BAGIAN 13. KANGSA TAKON BAPA

1.3K 64 0
                                    

Ilustrasi: Raden Kangsa Dewa, dalam versi wayang Jawa

Sementara itu di Gunung Suweda, Kangsa yang ternyata tumbuh dengan luar biasa cepat dan juga sangat sakti dalam waktu belasan tahun sudah menjadi pemuda. Dia pun akhirnya mempertanyakan perihal kedua orang tuanya, dan diceritakanlah riwayat Gorawangsa dan Dewi Maherah yang pada akhirnya mati dianggap penyebabnya adalah Basudewa. Kangsa pun mewarisi dendam ayahnya juga pamannya tersayang, Suratimatra, untuk membalas Basudewa. Namun dengan menyadari bahwa Basudewa adalah seorang raja di kerajaan besar serta dikelilingi para punggawa yang kuat dan banyak, ditambah kedua adiknya yang juga sakti, disusunlah siasat yang sangat rapi dan cerdik oleh Kangsa dan Suratimatra.

Dengan berani dan penuh percaya diri, pemuda Kangsa mendatangi Mandura dengan menghadap dahulu ke adik Basudewa yang paling sakti, yaitu Ugrasena. Ugrasena telah menjadi seorang adipati di Lesanpura, lalu terpikat oleh kesaktian Kangsa untuk dijadikannya orang kepercayaan. Kemudian dengan siasat yang telah diatur, Suratimatra pura-pura menyerang kerajaan Mandura dan pada akhirnya Kangsa maju untuk mengalahkan Suratimatra dan pasukan kerajaan Guagra. Kangsa pun dielu-elukan oleh pasukan Mandura dan adipati Ugrasena karena telah membuktikan kesaktiannya di hadapan khalayak.

Kemudian setelah dihadapkan pada Prabu Basudewa, Kangsa pun menceritakan asal-usulnya bahwa dia adalah putra sang Prabu sendiri, dari mendiang istrinya, Dewi Maherah. Prabu Basudewa pun menjadi bingung dan serba salah antara curiga bahwa Kangsa adalah putra Gorawangsa atau dirinya. Namun karena Kangsa sudah terlanjur berjasa pada Mandura karena mengalahkan Suratimatra dan pasukan Guagra, maka Kangsa pun diangkat menjadi adipadi di Sengkapura. Sungguh suatu kesuksesan besar bagi Kangsa dan siasatnya yang cerdik sehingga dirinya menjadi pejabat penting di Mandura kini.

Kecerdikan Kangsa pun tidak sampai di situ, sang Adipati Sengkapura itu pun menjalin hubungan dengan Prabu Jarasanda dari kerajaan Magada, tetangga Mandura. Dengan lihai Kangsa medekati raja Magada dan mempengaruhinya untuk membantu pemberontakan kadipaten Sengkapura terhadap Prabu Basudewa. Pemberontakan ini juga dibantu oleh Suratimatra dan pasukan Guagra, sehingga Prabu Basudewa dan pasukan kerajaan Mandura seketika tidak bisa berkutik karena harus menghadapi musuh dari dalam dan dari luar. Maka Kangsa pun didaulat menjadi raja di Mandura mewakili Prabu Jarasanda dari kerajaan Magada, dengan dibantu Patih Suratimatra sebagai tangan kanannya. Sedangkan Basudewa dan keluarga serta adik-adiknya pun hidup menjadi tawanan di istana mereka sendiri.

Namun kekuasaan Kangsa ternyata tidak lama mulai goyah karena munculnya semangat rakyat Mandura akan munculnya dua pemuda sakti dan gagah dari desa Brindawan. Yang satu adalah pemuda berkulit bule bernama Kakrasana, bersifat jujur dan pemberani, sangat sakti dan selalu membela rakyat dari ketidakadilan para anak buah Kangsa yang lalim. Sedangkan yang kedua adalah pemuda berkulit hitam bernama Narayana, dicurigai sebagai biang segala pencurian di rumah-rumah pejabat anak buah Kangsa, yang hasil curiannya itu dibagi-bagikan kepada rakyat. Rakyat Mandura pun sangat memuja kedua pemuda ini, bahkan mengharapkan keduanya bisa menaklukan dan menggulingkan Kangsa. Selain itu juga tersiar kabar bahwa adik kedua pemuda itu, adalah seorang gadis yang sangat cantik dan pribadinya sangat menawan, bernama Subadra berwajah seperti permaisuri Dewi Rohini. Padahal menurut pengakuan Basudewa pada Kangsa, anak perempuannya yang bernama Subadra telah hilang semasa kecil saat dititipkan pada bibinya, Dewi Kunti di padepokan Saptarengga.

Kangsa pun mengerahkan mata-matanya ke desa Brindawan sampai akhirnya mengetahui bahwa Kakrasana, Narayana dan Subadra ternyata adalah anak-anak dari Basudewa. Maka diperintahkannya pasukannya untuk menangkap Kakrasana dan Narayana, untuk ditantang bertarung olehnya dalam adu jago di istana Mandura di depan khalayak ramai. Bahkan bila Kakrasana dan Narayana tidak mau, maka dia mengancam dan mengumumkan akan membunuh Basudewa, ayah mereka.

Pasukan Kangsa yang atas perintah Kangsa didampingi Rukma, adik Basudewa agar bisa mengenali keponakannya sendiri, pun mendatangi desa Brindawan dan mendapati bahwa ketiga anak Basudewa tersebut tinggal di rumah Lurah Antapoga. Setiba di rumah lurah Antapoga, terjadi kekisruhan akibat perlawanan dari Kakrasana yang mampu memporak-porandakan pasukan Kangsa walau bertarung sendirian. Setelah pasukan Kangsa berhasil dikalahkan, Rukma segera mengajak Antapoga sekeluarga untuk lari desa Brindawan dan bersembunyi di hutan.

Kakrasana pun disarankan untuk bertapa dan meminta senjata pusaka untuk mengalahkan Kangsa kelak di arena adu jago. Sedangkan Narayana ternyata memang sedang berkelana dan tengah berguru pada seorang resi yang sakti bernama Resi Padmanaba. Rukma pun memisahkan diri dan pergi untuk mencari bantuan kepada kakaknya, Dewi Kunti di Hastina. Subadra dan orang tua angkatnya tetap bersembunyi di hutan, untuk menghindari pasukan Kangsa yang terus mencari dan memburu mereka.

Rukma pun berhasil tiba di Hastina dan menemui Prabu Destarasta, raja Hastina saat itu. Namun betapa terkejutnya setelah dia mendapat berita bahwa kakaknya, Dewi Kunti dan keponakannya, para Pandawa telah tewas terbakar dalam peristiwa kecelakaan Balai Sigala-gala. Dengan penuh kesedihan dan duka cita, Rukma pun meninggalkan istana Hastina. Namun di tengah jalan, dia dicegat oleh Yamawidura, adik Prabu Destarastra dan mendiang Pandu Dewanata. Yamawidura yang mengetahui kebenaran tentang keberadaan Pandawa pun menolong Rukma untuk menemukan Dewi Kunti dan Pandawa yang selamat dan bersembunyi di hutan.

Perjumpaan sang adik dengan sang kakak antara Rukma dan Dewi Kunti pun berlangsung penuh haru dan kesedihan, dalam gubuk di tengah hutan. Dewi Kunti pun menjelaskan bahwa dia hanya ingin melindungi para putranya dari ancaman para Kurawa. Betapa kagetnya setelah dia pun menyadari bahwa ternyata keponakan-keponakannya pun tengah dalam ancaman penguasa lalim bernama Kangsa di Mandura. Dewi Kunti pun mempersilakan Arjuna dan Bimasena untuk membantu Rukma dalam arena adu jago nanti di Mandura, serta mendoakan agar mereka bisa memperoleh kemenangan dan merebut kembali tahta Mandura. Tidak lupa Dewi Kunti berpesan agar Arjuna dan Bimasena segera kembali sebelum diketahui keberadaannya oleh para Kurawa dan orang Hastina.

Setelah bertahun-tahun berpisah sejak dijodohkan sewaktu masa kanak-kanak, Arjuna yang bernasib kurang baik di Hastina akhirnya punya kesempatan untuk bertemu kembali dengan Subadra, yang saat ini nasibnya pun ternyata kurang baik pula di Mandura. Masih ingatkah mereka tentang perjodohan itu dan bagaimana kelanjutannya kini?

Arjuna tidak ambil pusing, dalam hatinya dia punya misi yang lebih penting. Sebagai murid terbaik padepokan Sokalima serta gemblengan Resi Dorna, dia akan menunjukkan bahwa tidak seorang pun boleh mengganggu dan menyakiti saudaranya. Apalagi menyakiti Subadra, teman masa kecilnya yang entah sudah secantik apa rupanya saat ini. Kenangan indah masa kecil itu memang sudah lama sekali, namun manisnya masih kadang merasuki mimpi-mimpi Arjuna di malam-malam yang dingin dan gelap tanpa cahaya dalam gubuk di tengah hutan.

Sepanjang perjalanan menuju Mandura bersama pamannya, Rukma dan kakaknya, Bimasena, Arjuna sudah tidak sabar dan terus berucap dalam hati dengan penuh keyakinan.

'Tunggulah! Aku datang untuk menyelamatkanmu, Subadra!'

MAHACINTABRATA 4: ARJUNA MASIH MENCARI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang