24. Clinical Rotation

89 14 3
                                    

Setelah menjalani masa perkuliahan pre klinik yang cukup panjang dan berbagai ujian yang menguras otak, akhirnya Daffa sampai juga di hari yang sangat bersejarah dan menegangkan dalam hidupnya. Hari ini adalah hari pertama pemuda cerdas itu akan menjalani program clinical rotation atau yang biasa dikenal juga sebagai koas, yaitu sebuah tahap pendidikan profesi dokter yang mengharuskannya praktek langsung di salah satu rumah sakit besar di Korea Selatan dengan di bawah bimbingan konsulen (dokter pembimbing).

Di tahap ini, Daffa satu kelompok dengan Shin Seung Chan dan tiga orang lainnya. Hal ini membuat gadis Korea itu tampak bersemangat dan berbinar karena bisa terus bersama dengan lelaki yang dicintainya. Beberapa kali Shin Seung Chan mencuri pandang ke arah Daffa saat mereka berjalan menuju aula untuk mengikuti pengarahan.

Program clinical rotation ini akan dijalani kurang lebih selama dua tahun. Selama rentang waktu tersebut, pemuda itu akan menjalani berbagai stase yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu mayor dan minor. Stase mayor antara lain penyakit dalam, bedah, obgyn, anak, dan Ilmu Kedokteran Keluarga & Ilmu Kesehatan Masyarakat. Sedangkan stase minor antara lain mata, kulit kelamin, jiwa, anestesi, THT, syaraf, forensik, radiologi, gigi & mulut, dan rehabilitasi medik. Stase mayor akan ditempuh selama sepuluh minggu dan stase minor selama lima minggu. Jadi total ada 15 stase yang harus dijalani selama dua tahun masa koas ini.

Daffa tampak gugup tatkala tiba di aula dan melihat dokter-dokter hebat yang namanya sudah tak asing lagi di Korea Selatan sudah berada di depannya. Peluhnya tiba-tiba bercucuran dan tangannya dingin saat menyalami Dokter Kim Tae Wo yang merupakan dokter bedah terbaik di Korea. Di hari pertama ini, beliau menyempatkan hadir untuk memberikan pengarahan khusus untuk para dokter muda itu. Meski sudah berkepala enam, lelaki itu tampak gagah. Dadanya bidang dan postur tubuhnya tinggi menjulang. Cara berdirinya tegap dan tatapannya tajam membuat siapa pun yang bicara padanya akan merasa segan. Begitu juga Daffa yang panas dingin dan gemetaran saat berdiri berhadapan. Pemuda tampan itu merasa sangat beruntung bisa bertemu langsung dengan beliau.

Sebelum menyampaikan pengarahan, Mr. Kim menyapu pandangan ke arah para dokter muda yang tengah duduk rapi di hadapannya. Wajahnya berbinar menatap calon-calon dokter hebat di masa depan itu.

"Saya harap kalian bisa benar-benar memanfaatkan tahap clinical rotation ini dengan semaksimal mungkin. Ini adalah kesempatan terbaik untuk belajar lebih dalam lagi mengenai dunia kesehatan karena saat ini bukan lagi belajar di kelas, tetapi sudah langsung terjun ke lapangan dan berhadapan dengan pasien. Semoga kalian sukses dan bisa menjadi dokter yang bermanfaat," ucap Dokter Kim dengan suara penuh wibawa. Setelah itu beliau memberikan penjelasan singkat tentang beberapa hal terkait stase koas yang harus dijalani. Beliau juga memberikan motivasi dan petuah agar para dokter muda mengawali program ini dengan niat baik dan tekad yang kuat karena tanpa kedua hal tersebut bisa-bisa seorang dokter muda berhenti di tengah jalan sebelum berhasil menaklukan semua stase.

Para dokter muda termasuk Daffa mengangguk yakin dan menatap Dokter Kim dengan penuh kekaguman. Semua orang di rumah sakit ini sangat menghormati beliau yang dikenal tegas dan berintegritas tinggi itu. Daffa sendiri merasa sangat tak sabar untuk segera belajar di lapangan dan berhadapan langsung dengan pasien serta mempraktekan ilmu yang telah didapat di masa preklinik. Tentu saja sebagai dokter muda, dia masih berada di bawah bimbingan konsulen.

Setelah selesai memberi pengarahan, Dokter Kim pamit dan acara dilanjutkan dengan bimbingan koas dengan para dokter yang telah ditunjuk sebagai konsulen. Kebetulan stase pertama kelompok Daffa adalah bedah.

Di sesi ini Daffa berhadapan dengan dokter ahli bedah plastik dan pemuda itu tampak sangat excited untuk bertanya dan  berdiskusi dengan pembimbingnya yang sangat ramah dan tidak pelit ilmu itu.

"Kamu tampaknya sangat tertarik, ya, dengan stase bedah ini? Apakah ada rencana ambil spesialis bedah?" tanya Dokter Park Jung Ho, seorang dokter bedah yang sudah beberapa kali membedah wajah para pesohor di Korea Selatan. Dokter berwajah ramah itu penasaran setelah Daffa terus mengorek soal ilmu bedah plastik ini.

Daffa tersenyum sopan sambil menggedikkan bahu. "Hmm, saya belum tahu, tetapi menurut saya itu memang sangat menarik."

Dokter Park Jung Ho mengangguk yakin. "Ya ya tentu saja. Semua orang ingin tampil tampan dan cantik sempurna. Bahkan, peminat bedah plastik di seluruh dunia semakin tahun semakin meningkat. Tentu saja spesialis ini punya proyeksi yang bagus untuk masa depan."

"Iya, tetapi bedah plastik juga penting untuk para korban kekerasan, kan, Dok? Bukan hanya yang ingin mempercantik atau mempertampan diri saja," ucap Daffa sambil tersenyum miris membayangkan keadaan gadis yang dicintainya di Indonesia.

"Oh iya, iya, betul sekali itu, Daffa. Wah hebat kamu! Jarang ada yang berpikir seperti itu." Dokter Park Jung Ho tampak terkesan dengan pernyataan Daffa. Dia berharap Daffa serius mengikuti stase di bedah ini dan kelak mengikuti jejaknya menjadi dokter spesialis bedah.

Setelah diskusi selesai, mereka diberikan waktu untuk beristirahat. Daffa dan kelompoknya memanfaatkan itu untuk makan siang.

Ketika dirinya baru saja selesai memesan makanan, ponselnya berdering nyaring. Daffa menatap sejenak layar yang menampilkan nama Aryo sebelum memgangkatnya. Lelaki itu bangkit dan menjauh dari teman sekelompoknya termasuk Shin Seung Chan sebelum mengangkat telepon itu.

"Gimana, Yo, kamu udah dapet kabar tentang Bia?" tanya Daffa lugas sambil matanya menatap sekitar, khawatir Seung Chan tiba-tiba berada di dekatnya.

"Semua orang tutup mulut soal keadaan selebgram itu, Kak, tapi aku coba korek informasi dari berbagai pihak dan ternyata dia dirawat di rumah sakit kakakku bekerja," ucap Aryo pelan. Pemuda itu masih di kampus dan dia takut ada mahasiswa asal indonesia yang ikut menguping.

"Serius, Yo?" tanya Daffa dengan nada tak percaya.

"Iya serius. Aku punya fotonya. Well, sebenarnya ini melanggar privasi, sih, tapi apa boleh buat."

"Terus gimana?" tanya Daffa lagi. Kali ini pemuda itu berjalan semakin menjauh dari Shin Seung Chan dan teman-temannya. Daffa memilih sudut kantin yang masih tampak sepi sehingga dia bisa mendengar suara Aryo yang pelan itu dengan jelas.

"Kondisinya cukup parah, Kak, kata Kakakku, dia sering berteriak dan menangis histeris. Luka bakarnya ada di wajah dan pangkal tangan bagian kanan." Suara Aryo semakin berbisik saat mengucapkan kalimat terakhir.

"Oh, ya ampun!" pekik Daffa sambil mengusap wajahnya pelan. Jantungnya tiba-tiba memompa darah lebih cepat saat mendengar kabar itu.

"Terus aku denger juga, ibunya pingin nuntut pacar anaknya itu ke jalur hukum, Kak."

Mendengar itu, Daffa menghela napas berat. Dia tak bisa membayangkan bagaimana terguncangnya gadis itu sekarang.

"Kamu tahu gimana kondisi psikis dia, Yo?"

"Nah, itu dia, Kak, yang aku dengar, selebgram itu sekarang kayak depreai gitu. Suka teriak-teriak histeris dan berkali-kali bilang ingin mati saja."

Daffa menelan ludah. Hatinya ikut hancur ketika mengetahui hal tersebut. "Oke, Yo, terima kasih infonya, ya! Kalau ada info terbaru tolong kasih tahu aku."

"Tapi, Kak, Kakak kan lagi koas, apa nggak sebaiknya Kak Daffa fokus dulu ke sana?"

"Hmm, iya, Yo, itu sudah pasti. Aku cuma ingin memastikan dia baik-baik aja."

"Ooh iya, Kak, sebenarnya aku tahu sebuah info rahasia yang belum diketahui publik soal selebgram itu."

Kedua alis Daffa terangkat. "Oh ya? Apa itu, Yo?"

"Nanti saja, deh, kalau Kak Daffa sampai apartemen aku kasih tahu, ya! Di sini lagi nggak aman, nih," pungkas Aryo sambil menutup sambungan telepon.

Daffa nyaris membanting ponsel saking kesalnya dengan Aryo yang memberi informasi setengah-setengah. 

BERSAMBUNG....

MY SEOUL-MATEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora