Keputusan Akhir

3 0 0
                                    

Sudah nggak ada yang bisa diselamatkan lagi dari hubungan kami. Semuanya benar-benar diluar dugaanku. Jadi, lebih baik aku mundur, kan?

Namun, bagaimana caranya aku menjelaskan pada Mamak dan Bapak? Bukankah ini pilihanku sendiri?

Pusing kali kepalaku kalau begini.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, nggak bisa aku menahan diri. Menangis saja aku sepanjang jalan.

Benar-benar kesal aku rasanya. Kenapa bodoh kali aku jatuh cinta dan gelap mata dalam mengambil keputusan.

Setibanya di kantor, kuputuskan langsung ke musala. Mumpung masih pagi, bisa sedikit berlama-lama aku di sana. Minimal sampai aku bisa mengendalikan diriku.

Setelah merasa lebih tenang dan kulihat jam sudah hampir pukul tujuh. Segera aku membasuh wajah. Bodohnya, lupa pula aku membawa bedak di dalam tasku. Jadi, nggak bisa aku menutupi bekas tangisku. Mataku dan hidungku jadi tetap merah dan bengkak. Kalau seperti ini pasti tahulah orang aku menangis. Untuk menyiasatinya, kugunakanlah masker yang ada di Musala ini.

“Lu habis nangis?” Sudah yakin aku kalau Sasa akan memergokiku. Selalu teliti memang dia ini.

Kucoba untuk berbohong dengan menggeleng.

“Dari kemarin, lu tu beda banget. Lu lagi ada masalah dengan Anubhawa?”

Kuseret langsung saja Sasa ke kantin pojokan yang nggak ada orang. Di sana, kuceritakan semua kecurigaan aku dengan Anubhawa.

“Lu yakin? Lu nggak boleh buruk sangka sama laki, lu, Ra.”

“Gimana aku nggak yakin, Sa. Sampai sekarang Anubhawa nggak nyentuh aku.”

“Tapi, kan, lu udah selidikin Anubhawa sebelum kalian nikah, kan?”

“Itulah bodohnya aku, Sa. Karena cinta, lupa kali aku sama komitmenku itu.”

Sasa menarik napas dalam dan menghembuskannya secara kasar. “Menurut gue, mending sekarang lu bicara baik-baik sama Anubhawa! Lu tanya langsung ke dia.”

“Kalau mengelak pula dia macam mana? Nggak ada kan, maling yang ngaku maling?”

“Lu coba aja dulu ngomong baek-baek! Terus lihat tu reaksinya. Orang yang berbohong sama nggak kan, beda banget tuh. Terus,lu juga coba cari tahu dari Mbak Google mengenai cari-ciri cowok bermasalah itu seperti apa! Gue malas cari yang begituan. Soalnya laki gue top markotop.” Tawa Sasa pun pecah. Berbeda denganku yang masih nggak yakin dengan saran Sasa.

Untuk menghilangkan rasa penasaran, aku cari juga di internet tentang laki-laki yang bermasalah.

Namun, dari ciri-cirinya, nggak ada pula yang kutemukan pada Anubhawa. Nggak ada keanehan dalam dirinya kecuali cuek kali denganku. Apa perlu aku cek HP-nya? Siapa tahu, salah satu ciri yang disebutkan di sini, punya lingkaran teman sejenis, benar-benar ada pada dirinya.

Namun, nggak sabar aku ingin menyelesaikan masalah ini dengan segera. Toh, di kantor nggak bisa juga aku fokus mengerjakan tugas-tugasku. Jadi, kuputuskan saja untuk mengirim pesan pada Anubhawa.

Mora: Kau di mana? Aku mau ketemu kau sekarang.

Anubhawa: Mas lagi di kantor, ada banyak kerjaan.

Mora: Jangan banyak alasan kau, Anubhawa. Aku ingin bicara penting dengan kau.

Semenit, dua menit, nggak ada balasan. Jadi, kuputuskan untuk kembali mengirim pesan.

Mora: Kau laki-laki yang bermasalah ya, Anubhawa? Kau menyukai sesama laki-laki? Bukan perempuan? Jawab Anubhawa!

Hanya dibaca. Nggak ada jawaban. Kucoba untuk bersabar menunggu. Namun, tetap nggak ada balasan.

Mora: Ngaku kau Anubhawa! Lalu, kenapa kau mau mengawiniku? Kenapa kau tega mempermainkan aku dan keluargaku? Apa salahku?

Saat mengetik ini, air mataku berhamburan keluar. Napasku terasa sesak. Dadaku panas bergemuruh. Marah kali aku dengan diriku sendiri yang bodoh kali nggak mencari tahu tentang Anubhawa sebelum menikah.

Kucoba mendongak untuk menahan air mata. Kutarik juga napas yang panjang dan kuhembuskan secara perlahan.

Setelah itu, dengan tangan bergetar, kembali aku menulis.

Mora: Baiklah. Sekarang aku minta CERAI.

Cinta Beda Suku #IWZPamer2023Where stories live. Discover now