Lelaki Tengah Malam

10 1 0
                                    

Sebagai orang Batak, kami punya dua belas prinsip hidup yang selalu dipegang. Salah satunya, nggak akan menikah sebelum hidup mapan dan nggak akan pulang kampung kalau belum sukses. Makanya, rela aku begadang sampai tengah malam begini demi mengejar diskon di toko online berwarna jingga ini. Lalu, barang-barang itu kujual lagi di teman-teman SMA yang tinggal di pelosok yang belum begitu kenal dengan dunia belanja modern.

Selain itu, aku juga sedang menunggu kabar dari Sasa. Kasihan sekali dia. Sampai masuk rumah sakit anaknya karena kena diare. Saat kutelepon, kedengarannya dia kacau sekali. Suaranya sengau seperti baru saja selesai menangis. Dia juga nggak fokus pada percakapan kami. Akhirnya, kuakhiri saja sambungan telepon itu setelah memberi semangat padanya.

Namun, di tengah ketegangan menunggu waktu rebutan barang diskon, gadgetku bergetar lembut.

Ai, siapa lagi ini yang menelepon?

Karena nomor baru dan bikin aku penasaran. Langsung saja kutekan tombol terima di gadgetku.

Mora: Siapa?

Nomor baru: Ai, sudah lupa kau dengan suaraku, Mora?

Eh, kenal pula dia dengan namaku?

Mora: Manalah kuingat kalau nggak kau sebut namamu. Siapa kau dan ada apa? Aku sedang sibuk berburu diskon ini, bisa-bisa nggak dapat apa-apa aku malam ini.

Nomor baru: Ai sabarlah sedikit, Mora. Aku senang kali lah bisa bicara dengan kau. Sahat aku ini. Dapat nomor kau dari Mamakmu.

Sesaat, otakku mulai mencerna setiap nama yang ada di dalam ingatan. Namun, nggak ketemu aku yang namanya Sahat.

Nomor baru: Halo, Mora, halo. Kau masih di sana?

Eh, sudah lama kali aku berpikir, ya? Sampai orang yang menelepon kehilanganku.

Mora: Masih. Ada apa, Bang?

Nomor: Ah, jangan ketus-ketus kau sama aku, Mora. Aku ini punya maksud baik denganmu. Kau ingat laki-laki tampan di acara Panaek Gondang beberapa tahun yang lalu? Waktu itu, kau kebetulan datang dari kota. Melihat kecantikan kau, ah, rasa menyesal pula aku menikah saat itu.

Otakku kembali bekerja untuk mengingat peristiwa bertahun-tahun silam. Eh, bukannya ini Sahat yang menikah itu? Tetangga yang nggak begitu jauh dari rumahku.

Mora: Ai, bukannya waktu itu kau yang menikah itu?

Nomor baru: Iya, itu, aku. Tapi, sekarang sudah duda aku ini, Mora. Istriku pergi begitu saja.

Kalau Sahat yang itu, wajarlah istrinya pergi begitu saja. Dia kelewatan genit. Cewek mana pun digodanya.

Mora: Lalu, ada apa kau telepon malam-malam?

Kali ini, kuketus-ketuskan lagi suaraku. Benci kali lah aku ini.

Nomor baru: Aku ingin dekat dengan kau, Mora. Mamakmu bilang, kau tak punya pacar. Padahal umurmu sudah mau kepala tiga. Kalau kau bersedia, mau aku menjadi pendamping hidupmu. Meskipun sudah duda, aku masih tampan kali, Mora. Masih bisa aku menjadi suami kau.

Astagfirullah, astagfirullah, astagfirullah. Ada-ada saja Mamak ini. Bisa-bisanya dia memberikan nomorku pada laki-laki rusak seperti ini. Bagaimana hidupku nantinya kalau sampai menikah dengannya?

Ai, nggak bisa aku membayangkan betapa nestapanya hidupku. Saat aku mulai sibuk mengurusi anak, dia pun sibuk pula mencari perempuan baru. Macam mana nanti nasib masa depanku?

Dengan segera, kututup saja telepon itu.

Mora: Maaf, Bang Sahat. Aku sibuk kali sekarang. Mungkin Mamak nggak tahu kalau aku sudah punya calon suami.

Setelah menerima telepon ini, tiba-tiba aku nggak semangat lagi untuk berburu barang. Dalam seketika, capek aku rasanya. Tenagaku macam terkuras dalam sekejap.

Ah, macam mana pikiran Mamak ini? Bisa-bisanya dia menjodohkanku dengan laki-laki macam itu. Macam nggak kenal saja dia dengan Sahat itu. Apa Mamak benar-benar ingin aku segera kawin?

Namun, sudahlah, lebih baik aku tidur. Sakit kepalaku memikirkan semua ini.

Setelah sikat gigi dan mengumpulkan tahi yang ada di hidungku dengan jari lalu kusimpan di tisu, aku langsung berbaring.

Kasur tipis yang selalu dijanjikan Bu Kos untuk diganti, tetapi kenyataannya nggak pernah dipenuhi, selalu jadi teman setia tidur malamku. Bantal guling yang hanya ada busanya di ujung kanan dan kiri, menjadi teman setiaku menghadapi ileran demi ileran yang jatuh.

Namun, bagi kami orang Batak, semua itu nggak masalah. Yang terpenting, saat pulang kampung, banyak uang yang kami bawa.

Setelah membaca beberapa halaman buku, kututup malam ini seperti biasa dengan doa. Sayangnya, begitu mataku terpejam, banyak kali urusan yang masuk ke otakku. Pertanyaan demi pertanyaan bikin rasa kantukku hilang begitu saja.

Karena lelah berbalik ke kanan dan ke kiri, tempat tidurku kecil Kalilah. Jadi, nggak bisa aku berguling ke sana kemari seperti banyak gadis dalam novel yang biasa kubaca, aku memutuskan untuk bangun.

Di kamar berukuran 2x3 meter ini, kucoba untuk memikirkan nasibku ke depan. Strategi macam apa yang bisa kulakukan biar Mamak nggak lagi mencarikan laki-laki sembarangan untuk menemani hidupku. Kalau sampai pria macam Bang Sahat itu nekat mengejar, matilah aku.

Kata Sasa, laki-laki itu kalau ada maunya, nggak akan bisa dicegah. Dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan yang diinginkannya. Yang bikin aku begitu ngeri, laki-laki bisa berubah seperti malaikat kalau mendekati wanita. “Jadi kau harus hati-hati memilih lelaki, Mora. Jangan sampai kau tertipu dan salah memilih. Bisa-bisa sengsara kau seumur hidup,” ucap Sasa yang mencoba meniru logat bicaraku meskipun hasilnya tetap jelek. Dia nggak bisa bicara keras, tetap lembut itu suaranya.

Kalau sudah begini, apa yang harus kulakukan? Tanya siapalah aku ini? Sasa sedang sibuk dengan urusan anaknya. Ah, pusing kali kepalaku jadinya. Apa kutelepon saja Mamak di kampung? Kukatakan pada Mamak kalau jangan lagi mencarikan aku jodoh. Bukankah ini bukan lagi zamannya dijodohkan? Namun, bagaimana kalau Mamak malah minta cucu?

Ai, kenal kalilah aku tabiat Mamak. Dia nggak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya
.
Tuhan, sakit kepala aku ini memikirkannya. Ah, baring sajalah aku. Siapa tahu karena kelelahan aku bisa tertidur pulas. Kalau Sasa sudah kembali ke kantor, nanti kutanya dia saja bagaimana cara menyelesaikan masalah ini.

Ada yang mau cariin jodoh untuk Mora? Hayuk para reader yang baik, cariin Mora jodoh, yuk.

L

Cinta Beda Suku #IWZPamer2023Where stories live. Discover now