Pesta Besar

2 0 0
                                    


Nggak menyangka aku bisa sampai di titik ini dengan Anubhawa. Padahal, rasanya baru saja kemarin kami dekat. Sekarang, sebentar lagi, sudah sah kami menjadi suami istri. Nggak tahu apa yang harus aku lakukan, grogi kali aku rasanya. Jangan buat pegangan tangan, melihat matanya saja aku nggak sanggup. Macam mau melompat jantungku itu dari tempatnya saking deg-degannya.

Namun, semua rangkaian kemarin belum selesai. Pagi Minggu ini, kami baru benar-benar menggelar prosesi akad nikah. Acara sakral yang bikin statusku nggak lagi lajang. Kini, kemana-mana bebaslah aku dengan Anubhawa.

Setelah akad terlaksana, belum bisa kami bersantai dan istirahat. Hanya berpandang-pandangan saja kami. Meskipun dekat, tetapi nggak punya waktu kami untuk bicara. Masih banyak rangkaian Adat yang harus dijalani.

Kini, aku dan Anubhawa akan dibawa ke rumah keluarga bapak sebagai wakil dari pihak laki-laki.

Namun sebelumnya, di rumahku juga menggelar makan bersama atau mangalehen mangan pamunan untuk melepas kepergianku sebagai anak. Sedih kali aku rasanya di acara ini. Apalagi, Mamak ikut menangis melepas kepergianku. Padahal, setelah acara akan pulang juga aku ke sini.

Saat pelepasan juga diiringi dengan tarian tor-tor. Sebuah tarian khas orang Batak.

Sampai di rumah pihak laki-laki, nggak bisa santai juga kami. Berbagai rangkaian acara adat juga harus kami ikuti. Mulai dari acara marhaban yaitu prosesi penyambutan kedua pengantin. Penyambutan ini diiringi dengan marhaban, pencak silang dan tabuh gondang sambilan.

Kemudian dilanjutkan dengan acara tampung tawar sebagai restu dari keluarga dan para tamu undangan. Di sini, kami juga dibacakan doa selamat agar menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

Selanjutnya ada tapian raya bangunan. Prosesi ini bertujuan untuk menghapus segala sifat yang tidak baik dari kami saat masih melajang.

Prosesi ini dilakukan dengan cara mengikat jeruk purut, pandan, dan daun wangian pada batang pisang. Hal ini disebut silinjuang. Kemudian, dicelupkan ke dalam air dan dipercikkan di atas kepala kami. Di sini, Anubhawa juga mendapat gelar dari para raja atau tetua.

Saat prosesi ini, kami saling tertawa sebab ada juga para tetua yang sepertinya nggak sengaja menyelupkan banyak kali air. Akhirnya, berlinang-linang air itu hingga ke wajah kami.

Ketika semua tetua selesai melakukan prosesi adatnya, ada pula keluarga yang iseng dengan memercikkan kami banyak kali air. Sampai basah kuyup badan Anubhawa dibuatnya. Sebab, Anubhawa melindungiku dari serangan jahil para keluarga. Ah, romantis kali, kan?

Sebelum acara selanjutnya dilaksanakan, kami disuruh ganti pakaian. Di sini, kulihat Anubhawa gigil karena kedinginan. Kasihan sekali aku melihatnya.

"Nggak papa kau?" tanyaku.

"Tidak apa-apa, yang penting adik tidak kedinginan." Ai, mesra kali dia, kan?

Setelah semua rangkaian itu terlaksana, kami diperbolehkan untuk makan sambil menikmati hiburan.

Di sini, Mamak tetap menggunakan musik adat Manortor yang diiringi tabuhan gordang sambilan.

Setelah makan, Anubhawa terus melirikku. Sepertinya ingin kali dia berdua denganku saja. Namun, belum bisa kami ke mana-mana. Sebab, kami harus menerima nasihat dari para tetua yang sering disebut mangupa.

Akhirnya selesai juga. Namun, rangkaian acara yang begitu padat bikin kami benar-benar merasa lelah. Apalagi tutup kepala  yang kugunakan ini berat kali rasanya. Mamak memilihkan Bulang tujuh tingkat untukku. Katanya, Mamak memotong banyak kali hewan ternak untuk makan di pesta, sebagai simbol derajat mereka juga.

Namun, kepenatan itu bisa berganti kebahagian saat bisa di kamar berdua saja dengan Anubhawa. Jantungku rasanya melompat nggak karuan. Jadi, bingung pula aku harus berbuat apa.

Apakah seperti ini rasanya malam pertama?

Saat akan mengganti baju, malu pula aku rasanya. Jadi kuputuskan untuk menutup pintu.

"Kenapa kau kunci pintunya, Ra? Kalau suami kau mau masuk bagaimana?"

"Lagi ganti baju aku, Mak?"

"Kenapa emangnya kalau kau ganti baju? Kan, si Baha itu sudah jadi suamimu. Sudah boleh dia melihat semuanya darimu," omel Mamak sebelum pergi.

Boleh melihat semua dariku? Jadi, sekarang pakai kerudung atau nggak aku, ya?

Ai, malu pula aku ingin buka jilbab di depan Anubhawa.

Saat dia masuk kamar, makin gemetaran seluruh tubuhku. Jadi, kuputuskan saja keluar untuk ke kamar mandi. Sekalian berwudu aku. Siapa tahu, dia langsung mengajakku salat dan meminta haknya, kan? Jadi nggak perlu lagi aku keluar-keluar.

Setelah itu, duduklah aku dengan menggunakan pakaian lengkap di samping dipanku.

Ah, biarlah suamiku sendiri yang membuka jilbabku, biar romantis sedikit rasanya. Seperti video-video pendek yang sering kutonton itu.

Kalau dia sudah membuka jilbabku, apa yang harus kulakukan? Apa memejam saja aku biar nggak malu? Atau menunduk saja aku nantinya?

Ai, bingung kali aku saat ini. Makin gemetaran rasanya aku ini. Kalau sudah begini, apakah bisa aku melakukan malam pertama?

Kalian jangan tersenyum saja membaca tulisanku ini. Kalian berikanlah aku masukan atau solusi biar benar aku menjalani malam pertama ini. Nggak ingin aku mengecewakan suamiku di malam spesial ini. Benar, kan?

Cinta Beda Suku #IWZPamer2023Where stories live. Discover now