6. Serangan Tak Terduga

135 28 5
                                    

Selama bersama Shin, Daffa tidak berusaha mengorek-ngorek masalah lagi. Dia membuat Shin nyaman dengan gurauan dan topik obrolan yang bisa mengalihkan pikiran gadis itu dari masalah yang tengah menimpanya. Sementara itu, Aryo terlihat sangat agresif mendekati Shin dan sering kali melemparkan jokes-jokes receh yang membuat Shin akhirnya tersenyum bahkan tertawa pelan.

Tepat pukul delapan pagi, ketika cahaya mentari baru sedikit sampai ke bumi, Daffa, Aryo, dan Shin berangkat bersama menuju kampus yang terletak tak jauh dari apartemen. Daffa memandang pemandangan di sekelilingnya yang memutih karena diselimuti oleh lautan salju. Pohon-pohon, mobil, atap rumah, dan bangku-bangku taman yang berjejer di sepanjang jalan semuanya putih dan hampir tak terlihat lagi wujud aslinya. Sebuah pemandangan yang jarang ia temui di sini terlebih di negeri asalnya. Kata orang saat-saat ini adalah saat yang indah dan romantis. Terlebih ketika salju turun perlahan dari atas langit, suasana mendadak syahdu dan membuat baper.

Dalam kondisi normal, waktu tempuh untuk mencapai kampusnya hanya sekitar lima belas menit dengan berjalan kaki, tetapi karena sekarang jalanan terkepung salju, perjalanan terhambat dan jadi terasa lebih lama.

Daffa bisa merasakan hawa dingin mulai menjalar ke tubuhnya meski telah memakai mantel tebal ketika berada di tengah-tengah ruang terbuka itu. Tangannya mengkerut dan bibirnya bergetar saking tak kuat menahan cuaca yang begitu ekstrem.

"Jalannya cepetan, yo!" teriak Daffa sambil mengembuskan napas kesal pada Aryo yang berjalan sambil sibuk berswafoto dan membuat instagram story. Saat itu, Daffa dan Shin berada lima meter di depannya. Sebagai makhluk dari negara tropis, dia sungguh tak suka berada di luar dengan cuaca sedingin ini dan ingin segera sampai ke perpustakaan kampus yang hangat lalu belajar di sana dengan tenang.

"Sebentar, Kak, aku lagi cari posisi yang pas nih!" balasnya santai. "Kok saljunya kurang kelihatan, sih!" gumam anak itu tanpa peduli raut wajah Daffa yang memerengut.

Shin yang melihat sahabatnya memendam kesal, berlari kecil ke arah Aryo lalu berinisiatif membantunya yang tengah kebingungan. "Sini aku fotoin," tawar Shin ramah.

"Wah makasih, Nuuna, kamu baik banget!" pekik Aryo heboh. Shin bergegas mengambil alih ponsel Aryo dan segera mengambilkan foto terbaik untuknya. Pose-pose Aryo yang konyol mampu membuat Shin akhirnya bisa tertawa lepas.

Daffa hanya menggeleng pelan sambil terus berjalan menyusuri jalanan. Kakinya beberapa kali terperosok pada tumpukan salju yang begitu tebal. Beberapa kali dia harus berhenti dan membersihkan butiran dingin yang banyak menempel di sepatunya. Sesekali pemuda itu bersedekap dan memeluk tubuhnya sendiri sambil mengusap-ngusap kedua telapak tangan untuk menghalau rasa dingin. Wajahnya yang tak biasa dengan cuaca ekstrem ini mendadak kaku setelah beberapa kali diterpa angin yang cukup kencang.

Sementara itu, Aryo dan Shin malah terlihat tengah asyik berfoto bersama di tengah hamparan salju yang menggurita. Shin seolah lupa bahwa di depannya, Daffa sudah tak sabar menunggu. Di satu sisi, Daffa ikut senang dengan perubahan suasana hati Shin yang kini tampak lebih tenang setelah tadi menangis tersedu-sedu karena diselingkuhi pacarnya, tetapi di sisi lain, dia juga kesal karena perjalanan menuju kampus jadi memakan waktu lebih lama.

"Aryo, aku duluan, deh, ya! Nggak kuat nih kedinginan! Tolong jaga dia dan jangan macam-macam! " teriak Daffa dari jarak sekitar 10 meter.

Mata Aryo tampak berbinar. "Iya, Kak. Nggak apa-apa. Duluan aja!" balas Aryo dengan penuh semangat. Shin yang berada di sampingnya tampak bingung karena mereka berkomunikasi dengan bahasa Indonesia.

"Daffa bilang apa?" tanya Shin polos.

"Hmm, dia kebelet pipis. Jadi mau duluan." Aryo nyengir dan terus berusaha mendekati gadis Korea itu. Shin hanya membalasnya dengan senyum dan kembali membantu Aryo mengambil gambar dengan berbagai pose.

MY SEOUL-MATEWhere stories live. Discover now