Kejutan Baru

4 0 0
                                    

“Kenapa termenung, Mbak? Nggak ada sahabat merumpi, ya? Mbak Sasa juga bengong-bengong tu di kantin sana! Sepertinya, dia juga nggak ada sahabat buat dijahilin.” Seorang teman kantor mengedarkanku dari lamunan.

Berati sama juga aku dengan Sasa? Nggak enak juga dia tanpaku? Namun, bagaimana cara aku menyapanya?

Termenung lagi aku sesaat memikirkan ini. Namun, kalau kupikir-pikir, memang aku yang salah. Sasa itu hanya ingin membantuku, kan? Aku saja yang waktu itu terlalu ambil hati. Seharusnya, aku berterima kasih padanya karena dia masih mau peduli padaku.

Jadi, kuputuskan saja langsung ke kantin. Akan tetapi, saat tiba di sana, kulihat Sasa malah pergi. Seperti menghindar dia dariku. Marah kalikah Sasa padaku?

Melihatnya begitu, ingin kali aku mengejarnya. Namun, tiba-tiba gadget di saku celanaku bergetar.

Anubhawa: Dik, Mas sudah di depan kantor. Kamu di mana?

Mora: Belum bisa pulang aku sekarang, Mas. Masih ada kerjaan ini.

Anubhawa: Tapi, Dik ....

Mora: Sudahlah, Mas. Nanti pandai aku pulang sendirian. Mas kirimkan saja peta lokasi kontrakan kita itu, ya!

Anubhawa: Tapi,

Kupotong saja langsung ucapannya.

Mora: Sudah dulu, Mas! Masih ada kerjaan aku ini.

Ah, kelepasan pula si Sasa itu jadinya, kan? Sudah naik ke motor suaminya dia.

Kalau begitu, lebih baik aku langsung kembali ke meja kerjaku, menyelesaikan semua tugas yang diberikan Pak Adit.

Jam terus berlalu. Satu per satu orang di kantor ini beranjak pulang. Namun, belum selesai juga tugas yang diberikan Pak Adit padaku. Malas kali rasanya besok aku harus bergelut lagi dengan kertas-kertas ini. Jadi, kuputuskan untuk kembali mengerjakannya.

“Belum pulang, Ra?” sapa Pak Adit yang keluar terakhir dari ruangannya.

Itulah hebatnya Pak Adit sebagai pemimpin. Dia bisa memberikan contoh dan teladan yang baik untuk anak buahnya. Makanya, segan kali kami dengannya.

“Belum, Pak. Sedikit lagi ini selesainya, Pak,” jawabku dan menoleh sesaat ke arahnya.

“Kalau capek besok saja menyelesaikannya. Nggak baik pulang terlalu malam.”

“Tanggung nih, Pak. Sudah mau selesai ini.”

Melihat kekerasan kepalaku, akhirnya pergi juga Pak Adit dari depan mejaku. Dengan begitu, leluasa kembalilah aku mengerjakan tugas-tugas ini hingga pukul delapan malam barulah selesai tugas-tugas ini.

Setelah merenggangkan badan, langsung saja aku memesan ojek online untuk pulang.

Setelah kurang lebih satu jam perjalanan, belum sampai juga ternyata aku di rumah baruku.
Jauh kali ternyata tempat itu? Pantas mahal kali ongkos yang tertera di aplikasi. Untungnya tempat yang kulalui ini jalan raya semua. Jadi, nggak terlalu ngerilah aku rasanya.

Sebelum sampai di rumah, kuminta Pak Ojek untuk mampir membeli nasi goreng.

Ai, lapar kali tampaknya tukang ojek ini. Terus dilihatnya orang-orang yang makan di sana. Karena kasihan dan nggak tega. Akhirnya, kubelikan juga dia satu bungkus nasi goreng. Nanti, akan kuminta ganti rugi sama Anubhawa. Akan kubilang harga nasi gorengnya sudah naik setelah dia makan.

“Ini Mbak, rumahnya?” tanya tukang ojek itu sambil memberhentikan motornya.

Mengangguk saja aku meskipun nggak tahu.

Setelah membayar, barulah kuputuskan untuk melihat-lihat ke dalam pagar yang tingginya hanya sekitar pinggangku.

Merasa yakin, kuputuskan untuk membuka pagar yang terbuat dari besi itu. Di pekarangan rumah ini, terlihat baru saja selesai dirapikan. Rumput-rumput yang dipotong belum sempat dibuang. Bunga-bunganya juga seperti baru ditanam. Jadi, menurutku jelas kali kalau rumah ini baru dihuni.

Sebelum mengetok pintu, kuputuskan untuk melihat ke dalam lewat kaca jendela yang belum ada tirainya. Ternyata motor Anubhawa sudah terparkir rapi di sana.

Kalau begitu, lebih baik kutelepon Anubhawa untuk membukakanku pintu.

Namun, saat kutengok gadgetku, ada pesan dari Anubhawa di sana.

Anubhawa: Ini rumah kita (ada gambar rumah juga yang dikirimnya). Nanti ketok saja, ya! Di rumah ada Ibu yang baru datang.

Ah, sudah jam sembilan lewat ini. Pasti Ibu dan Anubhawa sudah tidur. Jadi, nggak ingin aku mengganggunya. Namun, bagaimana caranya aku masuk?

Setelah melihat sekeliling, kuputuskan untuk memeriksa semua bagian pintu dan jendela. Ternyata, ada satu jendela samping yang sepertinya lupa dikunci sama Anubhawa.

“Begini ya, cara istri pulang tengah malam?”

Terperanjat aku mendengar suara desiran yang tiba-tiba muncul. Sampai-sampai kepalaku langsung terbentur dengan kaca jendela. Langsung nyut-nyutan kepalaku itu. Namun, semuanya nggak seberapa. Ternyata, ada yang lebih horor dari itu, tatapan wanita di hadapanku.

Cinta Beda Suku #IWZPamer2023Where stories live. Discover now