05- Pagi, Alea

7K 715 19
                                    

____

Sikap lo yang jutek kayak gini makin nambah perasaan gue seratus kali lipat.

-DAFA

-DAFA

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

^¤^

Senyum Dafa terbit dibibir mungilnya sembari memperhatikan wajahnya di depan cermin. Detik berikutnya, ia terkekeh geli karena heran kenapa dirinya ganteng sekali? Kenapa juga senyumnya itu manis sekali sampai kaum hawa pun bisa saja diabetes.

"Ck, udah ganteng," ucap Dafa memuji dirinya sendiri.

Mau bagaimanapun pemampilan Dafa, ia tetap ganteng. Dafa menyambar tasnya lalu ia sampirkan kebahu kanannya.

"Rafa masih di kamar, Bun?" tanya Dafa disela-sela makannya.

"Udah berangkat sejak tadi."

Dafa menghela napas pelan mendengar perkataan bundanya. Semenjak perlakuan Arina yang berubah, Rafa tidak pernah lagi sarapan di meja makan, ia sering sengaja selalu berangkat pagi supaya Dafa tak memaksanya untuk gabung.

"Tidak usah dipikirin, nanti dia juga bakal mengerti," ujar Arina saat menyadari ekspersi anaknya.

"Tapi, Bu—"

"Dafa, Bunda udah pernah bilang kan sebelumnya." Dafa hanya bisa mengangguk pasrah saat melihat raut muka bundanya berubah.

"Gimana belajarmu di sekolah?" tanya Arina mencoba mencari topik lain.

"Baik, Bun."

"Hari ini pelajaran olahraga kan?" tanya Arina yang mendapati anggukan dari Dafa, "Kamu tau kan, kamu tidak usah ikut."

Wajah Dafa berubah kecewa. "Yah, Bun, hari ini materi bola basket. Masa Dafa nggak ikut, sih."

"Dafa, Om Genta juga pasti mengerti kok," balas Arina. Om Genta adalah guru olahraga yang mengajar di sekolah Dafa, adik kandung Arina.

"Tapi, Bun, sekali ini aja. Dafa juga pengen ikutan pelajaran olahraga kayak teman yang lain, apalagi ini basket," ujar Dafa memohon, kedua tangannya ia tempelkan di depan dadanya menatap undanya dengan sorot memohon.

Dafa sangat suka olahraga basket, ia sering melihat Rafa bermain basket di lapangan samping rumahnya. Rasa iri itu menguasai dirinya saat melihat Rafa bermain dengan lincah tanpa ada beban dalam hidupnya, berbeda dengan dirinya.

Arina terlihat menghela napas panjang, "Sekali saja."

Dafa langsung mengepalkan tangannya, "Yes!" Lalu ia berdiri dan mencium pipi Arina setelahnya ia berangkat sekolah setelah ia berpamitan.

***

Dafa berjalan di koridor sekolah menuju kelasnya. Kelasnya berada di lantai dua dan dia harus melewati beberapa kelas. Dafa duduk di kelas 11 IPA 4, jurusan IPA yang terbelakang. Eh, tapi jangan salah sangka dulu, Dafa anaknya pintar, nilainya setara dengan kelas IPA 1.

After You (TERBIT) Where stories live. Discover now