17. Teror

96 19 13
                                    

Sabira baru saja membuka mata dan masih berbaring di atas kasur ketika sebuah dering telepon terdengar. Tangannya berusaha menggapai ponsel yang terletak di atas nakas lalu matanya menatap layar yang menunjukkan sebuah nomor tak dikenal. Tentu saja selebgram cantik itu enggan menjawab dan langsung menekan tombol merah lalu menaruhnya kembali di tempatnya semula. Namun, dering telepon itu terus memanggil-manggil hingga akhirnya gadis itu tak tahan lagi.

"Halo, ini siapa?" tanyanya lugas.

"Sabira Aninria, kamu harus menderita!" teriak orang yang berada di ujung telepon. Suara itu terdengar berat dan penuh amarah. 

"Hei, mau kamu apa?" tanya Sabira dengan suara tinggi. Gadis itu tak mampu mengenali suara yang seolah dibuat-buat itu, tetapi feelingnya mengatakan itu adalah Arqi yang masih tak terima dengan keputusannya. Sudah tiga hari sejak Sabira memblokir semua kontak dan media sosialnya dari lelaki itu, banyak telepon dan pesan-pesan aneh dan ancaman dari nomor tak dikenal yang dikirimkan padanya. Awalnya gadis itu takut, tetapi lama kelamaan biasa saja karena merasa Arqi tak akan berani berbuat lebih buruk karena akan mempertaruhkan nama besar ayahnya. Namun, dugaannya salah karena lima menit kemudian Mbok Darmi berteriak heboh ketika mendengar suara ledakan yang berasal dari halaman rumah. Sontak saja Sabira kaget dan langsung keluar kamar untuk memastikan keadaan.

"Ada apa, Mbok?" tanya Sabira cemas.

"Ini, Mbak, tadi ada orang bersepeda motor yang melempar petasan ini," ucap Mbok Darmi ketakutan.

"Emang Pak Sulis nggak ada, Mbok? Kok bisa sih kecolongan gini!" gerutu Sabira sambil memandangi lima petasan batu yang besar-besar.

"Loh, Pak Sulis kan sudah berhenti, Mbak, sebulan lalu karena sudah dapat kerjaan lain. Kalau nggak salah jadi satpam di Bank, Mbak." Wajah Mbok Darmi masih pucat karena kaget dengan teror yang datang sepagi ini.

Sabira menepuk dahi. Mungkin benar dirinya memang terlalu sibuk untuk memperhatikan sekitar. Sampai-sampai satpam rumahnya resign saja dia tak tahu.

"Ya udah, Mbok, tenang aja. Semua akan baik-baik aja, kok. Anggap aja ini perbuatan orang iseng atau fans yang sangat cinta sama aku. Mbok nggak usah bilang sama siapa-siapa, ya!" perintah Sabira tenang seraya memandang kosong ke sembarang arah.

Mbok Darmi menautkan kedua alis dan menatap heran majikannya itu, tetapi dia hanya bisa mengangguk pelan menurutinya. Kemudian, wanita setengah abad itu membersihkan pecahan petasan yang bergeletakan di halaman.

Sabira menarik napas dan mengembuskannya dengan gusar. Hatinya bertanya-tanya, haruskah dia menemui Arqi lagi untuk memintanya agar tidak berbuat teror aneh seperti ini? Belum sampai dia mendapat jawaban, sebuah teriakan nyaring terdengar dari ujumg gerbang. Ola tampak berlari sambil memegang ponsel dan berhenti dengan napas terengah-engah di hadapan Sabira.

"Kenapa lo? Kaya lagi dikejar hantu aja?" tanya Sabira bingung.

"Gawat, Sab! Gawat!" pekik Ola sambil menunjukkan sebuah postingan di instagram sebuah akun gosip yang menunjukkan foto Sabira dengan seorang pemuda di restoran Korea, yang jadi masalah adalah caption di bawah foto itu yang mengatakan. "Sabira Aninria, selebgram yang selama ini dikenal lugu ternyata selingkuh dari kekasihnya."

Sabira terlongo sejenak lalu menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Berita apa ini? Fitnah banget! Cowok itu kan cuma fans! Dan yang waktu itu motoin kami ya si Arqi," gerutu Sabira dengan wajah memerengut.

Mendengar itu, Ola terbelalak karena kaget. "Jadi, si Arqi ada di situ juga, Sab?"

"Ya iya, lah! Jadi gimana ceritanya kok malah gue dibilang? Aneh banget!" Sabira mendecak kesal sambil melipat tangan di depan dada.

"Hmm, gue udah duga itu. Lo pasti difitnah. Asli, deh, ada yang nggak beres, nih, Sab. Si Arqi pasti lagi pingin ngejatuhin karakter lo!" ujar Ola berprasangka.

"Argh! Cowok itu maunya apa, sih? Nanti gue temuin dia, deh supaya dia nggak macem-macem lagi!"

"Eh, jangan, Sab, kalau dia ngapa-ngapain lo gimana?" Ola tampak khawatir dengan kemungkinan terburuk.

"Ya abis gimana, La, kalau kayak gini hidup gue jadi nggak tenang! Sebentar lagi kan gue syuting film. Kalau nama gue tercemar kan bisa-bisa gue jadi public enemy dan nggak ada yang mau nonton film gue nantinya."

Ola terdiam dan menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan apa yang dikatakan Sabira, tetapi, bukankah terlalu beresiko menemui orang tak waras seperti Arqi? Terlebih lelaki itu punya banyak "pelindung" yang menyebabkan dia seolah menjadi kebal akan hukum.

BERSAMBUNG..

MY SEOUL-MATEWhere stories live. Discover now