Bab 6 - Bagian 2

42 11 0
                                    


Tanggapan tidak bersahabat Untari membuat Wiryawan sadar, ibunya tidak menyukai kekasihnya. Selesai ngobrol, Untari masuk kamar dan tidak keluar lagi. Wiryawan makin gelisah melihat sikap ibunya.

       Amira terlihat tidak terganggu dengan respon Untari. Baginya yang penting Wiryawan mencintainya, dan dia yakin laki-laki itu akan berjuang mendapat restu ibunya.

      "Sayang, maafkan Ibu. Mungkin beliau sedang banyak pekerjaan," bisiknya ketika mereka berdua ngobrol di gazebo.

        Amira tersenyum manis. Tubuhnya dicondongkan mendekat, wajah mereka hampir tidak berjarak. Embusan napas mereka beradu. Aroma wangi tubuh Amira membuat jantung Wiryawan berdetak lebih cepat. Membangkitkan imajinasi liarnya.

       Ini bukan kedekatan fisik mereka yang pertama. Tubuh mereka sudah terbiasa menyatu, membuat Wiryawan kecanduan lagi dan lagi.

       "Buatku yang penting kamu Mas, bukan Ibumu. Aku mencintaimu," bisik Amira melambungkan pikiran bodoh Wiryawan. Apalagi saat bibir merah itu menyapanya, Wiryawan benar-benar kehilangan akal.

       Lampu temaram di gazebo, tidak menyurutkan semangat Amira mengejar obsesinya. Memiliki Wiryawan, adalah jembatan memiliki rumah batik Kencana yang terkenal.

       Amira melepas ciumannya. Wiryawan terengah, hasratnya menguasai tubuhnya. Amira tersenyum, terlalu mudah mendapatkan laki-laki tampan yang bodoh ini.

       "Kamu akan memperjuangkan ku kan?" Mohonnya dengan suara seksi. Jemari lentiknya menelusuri bibir sang kekasih, menggoda. Wiryawan mengangguk pasti, berharap Amira segera memberi yang diinginkannya.

       "Lamar aku secepatnya Mas, aku mau menjadi istrimu," Permintaan Amira disambut baik Wiryawan, sekali hentakan laki-laki itu kembali menyambar bibit merah ranum Amira.

                       ***

      Malam itu Wiryawan tidak bisa tidur. Laki-laki itu gelisah. Dengan berat hati, mereka tidur terpisah. Hasrat yang sudah diujung kepala terpaksa ditanggalkan. Mereka ada di rumah, tidak mungkin mempermalukan orangtuanya.

       Permintaan Amira adalah mimpinya beberapa bulan terakhir. Tidak mudah mendapatkan Amira yang cantik, dan berkelas  sekarang perempuan itu minta dinikahi. Tinggal menunggu restu Ibu, Bapak sudah setuju.

        Wiryawan berpikir keras, mencari cara untuk melunakkan hati ibunya. Tiba-tiba dia bangun, meraihnya gawainya dan mulai mengetik. Tidak peduli waktu sudah menunjukkan hampir jam 12 malam. Wiryawan yakin, ini caranya mendapat jalan keluar.

Wiryawan: Mbak sudah tidur?

       Satu pesan bodoh dikirimkan kepada seseorang. Beberapa menit pesan itu tidak berbalas, belum dibaca juga.

Mbak, aku perlu bantuanmu.

       Sekali lagi Wiryawan menulis pesan. Berharap mukjizat orang diseberang masih terjaga, seperti dirinya. Lama menunggu tanpa ada kemajuan, Wiryawan mulai mengantuk. Tiba-tiba terasa getaran gawai di bawah lengan membangunkan Wiryawan.

Iya Dik, ada apa? Kamu baik-baik saja kan?

Aku telpon ya Mbak?

      Tanpa menunggu jawaban Citra, laki-laki itu langsung menelpon. Sebentar kemudian hubungan telpon terjadi cukup serius. Wiryawan langsung menyampaikan maksudnya, meminta bantuan Citra. Dengan senang hati Citra menyanggupi permintaan adiknya.

****

      "Assalamualaikum," sapaan lembut perempuan cantik berbadan dua diambang pintu, menyadarkan Untari dari lamunan.

WARISAN UNTARI (COMPLETED)Where stories live. Discover now