28. Korban Perasaan

94 13 7
                                    

Entah sudah yang keberapa kalinya Shin Seung Chan melihat Daffa gelisah menatap layar ponsel padahal baru saja dia menerima telepon.

"Tadi siapa yang telepon, Daf?" tanya Seung Chan memecah kebekuan. Matanya menatap Daffa dengan penuh rasa ingin tahu.

"Oh, yang tadi? Biasa itu si Aryo, nanya materi kuliah," jawab Daffa tanpa sedikit pun  membalas tatapan Shin Seung Chan.

"Ooh gitu, terus sekarang lagi nunggu telepon dari siapa? Kamu terlihat gelisah. Makananmu juga sejak tadi didiamkan saja," ketusnya. Seung Chan berusaha mengabaikan perasaan keponya dengan fokus menghabiskan sepiring jjajangmyeon yang telah tersaji di hadapannya.

"Eh, hmm, aku? Terlihat gelisah? Mianhae, Seung Chan." Daffa seolah baru tersadar dari titik fokusnya yang lain ketika Seung Chan mengatakan hal itu. Dia juga baru menyadari bahwa perutnya sudah berteriak kelaparan sejak tadi. Tanpa banyak kata lelaki itu buru-buru mengambil sumpit dan mengambil satu per satu kimbab yang dipesannya lalu memasukannya ke dalam mulut.

"Hmm kimbab di sini enak ternyata," ucapnya dengan mulut yang dipenuhi makanan khas korea itu. "Gimana jjajangmyeon-nya  eh?" tanya Daffa lagi mencoba mengalihkan topik dan memandang Seung Chan yang tampak muram.

"Iya, enak juga," sahut Shin Seung Chan singkat. Suasana hatinya mendadak kelabu karena lelaki yang disukainya tampak cuek dan malah fokus dengan hal lain yang tak diketahuinya.

Setelah itu selama beberapa saat suasana mendadak hening. Baik Daffa maupun Sin Seung Chan seolah sibuk dengan pikirannya sendiri. Sampai kemudian Sin Seung Chan teringat sebuah buku yang harus dikembalikan hari ini ke perpustakaan kampus jika tak mau didenda.

Dengan penuh keraguan, dia memberanikan diri kenbali angkat bicara sekaligus memecah keheningan yang tak sengaja tercipta.

"Daf, nanti sore bisakah temani aku ke perpustakaan? Ada buku yang harus aku kembalikan hari ini," ajak Shin Seung Chan dengan mata berbinar. Dia mati-matian berusaha menutupi rasa gengsinya demi bisa selalu bersama lelaki pujaannya

Daffa terdiam dan bola matanya berputar ke kiri dan ke kanan. "Hmm, maaf, aku nggak bisa. Aryo sudah menunggu di apartemen. Ada materi yang masih belum dimengerti katanya."

Mendengar itu, Seung Chan hanya menelan ludah dan menabahkan hati karena usahanya kembali tak berhasil. "Oh ya? Dia mau belajar? Tumben!" Gadis itu menyadari nada suaranya terdengar sinis, tetapi toh Daffa tidak menyadari hal itu.

"Yaa mungkin dia takut gagal di ujian nanti," ujar Daffa santai sambil menikmati kimchi yang terasa segar di lidahnya.

"Hmm baiklah, kalau begitu aku sendiri saja." Tentu saja intonasi suara Seung Chan terdengar kecewa karena belia itu kira dengan satu kelompok dalam clinical rotation ini mereka bisa semakin dekat dan ada harapan untuk berkomitmen. Namun ternyata dugaannya jauh panggang dari api.

"Mianhae, Seung Chan." Daffa menunduk dan menangkupkan kedua tangan di depan dada dengan wajah seolah penuh sesal.

"Gwaenchana," sahut gadis itu sambil mengibaskan tangan dan tersenyum miris berusaha menutupi rasa nelangsa di hatinya.

***

Tiba di apartemen, Daffa harus kecewa karena ternyata Aryo masih belum terlihat batang hidungnya.

"Bocah itu pasti nongkrong-nongkrong dulu, deh, di kampus," gumam Daffa sambil membuka mantel dan menggantungnya di belakang pintu.

Sesungguhnya Daffa penasaran apa gerangan rahasia Sabira yang dimaksud Aryo di telepon tadi. Sambil melepas sepatu boots dan perlengkapan musim dingin lainnya, Daffa iseng membuka instagram untuk mencari tahu bagaimana keadaan Sabira di Indonesia. Namun, yang ia temukan malah berita tentang kebebasan mantan pacar Sabira dan fitnah yang ditujukan untuk gadis pujaannya itu. Posisi Sabira kini malah semakin tertekan karena selain telah menjadi korban penyiraman air keras, dia juga harus menghadapi fitnah-fitnah kejam yang dilayangkan sang mantan.

MY SEOUL-MATEWhere stories live. Discover now