tersebut. Dan tibalah giliran Prabu Salya, raja dari Mandaraka maju ke depan dan mendekati busur Kindara.

Kendati umurnya sudah cukup tua atau sebaya dengan Prabu Drupada, tetapi tidak ada yang menyangsikan kesaktian Prabu Salya. Kehadirannya di Pancala merupakan penghormatannya terhadap undangan Prabu Drupada serta sebagai ajang menunjukkan kemampuannya yang masih mumpuni. Dengan merapal aji Candrabirawa, seketika kekuatan Prabu Salya menjadi berlipat-lipat. Dengan mantap dipegangnya busur Kindara, lalu diangkatnya dengan satu tangan ke atas kepalanya.

Seketika sorak-sorai dan tepuk tangan penonton dan hadirin pun bergemuruh melihat kesaktian Prabu Salya tersebut. Prabu Salya dengan tenang mendekati kolam lalu mencoba membidik dengan menatap air, namun setelah beberapa lama, dia menghentikan bidikannya, lalu berseru pada Prabu Drupada.

"Maafkan aku, sahabatku Prabu Drupada! Mataku yang sudah tua ini sepertinya sudah tidak bisa melihat dengan jelas," seru Prabu Salya sambil tersenyum. Dia pun menyimpan kembali busur Kindara dan berseru, "Sayang sekali sepertinya aku sudah terlalu tua, seingatku aku mengikuti sayembara perjodohan terakhir belasan tahun yang lalu. Dan bahkan saat itu pun aku terkalahkan!"

Setelah berkelakar mengingat kembali peristiwa dahulu tentang sayembara Dewi Kunti di Kerajaan Mandura, Prabu Salya pun berjalan kembali ke tribun diiringi tepukan tangan hadirin yang tetap mengagumi kekuatan beliau mengangkat busur Kindara walau tidak sanggup membidiknya. Sebagian hadirin bahkan menganggap bahwa Prabu Salya hanya merendah karena menghormati Dewi Drupadi yang masih muda dan tentunya mengharapkan jodoh yang masih muda pula.

Sayembara pun dilanjutkan namun belum ada yang bisa mencapai lebih jauh dari yang dilakukan oleh Prabu Salya. Termasuk juga Prabu Jarasanda dari Kerajaan Magada, juga saat Patih Supala diperintahkan untuk mencoba, ternyata tidak mampu juga.

Hingga tibalah giliran Prabu Duryudana dari Hastina mencoba mengangkat busur Kindara. Tangannya sampai bergetar hebat saat mengerahkan tenaga dan kesaktian untuk mengangkat busur itu. Setelah beberapa saat dia berhenti dan beristirahat sejenak. Tiba-tiba adiknya, Pangeran Dursasana juga menghampiri lalu mencoba sekuat tenaga mengangkat busur tersebut. Namun Dursasana dengan badan dan tenaga yang besar itu pun ternyata tidak mampu mengangkatnya. Hanya menghasilkan keringat dan peluh yang bercururan di sekujur tubuhnya.

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTAWhere stories live. Discover now