45. Bersyukur

236 10 11
                                    

Daffa terlihat mengayunkan langkah dengan tergesa saat menuju ruang perawatan Sabira. Tangan kanannya memegang sebuket bunga mawar sementara tangan kirinya memegang ponsel dan memperhatikan jam yang begitu cepat berlari. Waktunya tak banyak karena sebentar lagi dia harus bertemu Dokter Park Jung Ho untuk bimbingan koas.

Daffa memasuki ruang perawatan tepat ketika Shin Seung Chan baru saja berdiri untuk pamit. Pemuda itu terkesiap seraya menatap gadis Korea itu penuh tanya. Namun, Shin Seung Chan tak menoleh sedikit pun seolah tak mau melihat kehadirannya dan ia bergegas pergi meninggalkan tempat setelah sedikit berbasa-basi pada Sabira.

Setelah gadis cantik itu pergi, Daffa duduk di sofa lalu menghela napas panjang untuk menenangkan hati. "Apa yang sudah aku lewatkan pagi ini?" tanya Daffa sambil menatap Sabira dan Ola bergantian.

"Hmm, maaf aku mau ke bawah dulu ya beli makanan," ucap Ola seolah sengaja memberikan waktu untuk Daffa dan Sabira berbicara berdua saja.

Setelah itu ponsel Daffa bergetar. Ada Sebuah pesan masuk dari Dokter Park Jung Ho yang mengabarkan bahwa pertemuan hari ini batal karena beliau ada operasi dadakan yang tak bisa dihindari. Mengetahui itu, Daffa bernapas lega karena bisa lebih lama bersama dengan Sabira.

"Aku udah tahu semuanya. Tentang kamu dan gadis Korea itu," ucap Sabira setelah Ola keluar ruangan.

"Sebentar, memangnya apa saja yang sudah dia bicarakan?" tanya Daffa sambil menatap Sabira yang pagi ini tampak cantik dengan kaus berwarna pink.

Alih-alih menjawab, Sabira malah diam dan memasang wajah muram sehingga membuat hati Daffa berdebar tak keruan.

"Bia, please tell me!" perintah Daffa dengan wajah memelas.

Sabira menggedikkan bahu sambil melengos menghindari tatapan Daffa. "Perempuan Korea itu bilang, dia sangat mencintai kamu," ucap Sabira dengan intonasi mengambang seolah tak rela mengatakan itu.

"What?" Wajah Daffa terlihat frustrasi . Berbagai pikiran buruk menyelimutinya sehingga pemuda itu merasa gelisah.

"Benarkah itu?" Sabira menoleh ke arah Daffa dan menatapnya tajam dengan tangan terlipat di dada.

Daffa menelan ludah kemudian mengangguk pelan. "Tapi aku bisa jelaskan semuanya, Bia. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.

"Sebentar, tadi aku belum selesai. Dia memang mengatakan sangat mencintaimu, tetapi kemudian dia kasih tahu kalau kamu sangat mencintaiku." Wajah Sabira yang tadi terlihat tegang kini tampak mencair. Gadis itu bahkan tersenyum lebar saat menyaksikan wajah Daffa yang begitu pucat seolah habis melihat setan.

Daffa mengusap wajahnya dengan kasar. "Ya ampun Bia, kamu nyaris saja membuatku mati berdiri tadi," ucap Daffa sambil mengacak rambut Sabira dengan lembut.

Sabira masih tersenyum menahan tawa. "Lagian, kalau nggak punya salah, kenapa mesti takut, sih?"

"Bukan begitu, Bia. Aku hanya takut jika dia bicara yang tidak-tidak tentangku dan kamu percaya itu." Daffa menatap wajah gadis itu sambil menangkup pipinya dengan kedua tangan.

Sabira menggeleng pelan. "Emang aku senaif itu, ya?"

Daffa tersenyum seraya berlutut di hadapannya. "Iya, maaf, kayaknya aku yang terlalu overthinking."

"So, ada yang kamu mau ceritakan soal dia?"

"Sure. Now, let me tell you about her. Aku pikir, kamu juga harus tahu cerita dari sisiku." Daffa kembali duduk di samping Sabira dan bersiap memulai kisah.

Sabira mengangguk sambil menatapnya dengan wajah tegang sekaligus penasaran. Baginya kejujuran adalah segalanya. Jika sebuah hubungan dimulai dengan kebohongan, maka tak mungkin akan berjalan dengan baik ke depannya.

Daffa menceritakan dengan detil, runut, dan sabar tentang hubungannya dengan Shin Seung Chan selama ini. Beberapa kali kalimatnya terhenti untuk mengambil napas panjang kemudian melanjutkan cerita sambil takut-takut melihat respons wanita di hadapannya.

Dengan Sabar, Sabira mendengarkan penuturan Daffa sambil sesekali mengangguk. Sebenarnya ada sisi di hatinya yang merasa iba pada Shin Seung Chan setelah mendengar cerita dari Daffa dan dari gadis itu sendiri tadi.

"Yaa begitulah ceritanya, Bia. Terus terang sekarang aku sudah sadar apa yang aku lakukan ke Shin Seung Chan itu salah banget! Nggak seharusnya aku membohongi perasaanku sendiri demi kebahagiaan semu orang lain," kata Daffa mengakhiri ceritanya.

Sabira mendesah pelan sambil mengubah posisi duduk. "Apa yang kamu ceritakan tadi sama persis dengan apa yang dikatakan gadis itu padaku tadi. So, aku bisa simpulkan kalian jujur. Aku hargai itu."

"Lalu?"

"Apa?" tanya Sabira pura-pura tak mengerti.

"Kamu marah?"

"Hmm, gimana, ya, aku bisa ngerti posisi kamu, sih, tapi ya jangan diulangi lagi! Aku jadi kasihan sama cewek itu, siapa deh tadi namanya?"

"Shin Seung Chan."

"Nah iya dia. Aku tahu hatinya pasti sakit banget digituin, tetapi hebatnya dia sadar betul posisinya yang tak mungkin bisa mendapatkan hatimu sehingga dia bicara padaku agar aku bisa mengerti situasi ini."

"Jadi, dia ke sini untuk menyatukan kita?" tanya Daffa dengan kedua alis terangkat.

"Yaa kira-kira begitulah. Mulia sekali kan hatinya?" Sabira menatap Daffa untuk menunggu responsnya terhadap kalimat yang baru saja dia ucapkan. "Kalau aku nggak ke sini, kemungkinan besar kamu sama dia, dong, ya?" pancing Sabira lagi.

"Tentu saja," jawab Daffa dengan senyum tertahan.

"Oh gitu, ya?" Sabira yang tak menyangka tanggapan Daffa akan begitu langsung cemberut, tetapi kemudian memaksa tersenyum dan bersikap seolah baik-baik saja.

Daffa tersenyum lebar sambil menatap gemas gadis di hadapannya. Tak lama kemudian calon dokter itu menyentuh tangan Sabira lalu menggenggamnya erat. "Tadi aku belum selesai bicara, maksudku, tentu saja hatiku akan tetap memilihmu, Bia," ucap Daffa sambil tersenyum lebar. Pemuda itu merasa senang akhirnya bisa balik mengerjai gadis yang dicintainya.

"Iih nyebelin!" ucap Sabira sambil melempar bantal dengan rona wajah yang memerah. Di luar dia terlihat kesal padahal tubuhnya serasa terbang ke langit ke tujuh dan hatinya berdesir hebat saat Daffa mengatakan itu. Gadis itu bisa merasakan ketulusan dan dalamnya cinta Daffa lewat tatapan mata yang begitu hangat.

"I love you, Bia. Aku nggak akan pernah melepasmu lagi seperti dulu," bisik Daffa pelan tepat di samping telinga Sabira. Gadis itu bisa merasakan debaran jantungnya semakin bergejolak ketika suara Daffa begitu lembut menyusup di telinganya.

"Terima kasih, ya. I think you're my seoul-mate. Belahan jiwa yang aku temukan di Seoul. Aku juga mencintaimu," ungkap Sabira sambil menjatuhkan tubuhnya ke pelukan pemuda tampan itu. Perasaan Sabira benar-benar melambung tinggi karena ternyata kejadian pahit yang telah dilalui membawanya bertemu dengan sang belahan jiwa yang begitu mencintainya dengan sehebat ini meski wajahnya tak lagi sempurna.

Pada akhirnya kini dia mampu bersyukur atas semua musibah yang menimpa tanpa peduli lagi bagaimana nasib orang yang mendzoliminya. Gadis itu hanya yakin keadilanNya itu nyata dan setiap perbuatan pasti ada balasannya di hadapan Tuhan.

TAMAT

Dear readers, terima kasih, ya, sudah membaca sampai sejauh ini. Doakan ya semoga naskah ini bisa ketemu jodohnya, hehe.
Pliss kasih masukan supaya aku bisa lebih baik ke depannya. 😊
Btw besok lebaran! Met idul fitri, ya! Taqabbalallahu minna wa minkum. Mohon maaf lahir batin.. 😊😊

MY SEOUL-MATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang