40. Pengakuan

93 10 4
                                    

Ola baru saja tiba di depan ruang perawatan ketika matanya mendapati keberadaan seorang wanita berparas cantik berjas putih yang tengah berdiri di depan pintu sambil menatap nanar ke arah Daffa dan Sabira yang berada di dalam. Ola memperhatikan wanita itu dengan saksama. Kulitnya putih bersih dengan mata sipit, bibir tipis, dan pipi merah merona. Rambutnya yang hitam dan panjang digerai begitu saja sehingga menambah keanggunannya.

Dari ciri-ciri tersebut Ola bisa memastikan gadis di hadapannya adalah orang Korea asli. Seketika hatinya merasa gugup ketika ingin menegur karena khawatir bahasa Koreanya berantakan. Setelah berpikir sejenak dan menarik napas panjang akhirnya Ola memutuskan menyapa perempuan itu dengan bahasa Inggris sebisanya.

"Excuse me, who are you?" tanya Ola to the point. Sontak saja perempuan yang mendengar sapaan itu langsung terlonjak kaget dan tiba-tiba lidahnya terasa kelu. Alih-alih menjawab, ia malah tampak gugup lalu terburu-buru pergi meninggalkan Ola tanpa berkata satu kata pun. Gadis itu bahkan berlari kecil seolah baru saja bertemu dengan hantu yang paling menyeramkan.

"Eh, wait! Why you run?" teriak Ola pada perempuan itu. Kedua alisnya bertaut memandangnya dari kejauhan.

"Hadeuh! Aneh banget, sih! Ditanya baik-baik bukannya jawab malah kabur!" gerutu Ola kesal sambil membuka pintu dan memasuki ruangan. Setelah menaruh barang belanjaan di atas meja, dia menghempaskan tubuhnya di atas sofa empuk berukuran panjang yang berada di samping kiri pintu.

"Ada apa, La?" tanya Daffa heran saat melihat Ola yang baru saja datang sudah cemberut dan menggerutu tak jelas. Saat itu, Daffa baru saja menyuapi Sabira blabla semacam kue bolu kukus yang disajikan pihak rumah sakit sebagai snack.

Dengan raut wajah kesal, Ola menceritakan apa yang baru saja dialaminya pada Daffa dan Sabira.

"Emang gue hantu apa ya, dia sampai lari ketakutan begitu? Kesel banget, dah!" ucap Ola sambil memonyongkan bibir.

Daffa dan Sabira bersitatap lalu tersenyum bersama. Mereka akhirnya tak mampu menahan tawa ketika melihat ekspresi Ola yang lucu karena tak terima dianggap hantu.

"Emang siapa, sih? Kamu bener-bener nggak kenal?" tanya Daffa sambil tersenyum.

"Aku juga nggak tahu, Kak. Dia pakai jas putih kaya dokter gitu, sih, tapi kok muda banget ya. Jangan-jangan dia koas juga kaya Kak Daffa?" tebak Ola.

"Emang orangnya kaya gimana, sih?" Awalnya Daffa mengira itu hanya dokter jaga yang kebetulan lewat, tetapi ketika mendengar penuturan Ola lebih lanjut, ia jadi penasaran identitas orang itu.

Ola pun menjawab dengan detil ciri-ciri perempuan aneh yang baru saja dilihatnya. Mendengar itu, perasaan Daffa tiba-tiba tak enak karena semua ciri yang dikatakan Ola mengarah pada sosok Shin Seung Chan. Pemuda itu tahu hari ini akan tiba dan cepat atau lambat gadis Korea itu pasti akan mengetahui fakta ini. Ia memutuskan untuk segera menghadapi masalah bukan malah memghindar seperti yang sudah-sudah.

"Hmm, Bia, kayaknya aku pulang dulu, ya. Besok aku akan ke sini lagi," pamit Daffa sambil menatap gadis itu dengan senyum termanis.

Mulut Sabira sudah terbuka karena ingin mencegah kepergian Daffa, tetapi kemudian buru-buru ia katupkan lagi karena lisannya tiba-tiba kelu dan hatinya malu untuk mengatakan itu. Pada akhirnya hanya anggukan pelan dan senyum ceria yang ia berikan sebagai respons.

Hati Daffa berdesir melihat senyuman itu. Senyum yang selalu ia impikan setiap malam kini berada tepat di hadapannya. Ingin rasanya lebih lama lagi di sini, tetapi persoalannya dengan Shin Seung Chan harus segera diselesaikan sebelum semuanya semakin berlarut-larut.

Segera setelah berada di luar ruangan, Daffa berlari kecil dan berusaha mencari keberadaan Shin Seung Chan di sepanjang lorong rumah sakit. Namun, setelah mencari sampai ke ujung lorong, dia masih belum bisa menemukan gadis Korea itu.

Akhirnya Daffa berinisiatif menuju tangga darurat dan mencari Shin Seung Chan di sana. Ternyata dugaannya benar. Gadis itu terlihat tengah duduk di salah satu anak tangga dengan kepala tertunduk di atas lutut.

"Seung Chan," panggil Daffa pelan seraya menghampiri gadis itu.

Seung Chan menoleh lalu buru-buru menghapus air matanya dengan punggung tangan.

"Mianhae, Seung Chan. Aku akui aku salah telah berbohong padamu waktu itu. Satu-satunya perempuan yang aku cintai itu sebenarnya hanya Bia. Tak ada yang lain," ungkap Daffa akhirnya setelah duduk di samping gadis itu. Pemuda itu berpikir tak ada gunanya melanjutkan kebohongan jika pada akhirnya hanya membuat semua orang tersakiti. Kejujuran memang sakit di awal, tapi bukankah itu yang sejatinya akan  melahirkan kebahagiaam yang kekal?

Mendengar itu, bibir Seung Chan bergetar dan matanya terasa panas. Mati-matian ia menahan air matanya agar tak keluar, tetapi ternyata tak kuasa. Tangisnya pecah tepat ketika Daffa merangkul dan merengkuh tubuh ke pelukannya. Gadis itu benar-benar tak menyangka Daffa melakukan hal ini. Hatinya terasa begitu nyeri seolah diiris pisau yang paling tajam di dunia setelah mendengar fakta ini.

"Kenapa kamu lakukan ini, Daf?" protes Seung Chan dengan suara parau. Pipinya telah penuh dengan air mata dan napasnya terasa sesak.

Daffa menelan ludah lalu menunduk dalam-dalam. "Sekali lagi maaf, tapi waktu itu keadaannya sangat rumit dan aku terpaksa melakukan ini. Lagipula aku sempat mengira bisa belajar mencintaimu, tetapi ternyata tak bisa. Terlebih Bia sekarang sudah ada di sini."

Tangisan Seung Chan terdengar semakin memilukan. Bahunya berguncang hebat setelah mendengar penuturan jujur lelaki di sampingnya. Daffa menggenggam jemari tangan Seung Chan dengan lembut sambil sekali lagi membisikkan kata maaf.

"I hate you!" bentak Seung Chan sambil berdiri lalu berlari kencang menuruni anak tangga menuju lantai dasar. Gadis itu benar-benar kecewa dan tersakiti oleh sikap Daffa yang telah membohongi hatinya sekaligus memberikan harapan palsu padanya.

Daffa mendesah pelan sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Dia sadar telah menyakiti hati gadis Korea yang tulus itu, tetapi apa boleh buat ia juga sudah tak sanggup berbohong lebih lama lagi. 

Kini hatinya sudah yakin bahwa hanya Sabira yang benar-benar ia inginkan. Bukan yang lain.

Ia berharap ini merupakan keputusan terbaik meski ada salah satu hati yang harus tersakiti.

BERSAMBUNG...

MY SEOUL-MATEWhere stories live. Discover now